Kekuasaan, wewenang dan kepimpinan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekuasaan
adalah kemampuan untuk bertindak atau memerintah sehingga dapat menyebabkan
orang lain bertindak, pengertian disini harus meliputi kemampuan untuk membuat
keputusan mempengaruhi orang lain dan mengatasi pelaksanaan keputusan itu.
Biasanya dibedakan antara kekuasaan yang berarti dalam kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain sehingga dapat menyebabkan orang lain tersebut
bertindak dan wewenang yang berarti hak untuk memerintah orang lain.
Melaksanakan
kekuasaan (power) menuju jalan sukses sangat bergantung kepada yang disebut
dengan 1) kekuasaan yang sah ; 2) mekanisme sistem informasi ; 3) partisipasi
aktif dari bawahan. Oleh karena itu, wewenang memberi kekuatan dan bila salah
mengaktualisasikan dapat merusak karena sifat mementingkan diri sendiri
diperluas dengan wewenang. Jadi penggunaan wewenang adalah soal kepercayaan.
Dengan
demikian kepemimpinan entrepreneur menggunakan wewenangnya dengan hati-hati dan
dengan pertimbangan, sehingga ia hanya membutuhkan wewenang secukupnya agar
memungkinkan dia secara efektif melaksanakan tanggung jawabnya dan
menyumbangkan apa yang dibutuhkan oleh suatu organisasi yang dipimpinnya,
sehingga dalam kepemimpinan entrepreneur tidak menganggap wewenangnya sebagai kekuatan
untuk mengatur bawahannya tetapi lebih tepat sebagai kekuatan untuk membuat
keputusan yang dapat diarahkan pada tujuan organisasi. Jika dirasakan
wewenangnya tidak cukup untuk melaksanakan pekerjaanya dengan baik, maka dia
akan mencoba membujuk pimpinannya agar mendelegasikannya lebih banyak sejalan
dengan kebutuhan.
B. Rumusan masalah
1.
Apa itu kekuasaan, wewenang dan
kepemimpinan?
2.
Bagaimana hakikat kekuasaan dan
sumbernya?
3.
Bagaimana sifat kepemimpinan?
BAB II
PEMBAHASAN
KEKUASAAN, WEWENANG, DAN KEPEMIMPINAN
Kekuasaan, wewenang, dan kepemimpinan sangat berkaitan dengan suatu
keahlian tertentu dalam pengaturan-pengaturan kehidupan suatu masyarakat. Hal
ini menarik perhatian para ahli sosial terutama karena fungsi dan
peranan-peranan serta kedudukan seseorang dalam kemampuan mengatur hidup
sejumlah manusia. Dari masyarakat masih bersifat sederhana hingga kompleks
seperti zaman sekarang ini, perbincangan tentang kekuasaan, wewenang, dan
kepemimpinan semakin mengemuka karena pengaturan yang dilakukan semakin rumit
dan semakin membutuhkan keahlian dari seseorang untuk menjalankan pengaturan
tersebut.
A. KEKUASAAN
Kekuasaan (authority)
adalah kemampuan untuk memerintah dan memberi keputusan yang baik secara
langsung maupun tidak mempengaruhi tindakan-tindakan pihak lainnya. Melihat
sifat ilmu sosial yang tidak etis-normatif maka kekuasaan memiliki pengertian
yang netral untuk melihat baik dan buruknya perlu dilihat penggunaannya bagi
keperluan masyarakat.
Kekuasaan
mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juat manusia. Oleh karena
itu, kekuasaan (power) sangat menarik perhatian para ahli ilmu pengetahuan
kemasyarakatan. Adanya wewenang maupun kekuasaan merupakan suatu pengaruh yang
nyata atau potensial. Mengenai pengaruh tersebut, lazimnya diadakan
perbedaan, sebagai berikut:
1.
Pengaruh bebas yang didasarkan pada
komunikasi dan bersifat persuasif.
2.
Pengaruh tergantung atau tidak bebas
menjadi aktif yang terbagi menjadi dua ha, yaitu:
a.
Pihak yang berpengaruh membantu
pihak yang dipengaruhi untuk mencapai tujuannya.
b.
Pihak yang berpengaruh mempunyai
pengaruh di dalam kemampuan.
HAKIKAT KEKUASAAN DAN SUMBERNYA
Kekuasaan
merupakan kemampuan untuk mempengaruhi orang-orang lain. Melalui pemahaman
tersebut, di manapun juga manusia berada dan bermasyarakat, fenomena kekuasaan,
dalam bentuk yang bermacam-macam, pasti dimiliki oleh masyarakat tersebut. Max
Weber (1946, dalam Soekanto, 2003:268) mengatakan, kekuasaan adalah kesempatan
seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan
kemauan-kemauan sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap
tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu. Kekuasaan
memiliki berbagai macam bentuk dan sumber untuk mendapatkannya.
Sumber-sumber-sumber kekuasaan diantaranya adalah hak milik kebendaan dan
kedudukan. Birokrasi pun merupakan salah satu sumber kekuasaan, disamping
kemampuan khusus di bidang-bidang ilmu pengetahuan tertentu, serta atas dasar
peraturan-peraturan hukum.
Kekuasaan
sesungguhnya terjadi di mana-mana. Pada umumnya kekuasaan tertinggi berada
dalam sebuah organisasi masyarakat yang sangat besar yang bernama negara. Secara
formal negara memiliki hak melaksanakan kekuasaan tertinggi, dan bilaman perlu,
digunakan paksaan dalam melaksanakan kekuasaan tersebut. Negara pun
membagi-bagikan kekuasaan yang lebih rendah derajatnya, hal demikian dinamakan
dengan kedaulatan. Kedaulatan dijalankan oleh sekelompok kecil masyarakat
sebagairuling class dan setiap ruling class selalu
ada pemimpinnya.
Pelaksanaan
kekuasaan pada kenyataannya seringkali tidak semulus yang diharapkan oleh kaum
yang berkuasa. Rasa ketidakpuasan dari yang dikuasai dapat saja muncul karena
perbedaan-perbedaan alam pikiran yang menguasai dengan yang dikuasai. Untuk
menjalankan kekuasaan secara lancar, pihak penguasa senantiasa berusaha untuk
mendapatkan dukungan dari yang dikuasai. Hal ini untuk menyatakan bahwa kekuasaan
yang diselenggarakan memiliki legitimasi atau legal dan baik bagi masyarakat
bersangkutan. Untuk mendapatkan dukungan dari pihak lain, golongan yang
berkuasa harus berupaya menanamkan kekuasaannya melalui jalan menghubungkan
dengan kepercayaan dan perasaan-perasaan yang kuat di dalam
masyarakat. Cara ini pada dasarnya terwujud dalam nilai dan norma (Mosca, 1939,
dalam Soekanto, 2003:269).
UNSUR-UNSUR SALURAN KEKUASAAN DAN DIMENSINYA
Kekuasaan
yang dapat dijumpai pada interaksi sosial antara manusia maupun antara kelompok
mempunyai beberapa unsur pokok, yaitu:
1.
Rasa takut, perasan takut kepada
penguasa membuat pihak lain memunculkan sikap patuh terhadap segala kemauan dan
tindakan penguasa yang ditakuti.
2.
Rasa cinta, kecintaan akan
menghasilkan perbuatan-perbuatan yang baik. Sebagaimana halnya rasa takut,
kecintaan terhadap penguasa akan menimbulkan kepatuhan karena rasa menyenangkan
semua pihak.
3.
Kepercayaan, kepercayaan merupakan
hasil dari hubungan simetris yang asosiatif. Dasar kepecayaan didapatkan karena
masing-masing pihak telah mengetahui pihak lain. Melalui rasa kepercayaan,
segala keinginan suatu pihak akan dilaksanakan pencapaiannya oleh pihak lain,
meski dalam tataran tertentu pihak ynag melaksanakan keinginan tidak mengetahui
secara pasti maksud dari pihak yang memiliki keinginan.
4.
Pemujaan, memberi arti bahwa
penguasa adalah pihak yang dipuja. Akibatnya, apapun yang dilakukan oleh pihak
yang dipuja selalu benar, atau setidaknya dianggap sebagai kebenaran.
Apabila
dilihat dalam masyarakat, maka kekuasaan di dalam pelaksanaannya melalui
saluran-saluran, sebagai berikut:
1.
Saluran Militer, penguasa lebih
cenderung menggunakan paksaan dengan maksud menimbulkan rasa takut
masyarakatnya, sehingga tunduk pada kemauan penguasa.
2.
Saluran Ekonomi, penguasa cenderung
menguasai sendi-sendi kebutuhan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Penguasaan atas sendi pemenuhan kebutuhan hidup tersebut membuat rakyat tidak
memiliki pilihan lain dan penguasa dapat melaksanakan perintah-perintahnya melalui
peraturan-peraturan yang disertai atribut sanksi.
3.
Saluran Politik, penguasa membuat
peraturan melalui badan-badan yang bewenang dan sah menurut masyarakat. Hal ini
dibuat untuk meyakinkan dan memaksa masyarakat mentaati peraturan yang
dikeluarkan penguasa.
4.
Saluran Tradisional, terjadi
menyesuaian antara tradisi pemegang kekuasaan dengan tradisi yang ada dalam
masyarakat. Kesesuaian tersebut membuat pelaksaan kekuasaan dapat berjalan
lancar.
5.
Saluran Ideologi, doktrin-doktrin
atau ajaran dikeluarkan penguasa yang bertujuan menerangkan sekaligus menjadi
pembenaran pelaksanaan kekuasaannya. Doktrin dan ajaran yang dikeluarkan
disampaikan secara berulang dan masuk ke dalam ranah bawah sadar masyarakat,
sehingga doktrin tersebut terinternalisasi dalam jiwa masyrakatnya.
CARA MEMPERTAHANKAN KEKUASAAN
Setiap
penguasa memiliki kecenderungan untuk mempertahankan kekuasaannya. Manusia
menurut hakikatnya selalu memiliki hasrat untuk berkuasa, baik berkuasa untuk
dirinya maupun berkuasa untuk pihak lain. Karenanya mempertahankan kekuasaan
menjadi hal yang penting dalam konteks penguasa, diperlukan suatu cara untuk
mempertahankannya, yaitu:
1.
Menghilangkan segenap
peraturan-peraturan lama, terutama dalam bidang politik
2.
Mengadakan sistem-sistem kepercayaan
(belief-systems) yang akan dapat memperkokoh kedudukan penguasa atau
golongannya.
3.
Melaksanakan adminitrasi dan
birokrasi yang baik.
4.
Mengadakan konsolidasi horizontal
dan vertikal.
B. WEWENANG
Wewenang
merupakan kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang yang memiliki
dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat. Wewenang memiliki arti
sebagai suatu hak yang telah ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk
menetapkan kebijaksanaan, menentukan keputusan, dan meyelesaikan pertentangan.
Hak tersebut dapat diartikan sebagai hak yang dimiliki oleh seseorang atau
sekelompok orang; dengan demikian wewenang memiliki tekanan pada hak bukan pada
kekuasaannya. Kekuasaan tanpa wewenang dapat dianggap kekuatan yang dianggap
tidak sah oleh masyarakat. Kekuasaan harus mendapatkan pengakuan dan pengesahan
dari masyarakat agar kekuasaan tersebut memiliki wewenang.
Bentuk-bentuk wewenang secara umum terbagi atas empat bentuk, yaitu:
1.
Wewenang kharismatis, tradisional,
dan legal
Wewenang kharismatis tidak diatur oleh kaidah-kaidah melainkan pada
kemampuan khusus bersifat gaib pada diri seseorang. Wewenang tradisional
merujuk pada kaidah seseorang merupakan bagian dari kelompok yang sudah lama
memiliki kekuasaan dalam masyarakat. Wewenang rasional disandarkan pada kaidah
atau sistem hukum yang berlaku dan wewenangnya memiliki jangka waktu yang
terbatas.
2.
Wewenang resmi dan tidak resmi
Wewenang resmi bersifat sistematis, diperhitungkan, dan rasional. Wewenang
tidak resmi dapat merupakan hasil dari sifat kondisional dalam masyarakat,
sehingga tidak bersifat sistematis meski melalui perhitungan-perhitungan yang
rasional.
3.
Wewenang pribadi dan teritorial.
Wewenang pribadi bergantung pada solidaritas antara anggota kelompok dan
berpusat pada seseorang tanpa mengenal batas (contoh petani dengan buruh tani).
Wewenang teritorial menekankan pada sentralisasi wewenang yang didasarkan
pada wilayah tempat tinggal (contoh RT atau RW).
4.
Wewenang terbatas dan menyeluruh
Dikatakan wewenang terbatas apabila tidak mencakup semua sektor kehidupan
atau terbatas pada bidang tertentu. Wewenang menyeluruh adalah wewenang yang
tidak terbatas ada suatu bidang saja, melainkan pada keseluruhan bidang
kehidupan masyarakat.
C. KEPEMIMPINAN
(LEADERSHIP)
Kepemimpinan
memiliki makna kemampuan seseorang yang diberi kekuasaan dan wewenang untuk
mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan dapat dibedakan sebagai kedudukan dan
sebagai proses sosial. Dari sudut kedudukan, kepemimpinan adalah suatu kompleks
dari hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh seseorang. Dari sudut proses
sosial, kepemimpinan meliputi segala tindak yang dilakukan seseorang atau
kelompok yang menyebabkan respon gerak dari masyarakat.
Kepemimpinan
terbangun dari kemampuan seseorang dan mendapat pengakuan masyarakat. Sifat
kepemimpinan ada dua, yaitu kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal.
Perbedaan antara keduanya didasarkan pada landasan gerak, kepemimpinan formal
dalam pelaksanaannya harus berada di atas landasan-landasan atau
peraturan-peraturan resmi sehingga daya cakupnya terbatas; sementara
kepemimpinan informal didasarkan pada pengakuan dan kepercayaan yang diberikan
oleh masyarakat, sehingga memiliki ruang lingkup tanpa batas-batas resmi.
SIFAT KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan
merupakan hasil organisasi sosial yang telah terbentuk atau sebagai hasil
dinamika interaksi sosial. Di setiap kelompok akan selalu terdapat individu
yang melakukan peranan yang lebih aktif daripada individu lain dalam kelompok
tersebut. Hal itu merupakan awal terbentuknya kepemimpinan. Munculnya
kepemimpinan sangat diperlukan dalam keadaan-keadaan upaya pencapaian tujuan
suatu kelompok mengalami hambatan dan apabila suatu kelompok mengalami ancaman
dari luar. Pada kondisi demikian muncul individu yang memiliki kemampuan
menonjol yang diharapkan mampu menanggulangi segala kesulitan yang dihadapi.
Dengan kata lain, kepemimpinan akan muncul karena dasar kebutuhan dari suatu
kelompok.
Sifat-sifat
yang disyaratkan bagi seorang pimpinan tidak sama pada setiap masyarakat.
Idealnya seorang pemimpin pada dasarnya adalah seseorang yang peka atau mampu
mengidentifikasi kebutuhan masyarakat dan hambatan dalam pencapaian kebutuhan
masyarakatnya. Diperlukan sikap idealis ketimbang mementingkan jabatannya sebagai
pimpinan. Tak jarang terjadi perpecahan dalam masyarakat karena pemimpin
dianggap tidak memiliki kapasitas bagi masyarakat untuk mencapai tujuan atau
kebutuhan mereka.
Beberapa
kebudayaan menggambarkan tugas seorang pemimpin sebagai contoh tauladan bagi
seluruh anggota masyarakat. Pemimpin harus memiliki karakter dan menjelaskan
cita-citanya kepada masyarakat dengan cara-cara yang jelas dan menentukan
tujuan umum serta mengantisipasi segala hambatan yang terjadi atau mungkin
terjadi dikemudian hari. Selain itu pemimpin juga harus dapat mengikuti
kehendak masyarakat, seorang pemimpin harus turut merasakan apa yang menjadi
kebutuhan dan apa prioritas yang diinginkan oleh warganya. Pemimpin pun
memiliki tugas sebagai pengawal perkembangan masyarakat agar tidak keluar dari
norma-norma dan nilai-nilai yang dipandang berharga oleh warga masyarakat.
Secara ringkas, sendi kepemimpinan adalah harmoni; memiliki fungsi membimbing
masyarakat.
SANDARAN KEPEMIMPINAN DAN KEPEMIMPINAN EFEKTIF
Seorang
pemimpin harus memiliki sandaran atau basis kemasyarakatan (social basis).
Pemimpin, bagaimanapun sangat erat hubungannya dengan masyarakat dan menjadi
fokus utama baik dari dalam maupun dari luar teritori masyarakat. Kekuatan
kepemimpinan ditentukan oleh suatu lapangan kehidupan masyarakat yang pada
waktu tertentu mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat (cultural
focus).
Setiap
kepemimpinan harus mewujudkan tercapainya kepemimpinan yang efektif dengan
memperhitungkan social basisnya. Perhitungan tersebut guna
menghindarkan dari ketegangan-ketegangan dan juga menghindarkan kepemimpinan
dibawah aturan pihak lain yang mengemudikan atau terhindar dari kepemimpinan
boneka.
Pemimpin
yang efektif kelihatannya tidak mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan
mereka yang tidak efektif sehingga para ahli perilaku dalam
ilmu manajemen tidak lagi meneliti tentang apa persyaratan (kriteria)
seorang pemimpin yang efektif melainkan meneliti hal-hal yang dilakukan
oleh pemimpin yang efektif. Bagaimana mereka mendelegasikan tugas, mengambil
keputusan, berkomunikasi, dan memotivasiwarganya. Perilaku pemimpin
merupakan sesuatu yang dapat dipelajari, jadi seseorang yang dilatih
kepemimpinan yang tepat akan menjadi pemimpin yang efektif.
Perilaku
pemimpin ini disebut juga gaya kepemimpinan (style
of leadership). Berbagai gaya kepemimpinan telah diteliti dan
ditemukan bahwa setiap pemimpin telah diteliti dan ditemukan bahwa setiap
pemimpin bisa mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda antara yang satu dengan
yang lain, dan tidak mesti suatu gaya kepemimpinan yang satu lebih baik atau
lebih jelek daripada gaya kepemimpinan yang lainya. Para ahli mencoba
mengelompokkan gaya kepemimpinan dengan menggunakan sutu dasar tertentu. Dasar
yang sering dipergunakan adalah tugas yang dirasakan harus dilakukakan oleh
pemimpin. Ada berbagai gaya kepemimpinan antara lain :
1. The
authocratic leader
Seorang pemimpin yang otokratik
menganggap bahwa semua kewajiban untuk mengambil keputusan, untuk menjalankan
tindakan, dan untuk mengarahkan tindakan, dan untuk mengarahkan, memberi
motivasi dan mengawasi masyarakatterpusat ditangannya. Seorang pemimpin
yang otokratik mungkin memutuskan, dan punya perasaan
bahwa warganya tidak mampu untuk baranggapan mempunyai posisi yang
kuat untuk mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan pekerjaaan dengan maksud untuk
meminimumkan penyimpangan dari arah yang ia berikan.
2. The
Paticipative Leader- Cara Demokratis
Pemimpin menggunakan gaya
partisipasi ia menjalankan kepemimpinan dengan konsultasi. Ia tidak
mendelegasikan wewenangnya untuk membuat keputusan akhir dan untuk memberikan
pengarahan tertentu kepada warga atau anggota kelompoknya. Tetapi ia
mencari berbagai pendapat dan pemikiran dari wargamengenai keputusan yang
akan diambil. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan
mengambil keputusan dari warganya sehingga pikiran–pikiran mereka
akan selalu meningkat dan matang. Para warga masyarakat juga didorong
agar meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dan menerima tanggung jawab yang
lebih besar. Pemimpin akan lebih supportiv” dalam kontak
dengan anggota masyarakat dan bukan menjadi bersikap diktator.
Meskipun demikian, wewenang terakhir dalam pengambilan keputusan terletak pada
pimpinan.
3. The Free
Rein Leader- Cara Bebas
Dalam gaya kepemimpinan free
rein pemimpin bersifat pasif. Ia mendelegasikan wewenang
untuk mengambil keputusan kepada warga masyarakat. Pada prinsipnya
pimpinan menyerahkan tujuan sepenuhnya pada kelompok. Disini pimpinan
menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada
para anggota masyarakatnya. Dalam artian pimpinan menginginkan
agarmasyarakat mampu mengendaliakan diri mereka sendiri di dalam
menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pimpinan tidak akan membuat
peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan tersebut, melainkan
menyediakan sarana yang diperlukan oleh kelompok atau warga
masyarakatnya, dan hanya para bawahan dituntut untuk memiliki kemampuan/keahlian
yang tinggi, sementara ia berada di tengah kelompok dan berperan sebagai
penonton.
Ketiga kategori tersebut dapat
berlangsung secara bersamaan karena cara atau metode yang terbaik seringkali
bergantung pada situasi yang dihadapi. Karenanya pemimpinpun dituntut memiliki
keluwesan bertindak sesuai dengan situasi yang terjadi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepemimpinan
entrepreneur yang berbeda akan berperan sebagai pimpinan sesuai dengan
jabatannya yang memberikan arah persfektif, posisi masa depan dan kinerja yang
sejalan dengan kapasitas untuk menterjemahkan kedalam kegiatan yang akan
dilakukan oleh orang lain. Jadi keuksesan akan bergantung kepada kemampuan
mempengaruhi orang lain.
Dengan
pemikiran diatas bagaimana mendapatkan kekuasaan dengan memberikan caranya
berarti usaha dalam membangun kebiasaan yang produktif kedalam kekuatan
karekter dari kepemimpinan yang memiliki kekuasaan dan wewenang. Oleh karena
itu 10 prinsip yang dikemukakan disini menjadi piramid kekuasaan yang telah
kita uraikan diatas. Sejalan dengan pemikiran diatas maka peramid kekuasaan
dapat digambarkan sebagai model bagaimana mendapatkan kekuasaan melalui
kekuatan dari prinsip 1) kepercayaan ; 2) menghargai ; 3) mengakui kesalahan.
Jadi bila
model tersebut hendak diaplikasikan menjadi kekuatan kepemimpinan untuk
menuntun pengaruh karekter menjadi kekuasaan dan wewenang yang dapat
mempengaruhi orang lain, maka ia harus ditopang dengan prinsip yang disebut 4)
jelaskan apa yang menjadi tanggung jawab mereka ; 5) berikan wewenang yang
seimbang dengan tanggung jawan mereka ; 6) rumuskan standard yang memuaskan ;
7) lengkapi mereka dengan pelatihan dan pengembangan agar mereka dapat memenuhi
ketentuan standard ; 8) berikan pengetahuan dan informasi ; 9) siapkan mereka
dengan umpan balik atas kinerja mereka ; 10) tantang mereka dengan kemuliaan
dan hormati.
B.
Saran
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritk
dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto soerjono. Sosiologi
suatu pengantar.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,
1982.
Bouman. Ilmu
masyarakat Umum. Terjemahan Susjono. Jakarta: PT.Pembangunan, 1956.
Khoe Soe
Khiam. Sendi sendi Sosiologi ( ilmu masyarakat).
Bandung:Penerbit.Ganaco, 1963
Koentjaraningrat
(ed). Masyarakat Desa di Indonesia Masa Ini. Jakarta: Yayasan Badan
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964.
Post a Comment for "Kekuasaan, wewenang dan kepimpinan"