Balaghah dalam perseptif Al-qur'an dan ilmu moden
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu balaghah sebagai salah satu cabang ilmu
dalam bahasa Arab pun mengalami fase kemunculan, perkembangan, dan seterusnya.
Ilmu bahasa Arab yang memiliki tiga cabang ini, yaitu ilmu ma’ani, bayan, dan
badi’, tidaklah ada dari awal dalam sistematika seperti yang kita kenal
sekarang ini. Dahulu, sama sekali tak dikenal istilah balaghah sebagai sebuah
ilmu.
Pengetahuan tentang sisi sejarah balaghah perlu
dipahami agar muncul kesadaran bahwa ilmu ini memang bukan benda mati yang yang
tidak dapat diperbarui. Kesadaran inilah yang dapat menjamin perkembangan ilmu
ini yang lebih maju, tidak mengalami kejumudan atau bahkan kepunahan. Kemajuan
yang dimaksud di sini meliputi berbagai segi, entah dari segi pengajarannya
yang lebih mudah, cakupan materi yang lebih luas, ataupun hasil penerapan dari
ilmu itu sendiri yang memuaskan, atau bahkan munculnya ilmu baru dari ilmu yang
telah ada.
llmu Balaghah adalah ilmu yang mengungkapkan
metode untuk mengungkapkan bahasa yang indah, mempunyai nilai estetis
(keindahan seni), memberikan makna sesuai dengan muktadhal hat (situasi dan
kondisi), serta memberikan kesan sangat mendalam bagi pendengar dan pembacanya. Posisi ilmu Balaghah dalam tatanan kelompok ilmu-ilmu Arab persis
seperti posisi ruh dari jasad. Keberadaan ilmu Balaghah dan kaidah-kaidah yang
tertuang didalamnya sangat urgen.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa itu ilmu balaqhah?
2.
Bagaimana balaqhah dalam perspektif
al-qur’an dan ilmu modern?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI ILMU
BALAGHAH
Istilah
“’Ilm Al-Balaghah” terdiri atas dua kata, yaitu ‘ilm dan al-Balaghah. Kata
“‘Ilm” dapat ditujukan sebagai nama suatu bidang tertentu. Kata “Ilm” juga
diartikan sebagai materi-materi pembahasan dalam kajian suatu disiplin ilmu
(al-Qadhaya allati tubhatsu fihi). Kata “ilm” juga dapat diartikan sebagai
pemahaman yang dimiliki oleh seseorang tentang materi kajian dalam suatu bidang
tertentu.
Sedangkan
kata “al-Balaghah” didefinisikan oleh para ahli dalam bidang ini dengan
definisi yang beragam, diantaranya adalah:
Menurut Ali
jarim dan Musthafa Amin dalam Balaghatul Wadhihah:
أما البلاغة فهي تأدية المعنى الجليل واضحا بعبارة صحيحة لها في النفس أثر خلاب مع ملائمة كل كلام للموطن الذي يقال فيه والأشخاص الذين يخاطبون.
أما البلاغة فهي تأدية المعنى الجليل واضحا بعبارة صحيحة لها في النفس أثر خلاب مع ملائمة كل كلام للموطن الذي يقال فيه والأشخاص الذين يخاطبون.
“Adapun
Balaghah itu adalah mengungkapkan makna yang estetik dengan jelas mempergunakan
ungkapan yang benar, berpengaruh dalam jiwa, tetap menjaga relevansi setiap
kalimatnya dengan tempat diucapkannya ungkapan itu, serta memperhatikan
kecocokannya dengan pihak yang diajak bicara”.
1. Menurut Dr.
Abdullah Syahhatah :
الحد الصحيح للبلاغة في الكلام هو أن يبلغ به المتكلم ما يريد من نفس السامع بإصابة موضع الإقناع من العقل والوجدان
“Definisi
yang benar untuk term Balaghah dalam kalimat adalahkeberhasilan si pembicara
dalam menyampaikan apa yang dikehendakinya ke dalam jiwa pendengar (penerima),
dengan tepat mengena ke sasaran yang ditandai dengan kepuasan akal dan
perasaannya”.
2. Menurut
Khatib al-Qazwini yang dikutip oleh Prof. Dr. Abdul Fattah Lasyin :
البلاغة هي مطابقة الكلام لمقتضى الحال مع فصاحته
Balaghah adalah keserasian antara ungkapan dengan tuntutan situasi disamping ungkapan itu sendiri sudah fasih.
البلاغة هي مطابقة الكلام لمقتضى الحال مع فصاحته
Balaghah adalah keserasian antara ungkapan dengan tuntutan situasi disamping ungkapan itu sendiri sudah fasih.
Dari
beberapa definisi di atas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa inti dari
Balaghah adalah penyampaian suatu pesan dengan menggunakan ungkapan yang fasih,
relevan antara lafal dengan kandungan maksudnya, tetap memperhatikan situasi
dan kondisi pengungkapannya, menjaga kepentingan pihak penerima pesan, serta
memiliki pengaruh yang signifikan dalam diri penerima pesan tersebut.
Ilmu
Balaghah berarti suatu kajian yang berisi teori-teori dan materi-materi yang
berkaitan dengan cara-cara penyampaian ungkapan yang bernilai Balaghah itu
sendiri.
B.
Ilmu Balaghah
Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Ilmu Modern
Balaghah Pra
Turunnya Al-Qur’an
Kelahiran
dan pertumbuhan Balaghah dikalangan masyarakat penggunanya bersifat arbitrer.
Orang-orang Arab Jahiliyah pra turunnya al-Qur’an telah dikenal sebagai ahli
sastra yang kompeten. Mereka mampu menggubah lirik-lirik sya’ir atau bait-bait
puisi yang mempesona yang menunjukkan kesadaran dan keahlian mereka dalam
bidang sastra yang bernilai tinggi. Perhatikanlah misalnya apa yang diungkapkan
oleh Imru’ al-Qays salah seorang pujangga Arab Jahiliyah pada saat malam gelap
gulita dimana kedua bola matanya sulit terpejam karena mendengar informasi
tentang kematian sang ayah yang sangat dicintainya :“Maka kukatakan kepadanya
(malam) ketika ia menghimpitku dengan segenap tubuhnya dan menyesakkan dadaku
dengan perasaan sedih dan duka cita yang tak terucapkan”.
Duka nestapa
dan kesedihan yang begitu abstrak diekspresikan dalam bentuk gaya bahasa yang
figurative dan indah sekali. Keindahan bahasa puisi tersebut jelas dan terasa
sekali pada kemampuan si penggubahnya dalam menggambarkan hal-hal yang bersifat
abstrak menjadi kongkrit, hingga seakan-akan dapat diraba keberadaannya.
Dan resapi
serta renungkanlah betapa indahnya gubahan beberapa lirik syai’r yang begitu
puitis dalam menggambarkan keadaan yang dialami oleh penyair tatkala ia merasa
begitu tersiksa secara psikis dan mental akibat rindu yang begitu mendalam
terhadap sang kekasih yang sangat dicintainya. Namun karena adanya jarak yang
menghalangi, maka mereka tidak pernah bisa bersua untuk mengobati kerinduannya.
Akhirnya keluarlah dari mulut salah seorang diantara mereka lirik-lirik bait
syair yang begitu indah untuk menggambarkan keadaan tersebut.
Artinya:
“Aku menangisi sekawanan burung merpati tatkala mereka melintas dihadapanku,
dan akupun bergumam: orang seperti diriku memang layak untuk menangis. Wahai
kawanan burung merpati, Adakah diantara kalian yang sudi untuk meminjamkan
sayapnya kepadaku, agar aku dapat terbang tuk menemui kekasih yang kucintai.
Merekapun nyeletuk menjawab permintaanku dari atas ranting pohon arak, Hai
orang yang bermaksud meminjam sayap kami, ketahuilah bahwa kami juga sebenarnya
sekedar dikasih pinjam. Maka tidak ada seekor burung merpatipun yang rela tuk
meminjamkan sayapnya, karena( jika itu terjadi) pasti ia akan hidup dalam
keadaan hina dan sayapnya akan patah”.
Perasaan
rindu yang terpendam dan berkecamuk serta perasaan asmara yang bergejolak
melahirkan perasaan sedih yang mendalam yang diekspresikan dengan cucuran
airmata tertuang dalam gubahan syair tersebut dengan indah sekali. Keadaan
tersebut diadukan kepada kawanan burung-dalam bentuk dialog personifikatif-yang
dilihat oleh penyair sebagai kelompok makhluk yang beruntung karena dilengkapi
dengan sayap yang membuat mereka dapat terbang kemanapun mereka suka. Tidak
seperti diri penyair yang terisolir dan nasibnya yang terpasung tidak dapat
pergi menemui sang kekasih yang sudah lama didambakannya.
Perkembangan
kesusastraan Arab pada era jahiliyah diwarnai oleh adanya perkembangan berbagai
bentuk sastra, baik prosa maupun puisi yang dikembangkan oleh orang-orang Arab
pada masa itu. Perkembangan tersebut didukung juga oleh adanya berbagai
kegiatan yang berlangsung pada musim haji setiap tahunnya, dengan diadakannya
berbagai perlombaan pidato dan perlombaan membaca sya’ir, yang diadakan di
berbagai pusat kegiatan pada waktu itu, seperti di Suq ‘Ukkazh. Kegiatan-kegiatan
seperti itu memberi peluang yang besar bagi para ahli sya’ir untuk
mengembangkan bahasa dan gaya bahasa mereka dengan ungkapan-ungkapan yang
menarik, baik dari segi zahir lafal, keindahan kata yang digunakan, maupun
kandungan maknanya.
Selanjutnya
Ahmad Thib Raya mengutip pernyataan Syauqi Dheif menyatakan bahwa bangsa Arab
pada masa jahiliyah tersebut telah mencapai tingkat tinggi dalam menggunakan
balaghah dan bayan. Orang yang melakukan kajian yang serius dan mendalam
terhadap sastra Arab jahiliyah, baik prosa maupun puisinya akan berdecak kagum
terhadap produk-produk kesusastraan yang mereka miliki. Hal tersebut tampak
jelas dari kemampuan mereka untuk mengekspresikan pikiran-pikiran mereka sampai
ke tingkat yang lebih tinggi dalam dunia ke-fasih-an dan ke-balaghah-an.
Prof. Dr.
Abdul Fattah Lasyin menyatakan bahwa sastra Arab klasik pra turunnya al-Qur’an
ini lebih banyak mengekspresikan sesuatu dalam bentuk tasybih, dan majaz saja,
terutama isti’arah.
Balagah
Pasca Turunnya Al-Qur’an
Sebagaimana
dilihat sebelumnya bahwa keberadaan Balaghah pra turunnya al-Qur’an sudah
demikian berkembang, lebih-lebih setelah turunnya al-Qur’an. Keindahan dan
kelembutan berbahasa merupakan pokok kajian yang tak habis-habisnya, yang telah
melahirkan banyak ungkapan-ungkapan yang indah dan bermakna dalam kepustakaan
sastra, terutama setelah turunnya al-Qur’an yang merupakan salah satu
inspirator dalam melahirkan keindahan dan kelembutan berbahasa tersebut.
Dalam
tradisi Islam, al-Qur’an dipandang sebagai salah satu sumber keindahan atau
ke-balaghah-an bagi para penyair dan penulis prosa. Al-Qur’an, diakui oleh
mereka sebagai puncak balaghag (nahj al-balaghah) dan merupakan model utama
(al-namuzaj al-mitsli) dalam rujukan penggubahan syai’r.
Kedudukan
al-Qur’an begitu penting dan berpengaruh besar terhadap pola hidup, pola pikir,
dan pola tutur umat Islam. Seluruh umat sepakat bahwa salah satu bentuk
kemukjizatan al-Qur’an adalah keindahan bahasanya yang tak tertandingi oleh
ungkapan manapun. Gagasan tentang nilai keindahan dan keluhuran tradisi sastra
al-Qur’an tidak hanya diakui dalam diskursus kesusastraan dan kebahasaan, namun
hal tersebut telah menjadi doktrin agama yang mendasar. Otentisitas al-Qur’an
didasarkan atas ajaran ketidakmungkinan al-Qur’an untuk dapat ditiru oleh
siapapun, baik dari sisi kandungannya, maupun sisi keindahannya. Itulah konsep
I’jaz al-Qur’an, kemukjizatan al-Qur’an yang tak tertandingi. Tidak seorangpun
manusia yang bisa membuat ungkapan-ungkapan yang serupa dengan al-Qur’an. Bahkan
al-Qur’an sendiri selalu mengemukakan tantangan (al-tahaddi) kepada siapa saja
yang meragukan otentisitasnya untuk mendatangkan ungkapan yang serupa dengannya
walau hanya satu surat saja sebagaimana pernyataan Allah dalam ayat 23 surat
al-Baqarah :
Artinya:
“Dan jika kalian masih diselimuti keraguan tentang kebenaran apa (kitab) yang
Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka (coba) datangkanlah sekedar
satu surat yang mirip dengannya dan ajaklah para pembantu kalian selain Allah
(yang kalian anggap mampu) jika kalian benar-benar jujur”.
Dan
sesungguhnya mereka telah mengakui dan merasakan ketinggian dan keindahan
bahasa al-Qur’an, sehingga diantara mereka ada yang meninggalkan syai’r karena
lebih tertarik dengan keindahan bahasa al-Qur’an tersebut sebagaimana
keterangan yang diperoleh dari Lubaid dan al-Khansa’ dua orang sastrawan dan
pujangga besar masa tersebut. Mereka juga berusaha keras untuk mencontoh bahasa
Al-Qur’an dan mengembangkan nilai-nilai keindahannya dalam pembicaraan dan
penulisan. Bahkan sebagian pakar sastra mencoba dengan sadar dan sekasama untuk
menyamai bahkan melampaui keindahan al-Qur’an. Uapaya-upaya tersebut mereka
lakukan untuk meladeni tantangan al-Qur’an yang begitu menggugah orang-orang
yang memiliki keahlian dan keberanian di antara mereka, meski usaha tersebut
tidak pernah berhasil. Tantangan al-Qur’an itu semakin menarik perhatian mereka
disamping telah adanya rasa cinta terhadap keindahan dan ketinggian bahasa yang
melekat kuat dalam jiwa mereka sejak masa pra turunnya al-Qur’an.
Pengaruh
al-Qur’an terhadap Balaghah ‘Arabiyyah tersebut begitu nyata. Hal tersebut
ditandai dengan dijadikannya al-Qur’an sebagai objek kajian dalam
diskursus-diskursus kebalaghahan yang melahirkan karya-karya besar seperti
Kitab Majaz Al-Qur’an karya Abu ‘Ubaidah (w. 207 H) yang ditulis karena adanya
ketidakpahaman Ibrahim bin Isma’il terhadap penggunaan tasybih dalam
penggambaran sifat syajarat al-Zaqqum (makanan penduduk neraka) dalam firman Allah
ayat 65 surat al-Shaffat :
Sampai masa
permulaan Islam ini keberadaan ilmu Balaghah sebagai suatu disiplin ilmu yang
utuh seperti saat ini belum terkodifikasi, namun ia terus mengalami
perkembangan sedikit demi sedikit. Diawali dengan kajian sastra terhadap
beberapa sya’ir dan pidato-pidato orang Jahiliah, dilanjutkan dengan mengulas
sya’ir dan sastra pada masa awal Islam, sampai kepada masa pemerintahan Daulah
Umaiyah, ia terus mengalami perkembangan yang menggembirakan.
Perkembangan
Balaghah yang semakin baik tersebut ditandai dengan munculnya para tokoh yang
kompeten dan karya-karya besar mereka pada abad ke-III H, seperti Abu ‘Ubaidah
(w. 211 H), Ibnu Qutaibah (w. 276 H), Ibnu Hasan al-Rumani (w. 284 H),
al-Farra’ (w.207 H), dan Al-Jahizh (w. 255 H). Abu ‘Ubaidah menyusun sebuah
kitab tentang Majaz al-Qur’an yang bernama Ilmu Majazil Qur’an. Ibnu Quthaibah
menulis kitab Ta’wil Musykil al-Qur’an, dan Al-Farra’ menulis kitab Ma’anil
Qur’an yang meski kebanyakan berisi kajian ilmu Nahwu, tapi juga menyinggung
kajian ilmu Balaghah. Sedangkan al-Rumani menyusun kitab An-Naktu Fi I’jazil
Qur’an. Dan Al-Jahizh dipandang sebagai tokoh yang sangat berjasa dalam sejarah
perkembangan ilmu Balaghah secara umum dan ilmu Bayan secara khusus, lewat
karya tulisnya yang berjudul al-Bayan wa al-Tabyin.
Ilmu Balaghah
terus mengalami perkembangan sehingga mencapai puncaknya pada abad ke-V H yang
ditandai dengan semakin utuhnya kajian-kajian didalamnya yang tertuang dalam
dua kitab yang disusun oleh Imam Abdul Qahir al-Jurjani (400-471 H). Kedua
kitab tersebut adalah : Pertama, kitab Asrarul Balaghah yang berisi soal-soal
majaz, isti’arah, tamtsil, tasybih dan lain-lain dari cabang Ilmu Ma’ani yang
merupakan bagian dari Balaghah. Kedua, kitab Dala’ilul I’jaz, yang berisi
tentang keindahan susunan kata dan konteksnya, dengan keindahan makna yang
merupakan keistimewaan uslub Al-Qur’an yang menunjukkan kemukjizatannya.
Kemudian
disusul dengan kemunculan Imam As-Sakaki pada abad ke-VII H yang semakin
mematangkan keberadaan Ilmu Balaghah sebagai disiplin Ilmu dengan memetakannya
menjadi tiga cabang ilmu sebagai komponennya, yaitu Ilmu Ma’ani, Ilmu Bayan,
dan Ilmu Badi’. Namun antara ilmu Bayan dan Ilmu Badi’ masih beliau gabung
dalam satu ilmu dengan istilah Ilmu al-Mahasin yang terbagi ke dalam dua
bagian, yaitu Al-Mahasin al-Lafziyyah dan Ma’nawiyyah. Beliau menyusun sebuah
karya besar yang menguraikan ilmu tersebut disamping ilmu-ilmu pengetahuan
bahasa Arab lainnya. Kitab tersebut dikenal dengan nama Miftahul ‘Ulum.
Sedangkan
pembagian ilmu Balaghah ke dalam tiga istilah (Ilmu Ma’ani, Bayan, dan Badi’)
seperti yang dikenal sekarang dilakukan oleh Al-Khatib al-Qazwainy (w. 729 H)
pada abad ke-VII H dalam karyanya yang bernama Talkhisul Miftah yang merupakan
ringkasan dari kitab Miftahul ‘Ulum karya As-Sakaki.
Balagah
menurut ilmu modern
Istilah linguistik berasal dari bahasa Latin, lingua. Dalam
bahasa Perancis berpadanan dengan kata
langue dan langage.
Sedangkan dalam bahasa Italia berpadanan dengan kata lingua
dan dalam bahasa Spanyol bepadanan dengan kata lengua. Secara leksikal kata
tersebut bermakna bahasa. Sedangkan secara terminologis linguistik mempunyai
pengertian seperti berikut ini:
1. Menurut kamus pringgodigdo dan Hassan Shadily (1977:
633-634), linguistik adalah penelaahan bahasa secara ilmiah.
2. Chaedar Alwasilah mengungkapkan, linguistik adalah ilmu
pengetahuan yang mempunyai obyek forma bahasa lisan dan tulisan yang mempunyai
ciri-ciri pemerlain
3. Al-Khully mengungkapkan, linguistik adalah ilmu yang
mempelajari bahasa. Dalam Bukunya Asâlîb Tadrîs al-Lughah al-'Arabiyah, al-Khuli, mengemukakan tentang cabang-cabang
linguistik ('Ilmu al-Lughah) sbb:
1) 'Ilmu al-Lughah al-Nazhari (Linguistik Teoritis), Bidang
kajian ilmu ini mencakup:
a) Ilmu ashwat (fonetik); Ilmu yang membahas proses terjadinya,
penyampaian dan penerimaan bunyi bahasa, seperti fonetik artikulasi (pengucapan
bunyi), fonetik akustis (perpindahan bunyi), dan fonetik auditoris (pengurutan
bunyi).
b) Ilmu Funimat (fonemik); ilmu ini membahas fungsi-fungsi bunyi
dan prosesnya menjadi fonem-fonem, serta pembagiannya yang didasarkan pada penggunaan praktis suatu bahasa.
c) Sejarah Linguistik; ilmu ini membahas perkembangan bahasa
dalam bentuk waktunya, serta hal-hal yang terjadi pada rentang waktu tersebut
seperti asimilasi, perubahan-perubahan pengaruhnya terhadap bahasa lain atau
sebaliknya.
d) Ilmu Sharf (Morfologi); ilmu ini membahas tentang morfem dan
pembagiannya.
e) Ilmu Nahw (Sintaksis); ilmu ini membahas urutan kata-kata
pada suatu kalimat.
f) Ilmu Ma’âni (semantik)
2) Ilmu al-Lughah al-Tathbîqî (Linguistik terapan); bidang
kajian ini mencakup pengajaran bahasa asing, terjemah, psikolinguistik dan
sosiolinguistik.
Dengan melihat penjelasan dari al-Khuli tersebut kita bisa
mengetahui bahwa dalam bidang Linguistik ilmu balâghah termasuk pada bidang
linguistik teoritik. Posisi ilmu balâghah dalam bidang garapan linguistik dapat
kita lihat pada bagan berikut ini.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ilmu balaghah sebagai salah satu cabang ilmu
dalam bahasa Arab pun mengalami fase kemunculan, perkembangan, dan seterusnya.
Ilmu bahasa Arab yang memiliki tiga cabang ini, yaitu ilmu ma’ani, bayan, dan
badi’, tidaklah ada dari awal dalam sistematika seperti yang kita kenal
sekarang ini. Dahulu, sama sekali tak dikenal istilah balaghah sebagai sebuah
ilmu.
Pengetahuan tentang sisi sejarah balaghah perlu
dipahami agar muncul kesadaran bahwa ilmu ini memang bukan benda mati yang yang
tidak dapat diperbarui. Kesadaran inilah yang dapat menjamin perkembangan ilmu
ini yang lebih maju, tidak mengalami kejumudan atau bahkan kepunahan. Kemajuan
yang dimaksud di sini meliputi berbagai segi, entah dari segi pengajarannya
yang lebih mudah, cakupan materi yang lebih luas, ataupun hasil penerapan dari
ilmu itu sendiri yang memuaskan, atau bahkan munculnya ilmu baru dari ilmu yang
telah ada.
B.
Saran
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mengharapkan
kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri, Ahmad, Syarh al-Jauhar
al-Maknun.
Zaenuddin, Mamat & Yayan Nurbayan, 2007,
Pengantar Ilmu Balaghah, Bandung: Refika Aditama
Amin
Al-Khuli, 1961, Manahij
Tajdid fi an-Nahwi wal-Balaghah wat-Tafsir wal-Adab, Penerbit Dar
al-Ma’arif
Post a Comment for "Balaghah dalam perseptif Al-qur'an dan ilmu moden"