Kedatangan islam di nusantara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia
dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak
awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan
Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat
Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi
titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi
para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India.
Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku dipasarkan di Jawa dan
Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan
penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para
pedagang asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda
Kelapa dan Gresik di Jawa.
Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang
berasal dari Timur Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang
dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama Islam. Dengan
demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan kehadiran
para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum tersebar secara intensif ke seluruh
wilayah Indonesia.
B.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui bukti masuknya
islam ke nusantara
2.
Untuk mengetahui masuknya islam di
Aceh
3.
Untuk mengetahui perkembangan islam
di Aceh
4.
Untuk mengetahui pengkajian islam pada tiga kerajaan islam di
Aceh
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Bukti
masuknya Islam ke Nusantara
1.
Bukti awal mengenai agama Islam
berasal dari seorang pengelana Venesia bernama Marco polo. Ketika singgah di
sebelah utara pulau Sumatera, dia menemukan sebuah kota Islam bernama Perlak yang
dikelilingi oleh daerah-daerah non-Islam. Hal ini diperkuat oleh catatan-
catatan yang terdapat dalam buku-buku sejarah seperti Hikayat Raja-Raja Pasai
dan Sejarah Melayu.
2.
Bukti kedua berasal dari Ibnu
Batutah ketika mengunjungi Samudera Pasai pada tahun 1345 megatakan bahwa raja
yang memerintah negara itu memakai gelar Islam yakni Malikut Thahbir bin Malik
Al Saleh.
3.
Bukti ketiga berasal dari seorang
pengelana Portugis bernama Tome Pires, yang mengunjungi Nusantara pada awal
abad ke-16. Dalam karyanya berjudul Summa Oriental, dia menjelaskan bahwa
menjelang abad ke-13 sudah ada masyarakat Muslim di Samudera Pasai, Perlak, dan
Palembang. Selain itu di Pulau Jawa juga ditemukan makam Fatimah binti Maimun
di Leran (Gresik) yang berangka tahun 1082 M dan sejumlah makam Islam di
Tralaya yang berasal dari abad ke-13.
4.
Golongan lain berpendapat bahwa
Islam sebenarnya sudah masuk ke Nusantara sejak abad ke-7 Masehi. Pendapat ini
didasarkan atas pernyataan pengelana Cina I-tsing yang berkunjung ke Kerajaan
Sriwijaya pada tahun 671. Dia menyatakan bahwa pada waktu itu lalu-lintas laut
antara Arab, Persia, India, dan Sriwijaya sangat ramai.
5.
Bukti kelima menurut catatan Dinasti
Tang, para pedagang Ta-Shih(sebutan bagi kaum Muslim Arab dan Persia) pada abad
ke-9 dan ke-10 sudah ada di Kanton dan Sumatera.
B. Masuknya
Islam Ke Aceh
Hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa dearah
Indonesia yang mula-mula di masuki Islam ialah daerah Aceh. Berdasarkan
kesimpulan seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia yang berlangsung di
Medan pada tanggal 17 – 20 Maret 1963, yaitu:
1. Islam untuk
pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M, dan langsung dari
Arab.
2. Daerah yang
pertama kali didatangi oleh Islam adalah pesisir Sumatera, adapun kerajaan
Islam yang pertama adalah di Pasai.
3. Dalam proses
pengislaman selanjutnya, orang-orang Islam Indonesia ikut aktif mengambil
peranan dan proses penyiaran Islam dilakukan secara damai.
4. Keterangan
Islam di Aceh, ikut mencerdaskan rakyat dan membawa peradaban yang tinggi dalam
membentuk kepribadian bangsa Indonesia.
Masuknya Islam ke Aceh ada yang
mengatakan dari India, dari Persia, atau dari Arab. Dan jalur yang digunakan
adalah:
1. Perdagangan,
yang mempergunakan sarana pelayaran.
2. Dakwah, yang
dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang, para mubaligh
itu bisa dikatakan sebagai sufi pengembara.
3. Perkawinan,
yaitu perkawinan antara pedagang muslim, mubaligh dengan anak bangsawan
Indonesia, yang menyebabkan terbentuknya inti sosial yaitu keluarga muslim dan
masyarakat muslim.
4. Pendidikan.
Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran
Islam.
5. Kesenian.
Jalur yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah
seni.
Bentuk agama Islam itu sendiri
mempercepat penyebaran Islam, apalagi sebelum masuk ke Indonesia telah tersebar
terlebih dahulu ke daerah-daerah Persia dan India, dimana kedua daerah ini
banyak memberi pengaruh kepada perkembangan kebudayaan Indonesia. Dalam
perkembangan agama Islam di daerah Aceh, peranan mubaligh sangat besar, karena
mubaligh tersebut tidak hanya berasal dari Arab, tetapi juga Persia, India,
juga dari Negeri sendiri.
Analisis dan pemikiran tentang
bagaimana sejarah masuknya Islam di Indonesia di pahami
melalui sejumlah teori. Aji Setiawa melihat bahwa datangnya Islam ke nusantara
melalui tiga teori, yaitu:
1. Teori
gujarat, memandang bahwa asal muasal datangnya Islam di Indonesia adalah
melalui jalur perdagangan Gujarat India pada abad 13-14.
2. Teori
persia, lebih menitikberatkan pada realitas kesamaan kebudayaan antara
masyarakat indonesia pada saat itu dengan budaya Persia.
3. Teori
arab berpandangan bahwa pedagang Arab yang mendominasi perdagangan Barat-Timur
sejak abad ke-7 atau 8 juga sekaligus melakukan penyebaran Islam di nusantara
pada saat itu.
Dalam studinya yang tebal Kolonel
G.E Gerini, meyakini bahwa islam sudah masuk ke Aceh dalam abad I Hijriah.
Dalam hubungan ini juga Gerini memastikan tentang sudah beradanya orang-orang
Arab dan Parsi di bagian pantai utara Sumatera, sejak awal Islam.
Kehadiran orang-orang Arab maupun
Parsi di pantai utara Sumatera pada abad permulaan Hijriah dengan sendirinya
menjadi pendorong bagi setiap peneliti untuk meyakinkan tentang sudah beradanya
Islam di sana sejak masa itu. Hal ini meneguhkan catatan dari dinasti T’ang
yang mengungkapkan telah berdirinya pemukiman orang Tashi. Dari tulisan Leur
turut mendukung bahwa Islam sudah masuk di bagian Barat Sumatera pada tahu
674-an.
T.W. Arnold, ketika mengupas Islam
di kepulauan Indonesia mengaitkannya dengan kegiatan dagang para saudagar Arab
ke jurusan Asia Timur. Sejak abad II sebelum masehi, orang Arab sudah meluaskan
perdagangan mereka ke Srilanka. Sejak awal abad VII sesudah Masehi kegiatan
tersebut berlanjut ke Tiongkok melalui laut. Dapat diperkirakan, tulis Arnold,
orang-orang Arab itu sudah membangun pemukiman di beberapa pulau di Nusantara.
Dalam studinya yang kemudian
diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Profesor Syed Naguid
Al-Attas mengatakan bahwa “ catatan yang paling tua mengenai kemungkinan sudah
bermukimnya orang Muslim di kepulauan Indonesia adalah bersumber laporan
Tiongkok tentang pemukiman Arab di Sumatera Utara pada tahun 55 Hijriah atau
674 Masehi.
Profesor Pakistan, Sayid Qadarullah
Fatimi, yang pernah menjadi gurubesar tamu di Singapura, dan membuat riset tentang
masuknya Islam ke Nusantara menyimpulkan:
1. Bahwa telah
terjadi kontak permulaan tahun 674 M
2. Islam masuk
di kota-kota pantai sejak tahun 878 M
3. Islam
memperoleh kekuasaan politik dan awal berkembangnya Islam secara besar-besaran,
sejak tahun 1204 Masehi.
C. Perkembangan
Islam Di Aceh
Ada dua faktor penting yang menyebabkan masyarakat
Islam mudah berkembang di Aceh, yaitu:
1. Letaknya
sangat strategis dalam hubungannya dengan jalur Timur Tengah dan Tiongkok.
2. Pengaruh
Hindu – Budha dari Kerajaan Sriwijaya di Palembang tidak begitu berakar kuat
dikalangan rakyat Aceh, karena jarak antara Palembang dan Aceh cukup jauh.
Faktor-faktor yang menyebabkan Islam
dapat cepat tersebar di seluruh Indonesia, antara lain:
1. Agama Islam
tidak sempit dan berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah ditiru oleh
segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk agama Islam saja cukup dengan
mengucap dua kalimah syahadat saja.
2. Sedikit
tugas dan kewajiban Islam.
3. Penyiaran
Islam itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur sedikit demi sedikit
4. Penyiaran
Islam dilakukan dengan cara bijaksana.
5. Penyiaran
Islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum, dapat dimengerti
oleh golongan bawah dan golongan atas.
Konversi massal masyarakat Nusantara
kepada Islam pada masa perdagangan terjadi karena beberapa sebab, yaitu:
1. Portilitas
(siap pakai) sistem keimanan Islam.
2. Asosiasi
Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan
berinteraksi dengan orang muslim pendatang di pelabuhan, mereka adalah pedagang
yang kaya raya. Karena kekayaan dan kekuatan ekonomi, mereka bisa memainkan
peranan penting dalam bidang politik dan diplomatik.
3. Kejayaan
militer. Orang muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam peperangan.
4. Memperkenalkan
tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai wilayah Asia Tenggara
yang sebagian besar belum mengenal tulisan.
5. Mengajarkan
penghafalan Al-Qur’an. Hapalan menjadi sangat penting bagi penganut baru,
khususnya untuk kepentingan ibadah, seperti sholat.
6. Kepandaian
dalam penyembuhan. Tradisi tentang konversi kepada Islam berhubungan dengan
kepercayaan bahwa tokoh-tokoh Islam pandai menyembuhkan. Sebagai contoh, Raja
Patani menjadi muslim setelah disembuhkan dari penyakitnya oleh seorang Syaikh
dari Pasai.
7. Pengajaran
tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai kekuatan jahat dan
kebahagiaan di akhirat kelak.
Melalui faktor-faktor dan
sebab-sebab tersebut, Islam cepat tersebar di seluruh Nusantara sehingga pada
gilirannya nanti, menjadi agama utama dan mayoritas negeri ini.
D. Pengkajian
Islam Pada Tiga Kerajaan Islam Di Aceh
1. Zaman
Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan
Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada
abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua
bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun
1444 M/ abad ke-15 H).
Menurut Ibnu
Batutah, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam di Asia
Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu
Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada
para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di
Masjid menggunakan pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan
para alim pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin
dari Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau
halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru
duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid
menghadap guru.
2. Zaman
Kerajaan Perlak
Kerajaan
Islam kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang pertama Sultan
Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasai dan Perlak terjalin kerja
sama yang baik sehingga seorang Raja Pasai menikah dengan Putri Raja Perlak.
Perlak merupakan daerah yang terletak sangat strategis di Pantai Selat Malaka,
dan bebas dari pengaruh Hindu.
Kerajaan
Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah
disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab,
tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan
tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh
Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada
akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan pertama.
3. Zaman
Kerajaan Aceh Darussalam
Proklamasi
kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan
Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin
Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah
(1507-1522 M).
Pada masa
kejayaan kerajaan Aceh, masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636) oleh
Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat beribadah umat Islam, salah
satu masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman, yang juga dijadikan sebagai
Perguruan Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas).
Dengan
melihat banyak para ulama dan pujangga yang datang ke Aceh, serta adanya
Perguruan Tinggi, maka dapat dipastikan bahwa kerajaan Aceh menjadi pusat studi
Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J.
Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam.
Sultan
Alaiddin Abdul Aziz ( Pembangun Awal Kebudayaan Islam di Indonesia). Dalam
mengembangkan Tamadun dan kebudayaan Islam. Kerajaan Islam perlak melaksanakan
dengan sungguh-sungguh ajaran yang terkandung dalam lima ayat pertama Surah Al
Alaq, yang berintikan perintah wajib belajar segala macam ilmu pengetahuan.
Wajib belajar tulis-baca dan wajib belajar mengarang untuk mengabadikan ilmu
pengetahuan yang telah dipelajarinya.
Kerajaan
Islam Perlak dengan cepat membangun pusat-pusat pendidikan di tiap-tiap kampung
yang dinamakan madrasah, yang kemudian dalam perjalanan sejarah berubah menjadi
meunasah, yang tetap ada sampai sekarang di tiap-tiap kampung di Aceh. Pada
tiap-tiap mukim, Kerajaan Islam Perlak mendirikan balai pendidikan lanjutan
yang dinamakan zawiyah, yang kemudian berubah menjadi dayah.
Pada tingkat
kerajaan di dirikan sebuah pusat pendidikan tinggi yang diberi nama zawiyah
Cotkala, yang berlokasi di Bayeun, dekat Perlak. Dari sinilah lahir
ulama-ulama, mujahid-mujahid dakwah dan para pemimpin, yang kemudian ikut
mengembangkan dakwah islamiyah dan membangun kebudayaan islam di seluruh Asia
Tenggara.
Sultan
Alaiddin Johan Syah ( Pembangun Pusat Kebudayaan Islam Banda Aceh).
Ada
kesepakatan sejumlah naskah tua dan catatan-catatan para pengembara ilmiayah,
bahwa Johan Syah adalah pembangun kota Banda Aceh Darussalam, sebagai ibukota
kerajaan Islam. Banda Aceh Darussalam tidaklah lahir mendadak, tidak didahului
oleh peristiwa-peristiwa lain sebelumnya. Banda Aceh sebagai pusat kegiatan
politik, ekonomi, militer, ilmu pengetahuan, adan sosial budayadi belahan timur
dunia, sebelum ia lahir keadaan lingkungan di ujung Utara Pulau Sumatera ini
telah menjadi matang untuk kelahirannya. Dari keterangan-keterangan yang
diperoleh dan ditmbah lagi dengan penemuan batu-batu nisan di kampung pande,
antara lain batu nisan sultan Firman Syah,cucunya Johan Syah maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
a. Banda Aceh
sebagai ibukota Kerajaan Aceh Darussalam dibangun pada ahari jumat, 1 Ramadhan
601 H.
b. Pembangunan kota
Banda Aceh Darussalam pada tanggal tersebut sultan Johan Syah, pendiri Kerajaan
Aceh Darussalam, setelah berhasil menaklukkan Kerajaan Indra Purba yang Hindu/
Budha dengan ibukotanya Bandar Lamuri.
c. Istananya
dibangun di tepi Kuala Naga di kampung Pande sekarang, dengan nama Kandang
Aceh.
d. Pada masa
pemerintahan cucnya, Sultan Mahmud Syah, istananya dibangunyang baru di
seberang Kuala Naga yang telah berubah namannya menjadi Kuta Dalam Darud Dunia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa dearah
Indonesia yang mula-mula di masuki Islam ialah daerah Aceh. Analisis
dan pemikiran tentang bagaimana sejarah masuknya Islam di Indonesia di pahami
melalui sejumlah teori. Aji Setiawa melihat bahwa datangnya Islam ke nusantara
melalui tiga teori, yaitu:
Teori gujarat, memandang bahwa asal muasal datangnya
Islam di Indonesia adalah melalui jalur perdagangan Gujarat India pada abad
13-14. Teori persia, lebih menitikberatkan pada realitas kesamaan kebudayaan
antara masyarakat indonesia pada saat itu dengan budaya Persia. Teori arab
berpandangan bahwa pedagang Arab yang mendominasi perdagangan Barat-Timur sejak
abad ke-7 atau 8 juga sekaligus melakukan penyebaran Islam di nusantara pada
saat itu.
Ada dua faktor penting yang menyebabkan masyarakat
Islam mudah berkembang di Aceh, yaitu: Letaknya sangat strategis dalam
hubungannya dengan jalur Timur Tengah dan Tiongkok. Dan pengaruh Hindu –
Budha dari Kerajaan Sriwijaya di Palembang tidak begitu berakar kuat dikalangan
rakyat Aceh, karena jarak antara Palembang dan Aceh cukup jauh.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang
akan datang. Penulis mengharap semoga makalah ini bermanfaat sebagai penambah
wawasan pembaca dalam mengetahui Kedatangan Islam di Nusantara.
DAFTAR
PUSTAKA
Said. Muhammad. (1961). Aceh
Sepanjang Abad jilid I. Medan: Harian Waspada.
Djamil, M. Junus dan H. Anas M.
Yunus. (2005). Gerakan Kebangkitan Aceh (Kumpulan Sejarah Muhammad
Junus Djamil). Bandung CV. Jaya Mukti.
Hasjmy, Ali. (1990). Sejarah
kabudayaan Islam di Indonesia. Banda Aceh: Bulan Bintang.
Post a Comment for "Kedatangan islam di nusantara"