Komplikasi kehamilan trimester II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tanda bahaya kehamilan harus dikenali dan terdeteksi
sejak dini sehingga dapat
ditangani dengan benar karena
setiap tanda bahaya kehamilan bisa mengakibatkan komplikasi kehamilan.
Berdasarkan penilitian, telah diakui saat ini bahwa setiap kehamilan dapat
memiliki potensi dan membawa risiko bagi ibu. WHO memperkirakan sekitar 15%
dari seluruh wanita hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan
dengan kehamilannya dan dapat mengancam jiwanya. Bidan sebagai pemberi
pelayanan kebidanan akan menemukan wanita hamil dengan komplikasi-komplikasi
yang mungkin dapat mengancam jiwa.
Oleh karena itu, bidan harus dapat mendeteksi sedini
mungkin terhadap tanda-tanda bahaya pada ibu hamil yang mungkin akan terjadi,
karena setiap wanita hamil tersebut beresiko mengalami komplikasi. Yang sudah
barang tentu juga memerlukan kerjasama dari para ibu-ibu dan keluarganya, yang
dimana jika tanda-tanda bahaya ini tidak dilaporkan atau tidak terdeteksi,
dapat mengakibatkan kematian ibu.
Kematian ibu yang terjadi
pada waktu kehamilan 90%
disebabkan oleh komplikasi
obstetric, yang sering
tidak diramalkan pada saat kehamilan. Komplikasi obstetri
secara langsung adalah
Perdarahan, infeksi dan eklamsia. Secara tidak
langsung
kematian ibu juga dipengaruhi oleh
keterlambatan ditingkat keluarga
dalam mengenali tanda bahaya kehamilan dan membuat
keputusan untuk
segera mencari
pertolongan. Keterlambatan
dalam mencapai fasilitas
kesehatan dan pertolongan
difasilitas pelayanan kesehatan
. Angka kematian ibu di Indonesia masih yang tertinggi di ASEAN.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas penulis merumuskan masalah tentang komplikasi kehamilan
trimester II.
BAB II
PEMBAHASAN
KOMPLIKASI KEHAMILAN TRIMESTER II
A.
Anemia dalam
kehamilan
Pengertian
Anemia
adalah suatu penyakit dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal. Anemia kehamilan yaitu ibu hamil dengan kadar Hb <11g% pada
trimester I dan III atau Hb <10,5g% pada trimester II. Pada tahun 2007,
prevalensi anemia pada ibu hamil di negara berkembang 43% dan 12% pada wanita
hamil di negara maju. Di Indonesia
prevalensi anemia kehamilan relatif tinggi, yaitu 38%-71.5% dengan
rata-rata 63,5%.
Sebagian
besar anemia penyebabnya adalah kekurangan zat besi. Zat besi adalah salah satu
unsur gizi yang merupakan komponen pembentuk Hb atau sel darah merah.
Klasifikasi
anemia dalam kehamilan
Klasifikasi anemia dalam kehamilan
menurt (Soebroto,2009) sebagai berikut :
1. Anemia
defisiensi zat besi
Adalah
anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Anemia ini terjadi
pada sekitar 62,3% pada kehamilan, merupakan anemia yang paling sering dijumpai
pada kehamilan. Hal ini disebabkan oleh kurang masuknya unsur zat besi dan
makanan karena gangguan resorpsi, gangguan-gangguan atau karena besi keluar
terlampau banyak dari badan, misalnya pada perdarahan. Keperluasan besi
bertambah dalam kehamilan terutama pada trimester terakhir. Keperluan zat besi
untuk wanita hamil 17 mg, juga untuk wanita menyusui 17 mg.
Tanda dan gejala :
§
Rambut rapuh dan halus serta kuku
tipis, rata dan mudah patah disebabkan karena kekurangan gizi.
§
Lidah tampak pucat, licin dan
mengkilat, berwarna merah daging, stomatitis algularis, pecah-pecah disertai
kemerahan dan nyeri sudut mulut disebabkan karena kekurangan gizi.
§
Pengobatan biasanya dengan memenuhi
kebutuhan zat besi, misalnya dengan perbaikan pola makan atau pemberian tablet
besi.
2. Anemia
megaloblastik
Anemia ini
terjadi pada sekitar 29% pada kehamilan. Biasanya disebabkan oleh defisiensi
asam folat, jarang sekali karena defisiensi vitamin B12. Hal itu erat
hubungannya dengan defisiensi makanan.
Gejala-gejalanya :
§
Malnutrisi disebabkan karena
kekurangan gizi pada tubuh
§
Glositis berat (lidah meradang,
nyeri) disebabkan karena kekurangan gizi pada tubuh
§
Diare disebabkan karena sistem
kekebalan tubuh yang menurun dan pola makan.
§
Kehilangan nafsu makan disebabkan
karena kekebalan tubuh menurun, tubuh yang lemah sehingga menyebabkan nafsu
makan hilang.
3. Anemia
hipoplastik
Adalah
anemia yang disebabkan oleh sum-sum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah
baru. Anemia ini terjadi pada sekitar 8% kehamilan. Etiologi anemia hipoplastik
karena kehamilan belum diketahui dengan pasti. Biasanya anemia hipoplastik
karena kehamilan, apabila wanita tersebut telah selesai masa nifas maka anemia
akan sembuh dengan sendirinya. Dalam kehamilan berikutnya ia mengalami anemia
hipoplastik lagi.
Ciri-ciri:
Pada darah tepi terdapat gambaran normositer dan normokrom,
tidak ditemukan ciri-ciri defisiensi besi, asam folat atau vitamin B12. Sumsum
tulang bersifat normblastik dengan hipoplasia eritropoesis yang nyata. Penurunan jumlah sel yang nyata dalam jaringan yang mengakibatkan penurunan fungsi sumsum
tulang sehingga produksi sel darah merah berkurang.
4. Anemia
hemolitik
Adalah
anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih
cepat daripada pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan
kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi
bila terjadi kelainan pada organ-organ fital.
Anemia ini
terjadi pada sekitar 0,7% kehamilan. Pengobatan tergantung pada jenis anemia
himolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi, maka infeksinya
diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun pada jenis
obat-obatan, hal ini tidak memberihasil. Wanita dengan anemia hemolitik
biasanya sulit hamil. Apabila hamil, biasanya anemia menjadi berat. Sebaliknya,
mungkin pula kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya
tidak menderita anemia.
Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya
kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau
keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis
(destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel
darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau
akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel
darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi)
terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial
terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang
sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan
bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada
sclera. Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa
makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan
oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting,
Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika
kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah,
Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah,
1998).
Etiologi
Penyebab
anemia umumnya adalah :
1)
Kandungan zat besi dari makanan yang
dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan.
2)
Meningkatnya kebutuhan tubuh akan
zat besi
3)
Meningkatnya pengeluaran zat besi
dari tubuh misalnya perdarahan, keacingan, malaria, penyakit TBC.
4)
Kurang nutrisi (malnutrisi)
5)
Kurang zat bezi dalam diet
6)
Malabsorbsi
7)
Kehilangan darah yang banayk,
persalinan yang lalu, haid dan laian-lain
8)
Penyakit-penyakit kronis : TBC,
paru-paru, cacing usus, malaria dan lain-lain
Tanda dan Gejala:
Gejala yang
mungkin timbul pada anemia yaitu :
1)
Merasa lemah / cepat lelah : Pasokan
energi tubuh sangat bergantung pada oksidasi dan sel darah merah. Semakin
rendah sel darah merah, tingkat oksidasi dalam tubuh ikut berkurang.
2)
Sakit kepala : Kekurangan darah
merah membuat otak kekurangan oksigen. Hal ini sering menyebabkan sakit kepala
3)
Detak jantung yang cepat : Ketika
tubuh mengalami kekurangan oksigen, denyut jantung meningkat. Hal ini
menyebabkan jantung berdebar tidak teratur dan cepat.
4)
Pucat dan mudah pingsan, pucat
disebabkan karena terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah sedangkan pingsan
karena suplai darah di otak yang berkurang dan otak kekurangan oksigen
Penatalaksanaan
1)
Meningkatkan konsumsi makanan
bergizi
2)
Menambahkan pemasukan zat besi ke dalam
tubuh dengan minum tablet tambah darah.
3)
Mengobati penyakit yang menyebabkan
atau memperberat anemia seperti kecacingan, malaria, penyakit TBC.
B.
Hiperemesis
gravidarum
Pengertian
Hiperemesis
gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada waktu hamil sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari dan keadaan umumnya menjadi buruk, karena
terjadi dehidrasi.
Patofisiologis
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual
dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan
dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik.
Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan
karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi
lemak yang tidak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam
aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan
yang diminum dan kehilangan cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium
dan klorida darah turun, demikian pula klorida air kemih. Selain itu dehidrasi
menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga
aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan
oksigen ke jaringan mengurang pula dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik.
Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat
ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati.
Disamping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi
robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung, dengan akibat perdarahan
gastrointestinal.
Etiologi
Penyebab
hiperemesis gravidarum anatara lain :
1)
Faktor predisposisi, sering terjadi
pada primigravida, molahidatidosa, kehamilan ganda karena peningkatan kadar
HCG.
2)
Faktor organik, karena masuknya vili
khorialis dalam sirkulasi maternal, perubahan metabolik akibat hamil dan
resistensi ibu yang menurun dan alergi merupakan salah satu respon dan jaringan
ibu terhadap anak.
3)
Faktor psikologik, memegang peranan
yang sangat penting, misalnya takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut
terhadap tanggung jawab sebagai ibu.
4)
Faktor endokrin lain, misalnya
diabetes, hipertiroid.
Tanda dan gejala
1)
Mual dan Muntah yang hebat :
Perasaan mual ini
disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon estrogen dan HCG
dalam serum. Pengaruh fisiologik kenaikan hormon ini belum
jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung yang
berkurang
2)
Dehidrasi : dehidrasi dikarenakan
kekurangan cairan dalam tubuh
3)
Berat badan turun : karena pasokan
makanan yang masuk ke dalam tubuh berkurang
4)
Keadaan umum menurun : mual muntah
yang berlebihan dan nafsu makan berkurang dapat menyebabkan keadaan umum
menurun
Klasifikasi Hiperemesis Gravidarum
1)
Tingkat I : ringan
Mual muntah terus menerus yang
menyebabkan penderita lemah, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, nyeri
epigastrium, nadi sekitar 100x/ menit, tekanan darah sistolik turun, turgor
kulit berkurang, lidah kering, mata cekung.
2)
Tingkat II : sedang
Mual dan muntah yang dapat
menyebabkan keadaan umum penderita lebih parah, lemah, apatis, turgor kulit
mulai jelek, lidah kering dan kotor, nadi kecil dan cepat, suhu badan naik
(dehidrasi), ikterus ringan, berat badan turun, mata cekung, tensi turun,
hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi, dapat pula terjadi asotonia uteri
3)
Tingkkat III : berat
Mual dan muntah ini menyebabkan
keadaan umum jelek, kesadaran sangat menurun, somnolen sampai koma, nadi kecil,
halus dan cepat, dehidrasi berat, suhu badan naik, tensi turun sekali, ikterus.
Dapat terjadi ensekalopati wernicke.
Penatalaksanaan
1)
Pencegahan, penerangan bahwa
kehamilan dan persalinan merupakan proses fisiologis. Pencegahan lain yaitu
tentang diit ibu hamil dan defekasi yang teratur.
2)
Terapi obat, menggunakan sedative,
vitamin, anti muntah, antasida, dan anti mulas.
3)
Hiperemesis gravidarum tingkat II
dan III harus dirawat inap di RS.
C.
Abortus
Pengertian
Abortus
adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa
mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat
badannya telah mencapai >500 gr atau umur kehamilan >20 minggu.
Patofisiologi
1)
Pada awal abortus terjadi perdarahan
dalam desidua basalis, kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya
yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus.
2)
Kemudian uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut.
3)
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu
vili korialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat
dikeluarkan seluruhnya.
4)
Pada kehamilan 8-14 minggu
penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan
menimbulkan banyak perdarahan.
5)
Pada kehamilan lebih dari 14 minggu,
janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada plasenta.
6)
Perdarahan tidak banyak jika
plasenta segera dilepas dengan lengkap.
7)
Peristiwa abortus ini menyerupai
persalinan dalam bentuk miniatur.
8)
Hasil konsepsi dalam abortus dapat
dikeluarkan dalam berbagai bentuk.
9)
Ada kalanya kantong amnion kosong
atau tampak kecil tanpa bentuk yang jelas, mungkin pula janin telah mati lama,
mola kruenta, maserasi, fetus compretus.
Etiologi
Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya abortus, yaitu:
1)
Faktor janin
Kelainan yang paling sering dijumpai
pada abortus adalah gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta.
Kelainan tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama yakni:
a.
Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum),kerusakan embrio, atau
kelainan kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi)
b.
Embrio dengan kelainan local
c.
Abnormalitas pembentukan plasenta
(hipoplasi trofoblas)
2)
Faktor maternal
a.
Infeksi-infeksi maternal dapat
membawa risiko bagi janin yang sedang berkembang, terutama pada akhir trimester
pertama atau awal trimester kedua. Tidak diketahui penyebab kematian janin secara pasti, apakah janin yang menjadi
terinfeksi ataukah toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme penyebabnya.
Penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan abortus:
§
Virus- misalnya rubella,
sitomegalovirus,virus herpes simpleks,varicella
zoster,vaccinia, campak,
hepatitis, polio, dan ensefalomielitis
§
Bakteri- misalnya salmonella typhi
§
Parasit- misalnya toxoplasma gondii, plasmodium
b.
Penyakit vaskular- misalnya hipertensi
vaskuler
c.
Kelainan endokrin-abortus spontan
dapat terjadi bila produksi progesteron tidak mencukupi atau pada penyakit
disfungsi tiroid; defisiensi insulin
d.
Faktor imunologis-ketidakcocokan
(inkompatibilitas) system HLA (Human
Leukocyte Antigen)
e.
Kelainan uterus, Hipoplasia uterus,
mioma (terutama mioma submokosa), serviks inkompeten atau retroflexio uteri gravidi incarcerate
f.
Faktor psikosomatik
Pengaruh dari faktor ini masih dipertanyakan
3)
Faktor Eksternal
a.
Radiasi- dosis 1-10 rad bagi janin
pada kehamilan 9 minggu pertama dapat merusak
janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran
b.
Obat-obatan- antagonis asam folat,
antikoagulan, dan lain-lain. 16 minggu, kecuali telah dibuktikkan bahwa obat
tersebut tidak membahayakan janin, atau untuk pengobatan penyakit ibu yang
parah.
c.
Bahan-bahan kimia lainnya,seperti
bahan yang mengandung arsen dan benzene.
4)
Klasifikasi
abortus
a.
Abortus
spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi
medis maupun mekanis. Jenis abortus spontan antara lain :
a)
Abortus iminens (keguguran mengancam)
Abortus ini baru mengancam dan masih
ada harapan untuk mempertahankannya.
Dasar
diagnosis : Anamnesis
(perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada atau ringan), Pemeriksaan dalam ( Fluksus ada
sedikit, ostium uteri tertutup uterus sesuai umur kehamilan, tidak ditemukan
kelainan pada serviks, serviks masih tertutup), Pemeriksaan Penunjang (hasil USG dapat menunjukkan bahwa :
kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin, meragukan, buah kehamilan
tidak baik / janin mati)
Penatalaksanaan : bila kehamilan utuh, ada
tanda kehidupan janin, yaitu : Bedrest selama 3 x 24 jam dan pemberian preparat
progesteron bila ada indikasi (bila kadar <5-10nanogram), bila hasil USG meragukan, ulangi
pemeriksaan USG 1-2minggu, kemudian bila hasil USG tidak baik, evakuasi.
b) Abortus
insipiens (keguguran
berlangsung)
Abortus ini
sedang berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi.
Dasar Diagnosis : Anamnesis
(perdarahan sedang hingga banyak, terkadang keluar gumpalan darah, kram nyeri
perut bawah karena kontraksi rahim kuat), Pemeriksaan
Dalam (ostium terbuka, teraba ketuban, uterus sesuai masa kehamilan, buah
kehamilan masih dalam rahim)
Penatalaksanaan : Evakuasi, uterotonik pasca evakuasi,
antibiotik selama 3 hari.
c) Abortus
inkompletus (keguguran
tidak lengkap)
Sebagian
dari buah kehamilan telah dilahirkan, tetapi sebagian (biasanya jaringan
plasenta) masih tertinggal di dalam rahim.
Dasar Diagnosis : Anamnesis
(perdarahan sedang hingga banyak dan dapat terjadi syok, kram atau nyeri perut
bagian bawah dan terasa mules, ekspulsi sebagian hasil konsepsi), Pemeriksaan Dalam (ostium terbuka
teraba jaringan, serviks terbuka hingga menutup kembali)
Penatalaksanaan : Perbaiki keadaan umum (Bila ada syok
atasi syok, bila Hb < 8gr% lakukan transfusi darah), Evakuasi, Uterotonik, Antibiotik selama 3 hari
d) Abortus
kompletus (keguguran
lengkap)
Seluruh buah
kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap, ostium tertutup uterus lebih kecil
dari umur kehamilan atau ostium terbuka kavum uteri kosong. Abortus ini
ditandai dengan perdarahan bercak hingga sedang, uterus lebih kecil dari usia
gestasi, serviks tertutup atau terbuka, sedikit atau tanpa nyeri perut bagian
bawah dari riwayat hasil konsepsi, pada abortus komplet perdarahan segera
berkurang setetelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari
perdarahan berhenti sama sekali.
e) Abortus
tertunda (missed abortion)
Keadaan
dimana janin telah mati sebelum minggu ke-20, tetapi tertahan di dalam rahim
selama beberapa minggu setelah janin mati.
Dasar Diagnosis : Anamnesis (perdarahan bisa, ada atau
tidak), Pemeriksaan Obstetri (Fundus
uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan bunyi jantung janin tidak ada, servik
meutup), Pemeriksaan Penunjang (USG,
Laboratorium)
f) Abortus
habitualis (keguguran
berulang)
Abortus yang
telah berulang dan berturut-turut terjadi; sekurang-kurangnya 3 kali
berturut-turut. Abortus ini dapat disebabkan oleh faktor kelainan anatomis,
inkompetensia serviks dan faktor imunologis.
b.
Abortus buatan, Abortus provocatus (disengaja, digugurkan), yaitu:
a)
Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeuticus). Indikasi abortus
untuk kepentingan ibu, misalnya: penyakit jantung, hipertensi esensial, dan
karsinoma serviks.
b)
Abortus buatan kriminal (Abortus provocatus criminalis) adalah
pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak
berwenang dan dilarang oleh hukum atau dilakukan oleh yang tidak berwenang.
C.
KET
(Kehamilan Ektopik Terganggu)
Pengertian
Kehamilan
ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga uterus. Tuba
falopi merupakan tempat tersering terjadinya implantasi kehamilan ektopik.
Patofisiologis
Ovum yang
telah dibuahi berimplantasi di tempat lain selain di endometrium kavum uteri.
Prinsip patofiologi, gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam
perjalanannya menuju kavum uteri. Kejadian ini sering terjadi pada hal-hal
berikut
1.
Kelainan tuba atau adanya riwayat
penyakit tuba (salpingitis), menyebabkan oklusi atau kerusakan silia tuba.
2.
Riwayat operasi, sterilisasi, dan
sebagainya.
3.
Riwayat penyakit radang panggul
lainnya.
4.
Penggunaan IUD yang mencegah
terjadinya implantasi intrauterin.
5.
Ovulasi yang multipel akibat induksi
obat-obatan, usaha fertilisasi in vitro, dan sebagainya. Isi konsepsi yang
berimplantasi melakukan penetrasi terhadap lamina propria dan pars muskularis
dinding tuba.
6.
Abortus provokatus dengan infeksi.
Makin sering dilakukan abortus provokatus makin tinggi kemungkinan terjadi
salpingitis.
7.
Adhesi peritubal yang terjadi
setelah infeksi seperti apendisitis atau endometritis. Tuba dapat tertekuk atau
menyempit.
8.
Pernah menderita kehamilan ektopik
sebelumnya.
Etiologi
Penyebab KET tidak diketahui, Sebuah penjelasan yang mungkin menjadi
penyebab kehamilan ektopik ovarium adalah migrasi embrio (Marcus dan Brinsden
1993). Faktor resiko lain seperti kehamilan ektopik sebelumnya adalah penyakit
radang panggul (PID), dan endometriosis (Oliveira et al. 2001). Patologi ini
menyebabkan kerusakan epitel tuba falopi yang merusak migrasi ovum normal.
(Raziel et al. 1990) menyarankan bahwa mungkin ada faktor etiologi yang berbeda
tapi tidak rumit. perangkat kontrasepsi intrauterine (AKDR) pertama kali
dilaporkan telah dikaitkan dengan ovarium kehamilan ektopik sedini 1976
(Rimdusit et al. 1976). Upaya telah dilakukan untuk mengklasifikasikan ovarium
primer Ektopik ke intrafollicular dan extrafollicular (Boronow et al. 1965).
Extrafollicular itu dibagi lagi menjadi subtipe yang berbeda. implikasi praktis
klasifikasi ini dalam diagnosis dan manajemen dipertanyakan.
Tanda dan gejala
1.
Denyut nadi cepat dan lemah
(110x/mnt atau lebih) : Ketika tubuh mengalami kekurangan oksigen, denyut
jantung meningkat. Hal ini menyebabkan jantung berdebar tidak teratur dan
cepat.
2.
Hipotensi : hal ini disebabkan karena keadaan umum penderita biasanya buruk dan syok.
3.
Nyeri abdomen : hal ini
disebabkan karena darah masuk ke dalam rongga abdomen dan merangsang peritoneum serta letak
pertumbuhan janin yang abnormal.
4.
Nyeri lepas : nyeri ini diakibatkan oleh ruptur tuba yang berintensitas tinggi dan
terjadi secara tiba-tiba.
5.
Pucat :
disebabkan karena pasien mengalami perdarahan per vaginam, dan
pembuluh darah vasokonstriksi.
Penatalaksanaan
1.
Jika fasilitas memungkinkan, segera
Lakukan uji silang darah dan laparotomi. Jangan menunggu darah sebelum
melakukan pembedahan.
2.
Jika fasilitas tidak memungkinkan,
segera rujuk ke fasilitas lebih lengkap.
3.
Pada laparotomi, eksplorasi ke dua
ovaria dan tuba fallopi : jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan
salpingektomi (tuba yang berdarah dan hasil konsepsi di eksisi bersama-sama).
Jika kerusakan terjadi pada tuba kecil, lakukan salpingektomi (hasil konsepsi
dikeluarkan, tuba dipertahankan). Hal ini dilakukan jika konservasi kesuburan
merupakan hal yang penting untuk ibu, karena resiko kehamilan ektopik
berikutnya cukup tinggi.
D.
Molahidatidosa
Pengertian
Molahidatidosa
adalah suatu kehamilan dimana hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio,
tetapi terjadi proliferasi dari vili koriales disertai dengan degenerasi
hidropik.
Patofisiologi
Penyakit
trofoblastik gestasional (GTD) terjadi ketika diferensiasi sel normal dalam
blastokis berhenti dan sel trofoblastik berpoliferasi. Poliferasi trofoblas
mengakibatkan peningkatan kadar hCG. Mola hidatidosa komplit
terjadi ketika ovum tidak
mengandung kromosom dan sperma mereplikasi
kromosomnya sendiri ke dalam zigot abnormal.
Gambaran mikroskopik kehamilan mola hidatidosa antara lain proliferasi trofoblas, degenerasi
hidopik dari stroma villi, serta terlambatnya pembuluh darah dan stroma.
Etiologi
1.
Faktor ovum, ovum memang sudah
patologi sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
2.
Imunoselektif dari trofoblas
3.
Keadaan sosial ekonomi rendah
4.
Paritas tinggi
5.
Kekurangan protein
6.
Infeksi virus dan faktor kromosom
yang belum jelas.
Tanda dan Gejala
1.
Mual dan muntah : Hal ini
akibat dari proliferasi trofoblas yang berlebihan dan akibatnya memproduksi
terus menerus B HCG yang menyebabkan peningkatan B HCG.
2.
Ukuran
uterus lebih besar dari usia kehamilan
Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan
tropoblastik yang berlebihan, volume vesikuler vilii yang besar rasa tidak enak
pada uterus akibat regangan miometrium yang berlebihan.
3.
Aktifitas
janin tidak ada : Meskipun
uterus cukup besar untuk mencapai simfisis secara khas tidak ditemukan
aktifitas janin dan tidak teraba
bagian janin dan tidak teraba gerakan janin.
4.
Perdarahan pervaginam :
Pembengkakan kistik vili korialis dengan disertai proliferasi trofoblastik yang
bervariasi.
Penatalaksanaan
1.
Setelah diagnosis ditegakkan, harus
segera dilakukan vakum kuret.
2.
Pemeriksaan tindak lanjut setelah
kuretase perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah
molahidatidosa. Kadar KCG dipantau hingga minimal 1 tahun pasca kuretase. Kadar
yang menetap atau meninggi setelah 8 minggu pasca kuretase menunjukkan masih
terdapat trofoblas aktif.
3.
Penundaan kehamilan sampai 6
bulansetelah kadar β-hCG normal.
4.
Molahidatidosa dengan resiko tinggi
harus diberikan kemoterapi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anemia
adalah suatu penyakit dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal. Anemia kehamilan yaitu ibu hamil dengan kadar Hb <11g% pada
trimester I dan III atau Hb <10,5g% pada trimester II.
Pada tahun
2007, prevalensi anemia pada ibu hamil di negara berkembang 43% dan 12% pada
wanita hamil di negara maju. Di
Indonesia prevalensi anemia kehamilan relatif tinggi, yaitu 38%-71.5% dengan
rata-rata 63,5%. Sebagian besar anemia
penyebabnya adalah kekurangan zat besi. Zat besi adalah salah satu unsur gizi
yang merupakan komponen pembentuk Hb atau sel darah merah.
B.
Saran
Diharapkan kepada para pembaca agar dalam pembuatan tugas
selanjutnya dapat lebih baik lagi karena kami akui masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Cook, John, dkk. 1991. Penatalaksanaan Bedah Obstetri, Ginekologi, Ortopedi Dan Traumatologi
Di Rumah Sakit. Jakarta : EGC
Cunningham, Gary, dkk. 2005. Obstetri William Edisi 21. Jakarta : EGC
Dewi, vivian nanny lia, dkk. 2011. Asuhan Kehamilan Untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Fadlun, dkk. 2011. Asuhan
Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika
FK UNPAD. 2005. Obstetri
Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta : EGC
FK UNPAD. 1984. Obstetri
Patologi. Bandung : Elstar Offset
Heller, Luz.1986. Gawat
Darurat Ginekologi Dan Obstetri. Jakarta : EGC
Post a Comment for "Komplikasi kehamilan trimester II"