Beternak kambing etawa
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kambing perah sudah tidak
terasa asing bagi sebagian masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat Nusa
Tenggara Barat. Namun kenyataannya, khasiat susu kambing ini telah disadari
oleh sebagian masyarakat Indonesia berkhasiat dan dapat menyembuhkan beberapa penyakit
seperti ashma, alergi, gangguan pencernaan, mencegah kanker, berfungsi untuk
bahan kosmetik dan meningkatkan pertumbuhan tulang bagi anak-anak balita (Asih,
2004). Susu kambing ini masih sangat eksklusif karena ketersediaannya masih
sangat terbatas, sehingga harganya menjadi relative lebih tinggi dibandingkan
dengan susu sapi. Di Indonesia susu kambing dikonsumsi sebagai obat alternatif,
bukan sebagaipelengkap gizi. Umumnya, orang mengonsumsi susu ini untuk membantu
penyembuhan penyakit asma, tuberkolosis (TBC), eksim, membantu penyehatan
kulit, mencegahpenuaan dini dan mencegah osteoporosis. Pada masa laktasi
kambing PE mampu menghasilkan 0,8 - 2,5 liter susu perhari, dengan harga jual
antara Rp15.000 - 20.000 per liter. Sebagai gambaran jika seorang peternak
memelihara 7-10 ekor, diperkirakan yanglaktasi 5 ekor dan rata-rata
menghasilkan 1 liter per hari, maka penghasilanpeternak tersebut setiap hari
adalah sekitar 5 liter susu dengan hargarata-rata Rp. 15.000 perliter, maka
pendapatan peternak tersebut adalah sekitar Rp.75.000/hari. (Zainal Mutakim,
2013).
Hal ini memberikan peluang bisnis
yang sangat menarik bagi masyarakat Indonesia untuk beternak kambing perah,
terutama Kambing Peranakan Etawah (PE) yang telah cukup lama beradaptasi dengan
iklim Indonesia, dan sudah mulai disenangi oleh sebagian masyarakat NTB.
Pemeliharaan kambing Peranakan Etawa
beberapa tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan yang cukup pesat.
Hal ini disebabkan oleh ternak kambing PE ini cukup digemari oleh
masyarakat Indonesia karena mempunyai beberapa keunggulan yaitu:
1.
Merupakan
ternak multi purpose yaitu sebagai ternak penghasil daging, susu dan hasil
ikutannya berupa kulit dan kompos.
2.
Bisa
memproduksi susu lebih tinggi perbobot badan dibandingkan dengan ternak besar
seperti sapi atau kerbau yaitu sekitar 1-4 liter perhari.
3.
Lebih
efisien dalam memproduksi susu bila hijauan dan lingkungannya kurang baik
dibandingkan dengan sapi perah.
4.
Mudah untuk
dipelihara sehingga dapat dilakukan oleh semua anggota keluarga.
5.
Kambing juga
dapat dijadikan lapangan kerja baru bagi masyarakat pedesaan, dibandingkan
dengan ternak ruminansia besar.
6.
Modal yang
dibutuhkan relative lebih kecil dibandingkan dengan ternak ruminansia besar.
7.
Perkembangbiakannya
lebih cepat, umur pertama kali beranak lebih cepat yaitu 1,5 tahun dengan
jumlah anak 1-4 ekor perkelahiran.
8.
Dapat pula
dijadikan sebagai tabungan keluarga serta sebagai sumber protein hewani di
pedesaan sehingga dapat meningkatkan status gizi, kesehatan dan kecerdasan
masyarakat.
Pada dasarnya kambing PE ini
merupakan ternak dwi guna. Artinya, kambing PE dipelihara dengan dua tujuan,
yaitu menghasilkan susu dan daging. Kambing PE memiliki kemampuan memproduksi
susu antara 1,0 – 3,0 liter perhari. Dengan kemampuan produksi susu tersebut
maka kambing PE cukup berpotensi untuk dikembangkan sebagai ternak penghasil
susu atau sebagai ternak perah (Setiawan, 2003). Permasalahan yang dihadapi
peternak sekarang ini adalah bagaimana teknik pemeliharaan yang baik dan benar
agar produksi susunya sesuai dengan harapan belum dipahami. Menurut Asih
(2004), system pemeliharaan kambing perah berbeda pada setiap status physiologi
yang berbeda seperti: anak pra-sapih, anak setelah sapih, anak sedang tumbuh,
kambing dara, bunting dan laktasi. Kambing yang sedang laktasi sangat peka
dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
kambing laktasi dapat menurunkan produksi susu, dan akan berpengaruh terhadap
produksi susu dan berpengaruh pula pada pertumbuhan anak pra-sapih. Berdasarkan
hal tersebut, dipandang perlu untuk melakukan praktek kerja lapang (PKL)
mengenai “penanganan induk kambing PE yang sedang laktasi di peternakan kambing
Gopala, yang sedang memelihara relative cukup banyak kambing PE.
1.2 TUJUAN DAN
KEGUNAAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
1.2.1 Tujuan Pelaksanaan PKL
1.
Untuk mengetahui bagaimana manajemen pemeliharaan induk
kambing PE laktasi (Peranakan Ettawa) di Peternakan Kambing “Gopala”.
2. Untuk mengetahui cara penanganan kesehatan kambing Peranakan Etawa secara
optimal.
3. Untuk mengetahui teknik-teknik pemerahan pada kambing perah
4. Untuk mengetahui penanganan induk kambing sebelum dan sesudah melahirkan
1.2.2
Kegunaan Pelaksanaan PKL
1. Meningkatkan ilmu pengetahuan tentang manajemen
pemeliharaan induk Kambing
Peranakan Etawa laktasi.
2. Meningkatkan keterampilan dalam menangani Induk Kambing Peranakan Etawa yang sedang laktasi.
1.3 Manfaat
Kegiatan
Adapun manfaat dari kegiatan ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Manfaat Bagi
Mahasiswa
1.
Mahasiswa dapat mengembangkan lebih lanjut ilmu yang telah diperoleh di
bangku kuliah melalui praktek kerja lapang,
2.
Memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan secara langsung tentang penanganan induk
laktasi pada ternak kambing Peranakan
Etawa.
3.
Mahasiswa dapat melihat secara langsung penanganan induk
laktasi pada kelompok ternak kambing Peranakan Etawa di Peternakan “Gopala” kemudian membandingkan dengan ilmu yang
didapat dibangku kuliah.
1.3.2
Manfaat Bagi Tempat Praktek Kerja Lapang
1. Pelaksanaan PKL ini cukup
bermanfaat bagi tempat praktek kerja lapang karena mendapatkan tenaga kerja
tambahan dalam hal pemeliharaan ternak kambing khususnya dalam pemeliharaan induk kambing perah ( kambing Peranakan Ettawa).
2. Peternak dan
praktikan dapat saling bertukar pikiran dan pengalaman untuk memperoleh hasil
produk yang lebih baik.
1.3.3 Manfaat Bagi Fakultas
1. Sebagai bahan masukan dari luar kepada Fakultas dalam
meninjau kembali kurikulum yang telah ada.
2. Sebagai sumber
informasi bagi pembaca yang tertarik dalam usaha pengembangan Kambing Peranakan
Etawa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usaha
beternak kambing
Kambing banyak dipelihara oleh
penduduk pedesaan Indonesia (Mulyono, 2003), karena pemeliharaannya lebih mudah
dilakukan dibandingkan dengan ternak ruminansia besar. Kambing cepat berkembang
biak dan pertumbuhan anaknya juga tergolong cepat. Menurut Sarwono (1999),
nilai ekonomis, social, dan budaya beternak kambing sangat nyata, karena
peningkatan pendapatan keluarga bisa mencapai 14-25 % dari total pendapatan
keluarga, semakin rendah perluasan lahan pertanian dan nilai sumber daya yang
diusahakan dari beternak kambing.
Kambing EtawaBerasal dari wilayah
Jamnapari India. Kambing ini paling popular di Asia Tenggara, termasuk tipe
dwiguna yaitu penghasil susu dan penghasil daging. Ciri-cirinya postur tubuh
besar, telinga panjang menggantung, bentuk muka cembung, bulu bagian paha
sangat lebat, BB jantan mencapai 90 kg, BB betina 60 kg. produksi susu mencapai
235 kg/ms laktasi. Di Indonesia untuk perbaikan mutu kambing local maka
menghasilkan kambing PE (Peranakan Etawa). Sentra terbesar kambing PE adalah di
Kaligesing Purworejo Jawa Tengah (Anonim,2008).
Kambing Peranakan Etawa adalah
ternak dwi guna, yaitu sebagai penghasil susu dan sebagai penghasil daging
(Williamson dan Payne, 1993). Kambing PE adalah bangsa kambing yang paling
populer dan dipelihara secara luas di India dan Asia Tenggara (Devendra dab
Burns, 1994). Ciri-ciri kambing PE adalah warna bulu belang hitam putih atau
merah dan coklat putih; hidung melengkung; rahang bawah lebih menonjol; baik
jantan maupun betina memiliki tanduk; telinga panjang terkulai; memiliki kaki
dan bulu yang panjang (Sosroamidjoyo, 1984). Kambing PE telah beradaptasi
dengan baik terhadap kondisi dan habitat Indonesia (Mulyono, 2003).
Menurut Sarwono (1999), bila tata
laksana pemeliharaan ternak kambing yang sedang bunting atau menyusui serta
anaknya baik, maka bobot anak kambing bisa mencapai 10-14 kg/ekor ketika
disapih pada umur 90-120 hari. Williamson dan payne (1993) menyatakan untuk
kambing pedaging ada kecendrungan menunda penyapihan untuk memberikan
kesempatan anak kambing memperoleh keuntungan yang maksimal dari susu induknya.
Sedangkan untuk kambing perah, penyapihan harus dilakukan lebih awal, tanpa
mengganggu pertumbuhan anaknya, agar kelebihan produksi induk dapat
dimanfaatkan oleh peternak untuk meningkatkan pendapatan atau keperluan gizi
keluarga (Asih, 2004).
2.2 Sistem
Pemeliharaan Ternak Kambing PE
Menurut Williamson dan Payne (1993),
sistem pemeliharaan secara ekstensif umumnya dilakukan di daerah yang padang
pengembalaannya luas, kondisi iklim yang menguntungkan, dan untuk daya tampung
kira-kira tiga sampai dua belas ekor kambing per hektar. Sistem pemeliharaan
secara ekstensif, induk yang sedang bunting dan anak-anak kambing yang belum
disapih harus diberi persediaan pakan yang memadai (Devendra dan Burns, 1994).
Rata-rata pertambahan bobot badan kambing yang dipelihara secara ekstensif
dapat mencapai 20-30 gram per hari (Mulyono 2003).
Sistem pemeliharaan secara intensif
memerlukan pengandangan terus menerus atau tanpa pengembalaan dan lebih
terkontrol (Williamson dan Payne 1993). Kambing jantan dan betina dipisahkan
begitu juga betina muda dari umur tiga bulan sampai cukup umur untuk dikembang
biakkan. Kambing pejantan harus dipisahkan dengan yang betina (Devendra dan
Burns, 1994). Pertambahan bobot badan pada sistem pemeliharaan intensif ini
bisa mencapai 100-150 gram per hari dengan rata-rata 120 gram perhari (Sarwono,
1999).
Sistem pemelihraan semi intensif
merupakan gabungan dari ekstensif dan intensif yaitu dengan pengembalaan
terkontrol dan pemberian konsentrat tambahan (Williamson dan Payne 1993).
Pertambahan bobot badan sistem ini bisa mencapai 30-50 gram per hari.
2.3 Pemeliharaan
Induk Kambing Laktasi
Pemliharaan induk kambing laktasi
dapat dilakukan dengan beberapa cara untuk memenuhi kebutuhan susu anaknya dan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuhnya yaitu dengan melakukan penanganan
pada waktu melahirkan, kemudian memperhatikan pakan dan air minum yang
diberikan dan juga sanitasi (kebersihan) kandang supaya terhindar dari
sumber-sumber penyakit yang bisa mengurangi produktifitas induk kambing laktasi
laktasi tersebut (Anonim, 2009).
2.4 Pemberian
pakan pada induk kambing PE
Sarwono (1999) menyatakan, kambing
membutuhkan jenis hijauan yang beragam. Kambing sangat menyukai daun-daunan dan
hijauan selain itu kambing juga memerlukan pakan penguat untuk mencukupi kebutuhan
gizinya. Pakan penguat bisa berupa dedak, bekatul padi, jagung atau ampas tahu
dan dapat juga campurannya. Sodiq (2002) menjelaskan, kambing tergolong hewan
herbivore atau hewan pemakan tumbuhan. Kebutuhan ternak ruminansia terhadap
pakan, tergantung dari jenis ternaknya, umur ternak, fase (pertumbuhan, dewasa,
bunting atau menyusui), kondisi tubuh dan lingkungan tempatnya hidup.
Pakan sangat dibutuhkan kambing
untuk tumbuh dan berkembang biak (Sarwono, 1991). Pakan yang sempurna
mengandung gizi seperti protein, karbohidrat lemak, vitamin dan mineral yang
seimbang (Mulyono, 2003). Pemberian pakan yang efisien mempunyai pengaruh lebih
besar dari pada faktor-faktor yang lainnya, dan merupakan cara yang sangat
penting untuk peningkatan produktivitas (Devendra dan Burns, 1994).
2.5 Penanganan
kesehatan induk kambing PE
Ternak kambing merupakan ternak yang
umumnya dipelihara di pedesaan, sehingga banyak ditemukan penyakit-penyakit
seperti scabies (kudis), belatungan (myasis), cacingan dan keracunan tanaman.
Pengobatan yang biasa diberikan di pedesaan yaitu pengobatan tradisional,
meskipun banyak obat-obatan terjual di toko. Namun demikian usaha pencegahan
perlu dilakukan dengan menjaga kebersihan ternak dan lingkungannya, pemberian
pakan yang cukup (kualitas dan kuantitas), bersih dan tidak beracun (Anonim,
2009).
Menurut Muljana (2001), Pengobatan
ternak kambing khususnya penyakit scabies bisa menggunakan obat seperti
Asuntol, Tiguvon, Neguvon, Termadex, Benzyl Benzonate dan bisa dilakukan dengan
cara menempatkan ternak ditempat yang hangat dan pakan bergizi tinggi, rambut
kambing dicukur dan dimandikan serta bisa juga menggunakan obat-obatan seperti
serbuk belerang dicampur kunyit dan binyak kelapa yang dipanasi, kemudian
dioleskan.
Penyakit belatung disebabkan oleh
luka yang berdarah dan infeksi kemudian dihinggap lalat sehingga tumbuh larva
belatung. Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan Gusanex dan obat anti
biotik lainnya, atau bisa dilakukan dengan cara membersihkan luka kemudian
obati dengan gerusan kamper/kapur barus kemudian luka ditutup dengan perban dan
diulangi pada hari selanjutnya (Anonim, 2009).
Simon (2009) menjelaskan, Parasit
pada sluran pencernaan kambing dapat mengganggu kesehatan dan menurunkan
produktivitas atau menyebabkan kematian pada kasus akut. Penyakit ini bisa
disebabkan oleh pakan hijauan yang telah terinfeksi larva parasit. Ciri
penyakit ini adalah kepucatan pada lingkar putih mata, dibagian dalam mulut,
rectum dan vagina serta kadang-kadang disertai mencret. Pengobatan penyakit ini
bisa dilakukan dengan memberikan anti parasit setiap 2-3 bulan sekali. Jenis
anti parasit yang diberikan sebaiknya rotasi setiap tahun untuk mencegah
timbulnya resistensi terhadap anti parasit yang diberikan.
2.6 Pemeliharaan Induk Bunting
Kebuntingan pada seekor induk dapat
dianggap terjadi apabila induk tidak menunjukkan tanda birahi kurang lebih 3
minggu setelah terjadi perkawinan. Proses kebuntingan pada induk menimbulkan
banyak perubahan fisiologis, sehingga setiap cekaman dari luar harus dapat
dicegah semaksimal mungkin. Kepekaan induk bunting terhadap berbagai potensi
cekaman ini semakin kuat seiring dengan bertambahnya usia kebuntingan.
Kebuntingan biasanya menyebabkan kapasitas saluran cerna untuk menampung pakan
menurun, sehingga secara fisik menekan konsumsi pakan, sedangkan kebutuhan
nutrisi meningkat, sejalan dengan bertambahnya bobot fetus di dalam kandungan.
Masa bunting pada induk kambing sekitar 5 bulan (146-155 hari),
namun periode paling kritis terjadi selama 6-8 minggu sebelum melahirkan,
karena 80% pertumbuhan janin terjadi dalam masa tersebut. Oleh karena itu,
mengetahui saat terjadi perkawinan menjadi sangat penting dalam menduga umur
kebuntingan seekor induk .Kambing yang bunting harus ditempatkan di kandang
terpisah untuk menghindari gangguan kambing lainnya untuk menghindari
perkelahian sesama kambing. Perlu juga dijaga agar kandang tidak licin, karena
bisa menyebabkan kambing yang sedang bunting tergelincir yang mengakibatkan
keguguran. Untuk melancarkan proses kelahiran, setiap hari kambing bunting
sebaiknya dikeluarkan dari kandang dan dibawa berjalan-jalan selama satu jam.
Masa kebuntingan kambing selama 5 bulan.Selama periode bunting, kambing juga
membutuhkan pakan yang lebih banyak dan lebih berkualitas untuk menunjang
seluruh proses didalam tubuhnya. Di samping itu untuk menunjang proses laktasi
setelah beranak. Pakan berupa hijauan yang bervariasi (dalam jumlah 10% berat
badan) dan kosentrat 0,5-0,6 kg perhari sudah mampu mencukupi kebutuhan kambing
bunting ( Sodiq dan Abidin.2002).
2.7 Pemeliharaan
Induk Masa Laktasi
Masa laktasi adalah masa kambing
perah mampu menghasilkan susu. Sesaat setelah melahirkan , ambing kambing sudah
menghasilkan cairan yang disebut kolostrum. Kolostrum bisa keluar dengan cara diisap
oleh cempe atau diperah. Untuk kambing-kambing perah, sebaiknya kolostrum
dikeluarkan dengan cara diperah dan diberikan kepada cempe dengan menggunakan
ambing buatan berupa botol susu bayi. Tujuannya untuk menghindari kotornya
ambing yang akan menyebabkan susu kambing yang akan dihasilkan tercemar.
Kolostrum dihasilkan oleh ambing selama 2-7 hari, setelah itu ambing akan
menghasikan susu normal. Atas dasar pertimbangan ekonomi , sebaiknya cempe
diberi susu buatan, sedangkan susu kambing yang dihasilkan seluruhnya dijual
(Sodiq dan Abidin.2002).
2.8 Penanganan
kelahiran
2.8.1
Penanganan induk menjelang kelahiran
Pada saat sudah tampak bunting tua
dan diprediksi sudah siap melahirkan , diusahakan ternak tersebut dapat
langsung dimasukkan kedalam kandang khusus melahirkan. Pemisahan dan perlakuan
khusus dikandang tersendiri ini bertujuan agar ternak menjadi tenang dan nyaman
saat menannti saat-saat terjadi kelahiran. Pemisahan ini pun berguna untuk
memudahkan peternak melakukan pemantauan terhadap ternak dan dapat sigap saat
mengatasi situasi darurat.(Tony Setiawan.2003)
2.8.2
Penanganan induk setelah melahirkan
Biasanya kambing melahirkan anak
dalam keadaan normal dan alamiah sehingga tidak memerlukan penanganan khusus. Artinya
saat melahirkan sangat jarang terjadi ari-arinya masih tertahan pada organ
reproduksi. Namun diperlukan beberapa perlakuan pada saat dan sesudah induk
melahirkan anaknya (cempe).
Setelah 30 menit sejak
melahirkan, susu kolostrum diperah dari induk. Kolostrum merupakan susu pertama
yang keluar dari ambing induk betina setelah melahirkan. Jumlah kolostrum
diperah cukup 50 % dari jumlah susu biasanya. Ini dimaksudkan agar kambing yang
baru saja melahirkan tidak mudah terserang penyakit milk fever akibat
seuruh prodksinya susunya diperah.( Tony Setiawan.2003).
2.8.3
Tanda-tanda kambing akan melahirkan.
Setelah
kandungan berusia kurang lebih 5 bulan, induk kambing biasanya menunjukan
tanda-tanda melahirkan cempenya. Tanda-tanda umum adalah sebagai berikut:
·
Ternak
gelisah, sering menggaruk-garukan kaki depan ke lantai kandang/tanah
sambil mengembik-embik.
·
Vagina
berlendir dan memerah disertai dengan mencekungnya pinggul atas.
·
sering
memperhatikan bagian belakangnya sambil mengembik.
·
Proses
kelahiran biasanya dilakukan dalam posisi induk terbaring.
Gambar
tanda-tanda induk akan melahirkan
Sumber
gambar: Raising Goat for milk and meat, page 50 by: Rosalee sinn
2.8.4
Proses Kelahiran
Setelah tanda-tanda tersebut diatas, biasanya segera
akan terjadi proses kelahiran cempe. Jumlah anak yang dilahirkan biasanya
adalah 2 ekor, namun sering juga terjadi 1,3 atau 4 ekor per kelahiran. Proses
awal kelahiran adalah keluarnya ketuban dari vagina induk. Biasanya berbentuk
bulat seperti bola berisi air, tak berapa lama gelembung keluar akan pecah
diikuti oleh proses kelahiran cempe. Pada posisi cempe
normal, akan keluar dengan sendirinya tanpa memerlukan bantuan peternak.
Posisi cempe yang normal pada perut induk menjelang kelahiran adalah sebagai
berikut:
Sumber
gambar: Raising Goat for milk and meat, page 51 by: Rosalee sinn
Penjelasan gambar diatas memperlihatkan posisi cempe
pada kelahiran normal biasanya 2 kaki depan keluar dahulu diikuti bagian kepala
dan yang lain hingga keluar sempurna. Selain itu posisi keluar yang didahului
oleh 2 kaki belakang masih dikategorikan sebagai posisi normal. Selisih
kelahiran antara cempe satu dengan yang lainnya biasanya dalam hitungan menit
hingga setengah jaman.
Namun demikian, sering juga induk mengalami kesulitan
kelahiran sebagai akibat dari posisi atau letak cempe yang tidak normal didalam
kandungan. Pada keadaan seperti ini mutlak dibutuhkan bantuan manusia
(peternak), hal ini untuk memudahkan kelahiran dan menghindarkan terjadinya
kegagalan kelahiran akibat induk kehabisan tenaga dan cairan hingga menyebabkan
kematian bagi induk dan cempe. Gambar posisi kelahiran tidak normal adalah
sebagai berikut:
Sumber
gambar: Raising Goat for milk and meat, page 52 by: Rosalee sinn
2.8.5
Penanganan persalinan untuk posisi tidak normal pada kambing
Pastikan tangan anda bersih dan kuku anda pendek,
potong kuku jika panjang kemudian lanjutkan dengan mencuci tangan dengan
menggunakan sabun.
Sumber
gambar: Raising Goat for milk and meat, page 53 by: Rosalee sinn
Ada beberapa
posisi tidak normal pada saat cempe akan lahir seperti tampak pada gambar
diatas, masing-masing posisi memerlukan bantuan penanganan yang berbeda. Memang
pada awalnya agak sulit, namun pelan tapi pasti saya yakin rekan-rekan sekalian
mampu mempraktekannya. Saya berikan contoh penanganan pada posisi kelahiran
satu kaki depan normal namun satu kaki lainnya posisinya tertekuk. Pada posisi
ini masukan tangan anda pada organ kelahiran induk, jangan kuatir tangan anda
akan bisa masuk karena tekstur organ kelahiran tersebut sangat elastis.
Upayakan meraih kaki yang tertekuk dengan menggunakan jari telunjuk dengan
memposisikan kepala cempe berada diantara jari telunjuk dan jari tengah. jika
sulit, sedikit dorong bagian kepala kembali kedalam secara perlahan hingga
tangan anda mampu meraih kaki yang tertekuk tersebut. Setelah itu posisikan
kedua kaki depan sejajar (seperti posisi normal) dan tarik keluar secara
perlahan mengikuti dorongan sang induk.Perhatikan, jangan menarik paksa
tanpa mengikuti irama dorongan dari induk!! ( Arief, 2010).
Sumber
gambar: Raising Goat for milk and meat, page 53 by: Rosalee sinn
Limbah merupakan bahan yang timbul setelah proses
produksi selesai, yang umumnya dibuang. Limbah kandang dan tanaman dapat
berbentuk padar, cair maupun gas. Demikian halnya limbah yang dihasilkan dari
ternak kambing/domba berupa air kencing yang menyengat akan dapat menimbulkan
polusi bau, kotoran mencemari lingkungan sekitarnya dan masih banyak masalah
social yang ditimbulkan.
Sebetulnya bila dimanfaatkan secara baik kotoran
tersebut bukan merupakan polusi justru merupakan suatu penghasilan yang bisa
menghasilkan kompos (pupuk organic) yang berkualitas bila diolah dengan
teknologi pengolahan menggunakan decomposer (Biostarter) bahkan menghasilkan
uang yang tidak sedikit nilainya.
Pengolahan Limbah Inthil
Petani kita umumnya menggunakan pupuk kandang secara
langsung, hal ini tanpa disadari pupuk tersebut masih banyak kelemahannya.
Kelemahan tersebut antara lain terdapat bibit gulma, hama dan penyakit serta
diperlukan dalam jumlah yang cukup besar. Agar dihasilkan pupuk organic yang
berkualitas baik dan hemat dalam pemakainya, pupuk kandang (inthil) perlu
diolah atau dilakukan dekomposisi dalam kondisi tertentu yang dapat dilakukan
secara biologis dengan menggunakan mikroba tertentu.
Karakteristik inthil berbentuk butiran-butiran kecil,
tingkat kadar air yang rendah merupakan factor yang penting dalam hal mudah
dalam pengolahan dan kualitas kompos lebih baik dibanding dengan ternak yang
lain, seperti sapi maupun kerbau.
Prinsip Pembuatan Kompos
Prinsip pengomposan atau composting adalah proses
merubah limbah organic menjadi pupuk organic secara biologis dibawah kondisi
yang terkontrol. Tujuan pengomposan limbah ternak melalui kondisi yang terkontrol
adalah untuk membuat keseimbangan porses pembusukan bahan organic dalam limbah,
mengurangi bau ,membunuh biji-biji gulma dan organisme pathogen sehingga
menjadi pupuk yang sesuai dengan lahan pertanian. Apabila kondisi tidak atau
kurang terkontrol akan terjadi pembusukan sehingga timbul bau yang menyengat,
timbul cacing dan insekta.
Membuat Kompos Dengan Biostater
Biostater yang dapat digunakan untuk pembuatan kompos
sudah banyak beredar dimasyarakat dengan bermacam-macam merk dagang dengan dosis
dan bahan yang bermacam-macam namun sama dalam hal tujuan yaitu untuk
mempercepat proses dekomposisi.
Kompos yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik,
dosis penggunaan pada tanaman lebih hemat dibanding pupuk kandang tanpa diolah
dahulu.
Kompos inthil yang dihasilkan memberikan nilai tambah
pengusahaan ternak karena memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan
tanpa pengomposan.
Bahan :
Bahan yang diperlukan dalam pembuatan limbah inthil
kambing / domba, antara lain :
1. Inthil kambing / domba
: 1.000 kg
2. Bio starter
stardec
: 2,5 kg
3. Serbuk
gergaji
: 100 kg
4. Abu sisa
pembakaran
: 50 kg
5. Kapur tohor /
gamping
: 50 kg
6. Pupuk
urea
: 2,5 kg
7. Pupuk
SP-36
: 2,5 kg
8. Air secukupnya
*) Bahan-bahan tersebut boleh dikurangi sesuai
ketersediaan didaerah tersebut. Minimal dapat digunakan bahan berupa kotoran
dan stardec, namun semakin lengkap bahan yang digunakan semakin baik kualitas
kompos yang dihasilkan.
Cara Pembuatan Kompos :
- Tiap bahan dibagi menjadi 6 – 8 bagian
- Kotoran inthil ditumpuk dengan ketinggian 25 – 30
cm.
- Ditaburkan biostarter, serbuk gergaji, abu dan
kapur masing-masing 1 bagian sambil disiram air untuk kelembaban.
- Ulangi tumpukan kedua seperti no. 3 begitu
seterusnya sehingga semua bahan habis.
- Tumpukan dibuat denganetinggian minimal 1,5 m.
- Tumpukan dibawah naungan untuk menghindari adanya
sinar matahari langsung dan air hujan
- Untuk menjaga suhu dan suplai oksigen, tumpukan
dibalik sekali tiap minggu
- Untuk menjaga kelembaban 60 %, saat membalik
tumpukan dilakukan penyiraman dengan air menggunakan gembor
- Pada minggu ke 5 pupuk siap digunakan.
Pengemasan
Setelah kompos jadi maka selanjutnya bisa dipakai
untuk memupuk tanaman, namun apabila dijual dikemas terlebih dahulu agar
kelihatan praktis dan lebih rapi. Tiap kemasan berbeda-beda sesuai dengan
permintaan pasar, biasanya bobot kompos tiap kemasan antara lain : 3 kg
(plastic), 5 kg (plastic), 10 kg (karung) dan 25 kg (karung).
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1
Lokasi dan Waktu PKL
Peraktik Kerja Lapang dilaksanakan
selama 1 bulan 15 hari dengan kisaran 6 jam kerja per hari. Praktik Kerja
Lapang (PKL) dimulai pada tanggal 16 Juni 2013 dan berakhir pada tanggal 31
Juli 2013 di Peternakan “GOPALA” Gunung Pengsong, Lombok Barat.
3.2 Metode
Metode yang digunakan dalam PKL ini
adalah partisipasi aktif dalam melakukan proses pemeliharaan dan
observasi secara langsung yaitu dengan melakukan seara langsung proses
pemeliharaan di Peternakan Kambing “Gopala”. Kegiatan yang dilakukan dalam PKL
ini antara lain : pengenalan ternak, kegiatan mengelola induk laktasi dan
penanganan induk laktasi , mengelola anak kambing Pra-sapih dan kebersihan.
3.3 Sebelum
Pelaksanaan PKL
3.3.1
Pengenalan ternak
Pengenalan
ternak merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting untuk memulai sebuah
kegiatan, untuk mengetahui gambaran umum mengenai ternak yang akan dipelihara
pada saat PKL. Kegiatan ini dilakukan oleh fasilitator PKL dengan cara
menjelaskan gambaran tentang ternaknya sambil memperlihatkan kepada praktikan
dan juga menghitung berapa jumlah ternak yang akan dipelihara.
3.4
Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang
· Menentukan
jumlah induk kambing PE
Penentuan
jumah induk kambing sangat perlu diketahui karena akan bersangkutan dengan
kambing tersebut laktasi atau sebaliknya. Kambing yang laktasi akan terlihat
menyusui anaknya sedangkan yang tidak laktasi akan terihat tidak menyusui anaknya.
.
· Menimbang
berat awal induk kambing PE
Penimbangan
ternak dilakukan dengan timbangan yang terbuat dari logam, penimbangan
ini bertujuan untuk mengetahui berat dari kambing yang berada di lokasi PKL.
Penimbangan diakukan dengan memasukkan kambing kedalam karung yang sudah di
beri ubang agar mudah mengontrol ternak untuk ditimbang
· Mendeteksi
induk kambing PE bunting dan laktasi
Pendeteksian
induk diakukan dengan mengamati induk yang terihat perutnya besar dan buncit
kambing tersebut bunting. Kambing yang bunting terihat putting susunya akan
mengembang secara perlahan.
· Melakukan
penanganan induk kambing PE sebelum melahirkan
- Mengamati
tingkah laku induk kambing PE menjelang melahirkan
Induk
kambing yang akan melahirkan memisahkan diri dari keompok dan mencari
tempat-tempat pojok untuk dapat melahirkan. Induk kambing menggosokkan badannya
pada tembok atau pohon dan sambil mengeden, pada vulva induk kambing keluar
cairan bening berbentuk balon besar. Setelah cairan yang dibungkus tersebut
pecah maka kelahiran anak kambing akan lahir.
· Membantu
penanganan induk kambing PE yang akan melahirkan
- Membantu
kelahiran yang tidak normal
Kelahiran
kambing yang tidak normal diketahui dengan kaki keluar hanya satu , hal ini
perlu bantuan dari peternak untuk membantu proses keahiran agar menjadi lancar,
proses membantu kelahiran yang tidak normal dibantu dengan memasukkan tangan
secara perlahan pada vulva kambing dan secara perlahan menarik seiring dengan
kambing mengeden agar terjadiproses keahiran yang lancar, sebeum memasukkan
tangan harus di beri pelicin seperti sabun, minyak , dan vaselin hal ini
bertujuan agar mudah membantu proses kelahiran yang tidak norma dan mencegah
rasa sakit pada kambing.
· Melakukan
penanganan induk kambing PE setelah melahirkan
- Menyemprotkan
gusanex pada lubang vulva agar tidak terinfeksi oleh lalat
Penyemprotan
gusanex pada lubang vulva bertujuan untuk menghindarkan induk kambing dari
lalat setelah melahirkan karena keadaan induk kambing yang masih mengeluarkan
lendir dari vulva agar larva lalat tidak berkembang.
· Melakukan
penanganan induk kambing PE laktasi
- Pemberian
pakan sesuai kebutuhan
Pemberian
pakan dan minum induk kambing laktasi ini dilakukan dengan cara: terlebih
dahulu rumput lapangan atau hijauan, yang akan diberikan dipotong kecil-kecil
(5 - 10 cm) dengan menggunakan parang, begitu juga dalam pemberian kulit pisang
dan kulit ubi juga dicacah terlebih dahulu dengan menggunakan parang. Setelah
itu hijauan yang dipotong dimasukkan ke dalam karung sebagai penampungan
sementara, kemudian untuk memudahkan dalam pemberian pakan digunakan
ember sebagai takaran. Kulit pisang dan ubi diberikan terlebih dahulu, setelah
itu diberikan hijauan, sedangkan konsentrat diberikan sekali sehari pada sore
hari.
- Pemberian
air minum sesuai kebutuhan
Air minum
disediakan secara adlibitum, setelah air habis dari bak atau ember maka diisi
kembali agar ternak tidak kekurangan air.
- Melakukan
pemerahan untuk mengetahui produksi susu yang dihasilkan.
Pemerahan
pada induk kambing tidak diakukan karena produksi susu dari induk untuk cempe
belum maksima tercukupi kebutuhannya, maka pemerahan tidak dilakukan agar tidak
menurunkan kebutuhan susu untuk anak kambing (cempe)
· Melakukan
penanganan induk kambing yang sedang sakit
- Mengobati
induk kambing PE yang sedang sakit
Pengobatan
ternak sakit dengan cara disuntik menggunakan spuit/alat injeksi, penyuntikan
ini dilakukan dengan cara intramuscular dan sub-cutan, kemudian obat yang
diberikan disesuaikan dengan penyakit yang diderita oleh ternak seperti:
1.
Mencret/diare
obat yang diberikan adalah Pyroxi dan sulfa strong dengan dosis 4 cc/50 kg BB.
2.
Gangguan
pernapasan obat yang diberikan Medoxi-L dengan dosis 4 cc/50 kg BB secara
intramuskuler.
3.
Penyakit
yang disebabkan oleh parasit/scabies obat yang diberikan adalah Wormectine
dengan dosis 1 cc/50 kg BB secara sub-cutan.
4.
Kurang nafsu
makan vitamin yang diberikan adalah vitamin B kompleks dengan dosis 3 cc/50 kg
BB secara intramuskuler.
5.
Pertumbuhan
terganggu, anemia atau kelemahan umum vitamin yang diberikan adalah vitamin B12
dengan dosis 3 cc/50 kg BB secara intramuskuler.
6.
Khusus untuk
ternak yang mengalami luka pengobatan dilakukan dengan cara menggunakan
Gussanex (obat luka) dengan cara disemprotkan kebagian tubuh yang luka.
· Mencegah
penyebaran penyakit melalui penanganan lingkungan ternak seperti:
- Membersihkan
tempat pakan, kandang dan lingkungan kandang
Kebersihan
ini dilakukan dilingkungan kandang, kandang dan tempat pakan dan air minum,
kegiatan ini dilakukan dengan cara mengumpulkan sisa pakan yang ada dalam
tempat pakan dan ditaruh ke dalam karung. Sedangkan rumput maupun
fesesnya yang berceceran dilantai kandang dikumpulkan dengan
menggunakan penggaruk. Setelah terkumpul sisa rumput yang bercampur
dengan kotoran atau feses dipisahkan dengan menggunakan sapu lidi, dan diangkat
ke troli dengan menggunakan sekop, dan dibuang ketempat pembuangan sampah
organic. Feses yang telah dikumpulkan diangkat ke troli dan dibuang ke tempat
pembuatan kompos. Setelah itu lantai kandang dibersihkan, disiram dengan
menggunakan air mengalir sambil memebersihkan lantainya dengan sapu lidi sampai
benar-benar bersih
·
Mencegah penyebaran penyakit melalui peningkatan manajemen pemeliharaan
ternak seperti:
- Pemberian
pakan sesuai dengan kebutuhan dan penyuntikan dengan wormectine secara rutin
untuk mencegah induk kambing PE terserang scabies dan pemberian obat cacing
secara rutin untuk mencegah penyakit cacingan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum
Lokasi
Peternakan Kambing “Gopala” di Desa Sengkongo Kecamatan Labuapi Kabupaten
Lombok Barat, memiliki batas wilayah disebelah timur gunung Pengsong dan
sebelah barat daerah persawahan. Peternakan kambing “Gopala” juga berada
dibelakang permukiman penduduk, yang sangat strategis guna dalam proses
pemeliharan yang tidak akan mengganggu masyarakat.
keadaan
Peternakan Kambing “Gopala” sesuai dengan kondisi kebutuhan kambing karena
berada tepat di kaki pegunungan yang memiliki suhu relative rendah. Oleh karena
itu pakan untuk ternak kambing di Peternakan kambing “Gopala” sangat berlimpah
kerena wilayah Sengkongo merupakan daerah yang cukup subur. Peternakan ini
memiliki tempat yang cukup strategis karena lokasinya dekat dengan jalan raya
serta tidak mengganggu masyarakat setempat dengan keberadaannya.
4.3
Pemberian Pakan
Jenis pakan
yang diberikan di Peternakan Kambing “Gopala” adalah Hijauan segar yang berupa
rumput lapangan, dedaunan seperti daun mangga, daun turi, dau lamtoro, daun gamal,
daun kelor dll. Hijauan tersebut bisa didapatkan dengan cara mencari sendiri
pakan tersebut dan bisa juga dengan membelinya pada penduduk setempat.
Sementara untuk pakan tambahan berupa kulit pisang dan kulit ubi (limbah
industri makanan kecil) serta kulit nangka yang diambil sendiri di pasar.
Sedangkan konsentrat yang diberikan berupa campuran dari sisa gorengan, dedak,
urea dan mineral dengan perbandingan 49:49:1:1. Dengan cara memperoleh pakan
seperti ini agar menekan pembekakan biaya pakan.
Hijauan yang
diberikan kepada ternak kambing Peranakan Etawa di Peternakan Kambing “Gopala”,
baik rumput lapangan maupun dedaunan diberikan dalam keadaan kering (tidak
basah atau berembun) agar ternak terhindar dari penyakit kembung. Oleh karena
itu pemberian hijauan berupa rumput lapangan dilakukan pada pukul 08.30-09.30
WITA untuk pagi hari, sedangkan pada sore hari diberikan pukul 16.00-18.00
WITA. Hijauan merupakan pakan yang mengandung serat kasar atau bahan tidak
tercerna relative tinggi sebaliknya konsentrat mengandung serat kasar yang
lebih rendah.
Sebagai
makanan tambahan kambing Peranakan Etawa di Peternakan Kambing “Gopala” juga
diberikan kulit pisang dan kulit ubi sedangkan pakan tambahan berupa konsentrat
(campuran gorengan, dedak, urea dan mineral) sebagai tambahan energi yang mudah
dicerna dan mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak kambing. Hal ini
dilakukan karena hijauan harganya lebih mahal, karena sebagian bahan konsentrat
(rontokan gorengan) merupakan limbah gratis, hanya biaya transportasi dan
tenaga. Sedangkan hijauan rumput lapangan harus dibeli Rp. 350/kg. dengan
penambahan pakan berasal dari limbah ini dapat menekan biaya pakan.
Pemberian
kulit ubi diberikan pada 12.00-13.30 WITA, pemberian kulit ubi pada siang
hari dilakukan karena ketersediaan kulit ubi di pasar sekitar pukul 11.00 WITA.
Sebelum kulit ubi diberikan terlebih dahulu kulit ubi tersebut dicacah dengan
ukuran 2 cm supaya mudah dimakan oleh kambing. Cara ini dapat meminimalisir
banyaknya pakan tang tersisa dan terbuang yang disebabkan oleh ketidak mampuan
kambing untuk memotong sendiri dengan giginya untuk pakan yang ukurannya besar
dan relative keras.
Pemberian
konsentrat dilakukan setiap hari yaitu pada sore hari sekitar pukul 16.00-18.00
WITA, sebelum konsentrat diberikan pada kambing terlebih dahulu konsentrat
dibuat sendiri yaitu dengan campuran 49% gorengan, 49% dedak, 1% urea dan 1%
mineral. Jumlah konsentrat yang diberikan pada kambing sebesar 200 gr – 300 gr/
ekor.
Sementara
pemberian kulit pisang dilakukan pada malam hari sekitar pada pukul 22.00-23.00
WITA, pemberian kulit pisang pada malam hari dikarenakan oleh ketersediaan
kulit pisang dari penjual gorengan yang berkisar antara pukul 20.00-21.00 WITA.
Sama halnya dengan pemberian kulit ubi sebelum kulit pisang diberikan kepada
kambing terlebih dahulu dicacah dengan ukuran 1 buah pisan untuk memudahkan
kambing dalam memakan kulit pisang dan mengurangi banyaknya pakan yang
terbuang.
Pakan
hijauan (rumput) disediakan oleh petugas yaitu Bapak Saimi yang berasal dari
desa Sengkongo dengan harga pakan Rp. 10.000 per satu pikul dan petugas
menyediakan 3 pikul perhari, jadi setiap hari harga pakan yang dikeluarkan
adalah Rp. 30.000. maka total pembayaran Rp. 900.000 perbulan. Tapi dengan
jumlah kambing yang bisa dikatakan cukup banyak maka kita juga pergi menyabit
rumput dipematangan sawah dan mencari dedaunan yang bisa diberikan kepada
kambing.
Pemberian
air minum pada kambing Peranakan Etawa dilakukan secara adlibitum, jadi terus
dikontrol ketersediaannya.
4.4
Pengelolaan induk laktasi
4.4.1
Pemberian Pakan Induk Laktasi
Pemberian
pakan dan minum induk kambing laktasi sebanyak 1 ember kira-kira 3 kg/ekor/hari
hijauan (rumput lapangan), kulit pisang 0,5 kg/ekor/hari, dan kulit pisang juga
0,5 kg/ekor/hari, sedangkan konsentrat diberikan sekali sehari pada sore hari
sebanyak 0,3 kg/ekor/hari. Ketersediaan pakan pakan maupun air minum pada induk
laktasi dilakukan secara adlibitum (terus-menerus) tetap dikontrol tempat pakan
tidak boleh kosong, karena induk laktasi mebutuhkan pakan yang banyak untuk
memproduksi susu dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuhnya.
4.4.2
Penanganan Kesehatan Induk Kambing Laktasi
Setelah
induk kambing melahirkan, biasanya disekitar vagina (vulva) terdapat bercak
darah sebagai akibat dari keluarnya sisa darah dalam uterus. Hal ini terjadi
sampai 1-2 minggu setelah melahirkan. Dalam keadaan normal bercak atau cairan
tersebut akan semakin berkurang dan seiring dengan berjalannya waktu. Namun,
apabila cairan tersebut tidak berhenti dan tetap berwarna merah serta volumenya
cendrung meningkat disertai dengan bau yang tajam, maka dicurigai adanya
infeksi pasca melahirkan dan perlu diberikan antibiotika seperti penicillin,
atau Medoxy-L agar infeksi tidak bertambah parah. Untuk menghindari infeksi
vulva, induk kambing yang baru melahirkan dicuci setiap hari, kemudian
disemprotkan dengan Gusanex, supaya lalat tidak ada yang bersarang dan mencegah
berkembangnya bakteri yang menyebabkan infeksi pada vulva.
Ada beberapa
penyakit yang ditangani pada induk kambing laktasi pada saat PKL antara lain
sebagai berikut :
4.4.2.1 Penanganan
Penyakit Mastitis
Penyakit
mastitis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri akibat dari
sanitasi/kebersihan yang kurang baik. Penyakit mastitis bisa ditandai dengan
pembengkakan ambing yang disebabkan oleh kontaminasi bakteri. Gejala induk
kambing laktasi yang terserang mastitis adalah : demam/temperature tubuh
meningkat, ternak terlihat kesakitan bila ambing disentuh dan putting
membengkak. Ambing yang terinfeksi terasa dingin dan berubah warna dari warna
normal merah muda menjadi kemerahan atau menghitam. Warna air susu
kemerahan/kuning kehijauan, dan sangat kental. Di Peternakan Kambing “Gopala”
Pengobatan penyakit mastitis dilakukan dengan menggunakan suntikan antibiotik
yaitu Medoxy-L pada ambing (intramammary) dan cukup berhasil.
4.4.2.2 Penanganan
Penyakit Cacingan
Parasit pada
saluran pencernaan kambing dapat mengganggu kesehatan dan menurunkan
produktivitas atau menyebabkan kematian pada kasus akut. Induk terkontaminasi
cacing parasit karena mengkonsumsi hijauan yang telah terinfeksi larva parasit.
Pengendalian cacing parasit di Peternakan Kambing “Gopala” dilakukan dengan
memberikan anti parasit setiap 2-3 bulan sekali. Jenis anti parasit yang digunakan
adalah obat cacing ascaris dengan cara oral (diminumkan) kemudian
pengguanaannya dirotasi setiap tahun dengan obat cacing dalam bentuk tablet
untuk mencegah timbulnya resistensi terhadap anti parasit yang diberikan.
4.4.2.3 Penanganan
Penyakit Scabies atau Kudis/Kurap
Penyakit ini
disebabkan oleh tungu atau parasit karena kondisi lingkungan disekitar kandang
kotor, kemudian ternak kambing menggosok-gosok badannya ketembok, dinding atau
pohon sehingga luka pada badannya. Di peternakan Kambing “Gopala” penanganan
dan pencegahan penyakit scabies ini dilakukan menggunakan Wormectine yaitu
dengan menyuntikkan (subcutan) secara rutin setiap 3 bulan sekali. Dan kalau
ada kambing yang sering menggaruk-garuk badannya, menggosok-gosok badan ke
dinding, segera disuntikkan Wormectine secara sub-cutan dengan dosis 1 cc.
4.5
Pengelolaan Anak Kambing (Cempe) Pra-Sapih
Pertumbuhan
anak kambing sejak lahir hingga menjelang disapih merupakan periode kritis.
Pada periode ini kelangsungan hidup maupun pertumbuhannya sangat tergantung
pada gizi yang diperoleh dari air susu induk, dan pakan lainnya seperti
konsentrat, karena rumennya masih belum berfungsi dengan sempurna.
Manajemen
atau pengelolaan anak kambing pra-sapih di Peternakan Kambing “Gopala”, sangat
mendapat perhatian, hal ini bertujuan untuk meminimalisir angka kematian
anak kambing pra-sapih, selain itu juga untuk mempertahankan rata-rata
pertumbuhan dan perkembangan anak kambing pra-sapih. Dan diusahakan dengan
konsumsi air susu induknya 1,2-1,6 l/hari hingga berumur 7 sampai 10 minggu.
Kalau produksi susunya kurang, terutama yang lahir kembar akan ditambahkan dari
induk yang mempunyai anak tunggal.
4.6
Permasalahan dan Pemecahannya
4.6.1
Permasalahan
1. Jumlah
kambing tidak sesuai dengan jumlah tenaga kerja.
2. Kebersihan
lingkungan kandang agak jarang dibersihkan karena tenaga kerja terbatas.
3. Tempat pakan
tidak rutin dibersihkan sebelum pemberian pakan (3 hari sekali) sehingga sisa
pakan menumpuk dan menimbulkan bau yang tidak sedap.
4. Pakan
diberikan 2 kali sehari , karena keterbatasan waktu pemilik peternakan,
sehingga banyak pakan tercecer (tebuang), yang biasanya kambing tidak mau
memakannya.
5. Penanganan
terhadap induk kambing laktasi perlu ditingkatkan agar kelancaran suatu proses
kelahiran dan kelanjutan hidup ternak yang terlahir.
4.6.2
Pemecahannya
1.
Penambahan
tenaga kerja, peternakan kambing “Gopala” hendaknya memiliki seorang pegawai
tetap supaya lebih terkontrol/teratur dalam pemberian pakan, dan pengontrolan
terhadap kesehatan ternak, karena peternakan kambing “Gopala” ini jumlah
ternaknya sudah tergolong cukup banyak mencapai 103 ekor dan kandang areal
kandang yang cukup luas. Dengan tenaga pemilik peternakan kambing PE ini saja
sangat tidak cukup karena pemiliknya merupakan seorang dosen yang waktunya
lebih banyak digunakan dikantor sehingga waktu yang dimiliki untuk mengurus
ternak kambing relatife sedikit.
2.
Dengan
penambahan tenaga kerja, kebersihan kandang akan selalu diperhatikan, supaya
lingkungan kandang tetap bersih dan kondusif bagi ternak yang dipelihara, serta
menghindari timbulnya berbagai penyakit berbagai penyakit yang bisa merugikan
ternak kambing dan peternak itu sendiri.
3.
Tempat pakan
tetap dibersihkan sebelum diberikan pakan lagi, supaya sisa-sisa pakan tersebut
tidak menumpuk, membusuk dan menimbulkan bau yang tidak sedap karena itu bisa
mengurangi nafsu makan dari ternak kambing.
4.
Frekuensi
pemberian pakan ditambah, dengan pemberian pakan dilakukan antara 3-4 kali
sehari dengan tujuan supaya konsumsi pakan ternak kambing jadi meningkat dan
untuk meminimalisir sisa pakan yang dibuang.
5.
Pengawasan
terhadap induk laktasi dilakukan secara intensif agar mudah terkontrol dan
mudah ditangani jika terjadi suatu hambatan pada saat ternak melahirkan maupun
menyusui.
1.
2.
3.
j
TABEL 1 Pertumbuhan bobot badan cempe
No.
|
Induk
|
Cempe
|
Bobot
Badan Pada Minggu Ke- (kg)
|
||||||
BB Awal
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
|||
1
|
A
|
C1
|
2,2
|
3,0
|
4,0
|
4,9
|
5,8
|
6,6
|
7,4
|
C2
|
1,5
|
2,3
|
3,1
|
4,0
|
4,8
|
5,7
|
6,5
|
||
C3
|
1,5
|
2,1
|
2,9
|
3,6
|
4,4
|
5,1
|
5,9
|
||
2
|
B
|
C4
|
2,0
|
2,8
|
3,8
|
4,7
|
5,5
|
6,3
|
7,3
|
3
|
C
|
C5
|
2,7
|
3,3
|
4,5
|
5,2
|
6,0
|
6,8
|
7,7
|
C6
|
2,0
|
2,7
|
3,5
|
4,3
|
5,2
|
6,0
|
6,9
|
||
4
|
D
|
C7
|
3,0
|
4,0
|
4,9
|
5,8
|
6,7
|
7,6
|
8,5
|
5
|
E
|
C8
|
1,9
|
2,7
|
3,5
|
4,3
|
5,2
|
6,0
|
6,8
|
6
|
F
|
C9
|
2,5
|
3,2
|
4,0
|
4,8
|
5,7
|
6,6
|
7,4
|
C10
|
3,0
|
3,8
|
4,7
|
5,6
|
6,4
|
7,2
|
8,1
|
||
7
|
G
|
C11
|
3,0
|
3,8
|
4,6
|
5,4
|
6,2
|
7,0
|
7,9
|
C12
|
3,0
|
4,0
|
4,8
|
5,7
|
6,5
|
7,3
|
8,2
|
||
8
|
H
|
C13
|
2,7
|
3,6
|
4,5
|
5,5
|
6,4
|
7,3
|
8,1
|
9
|
I
|
C14
|
3,5
|
4,4
|
5,5
|
6,4
|
7,4
|
8,3
|
9,1
|
TABEL 2 Bobot badan induk
NO
|
Induk kambing
|
BB Awal
|
BB Akhir
|
1
|
A
|
56
|
39
|
2
|
B
|
50
|
40
|
3
|
C
|
55
|
42
|
4
|
D
|
60
|
46
|
5
|
E
|
40
|
32
|
6
|
F
|
49
|
39
|
7
|
G
|
55
|
41
|
8
|
H
|
56
|
44
|
9
|
I
|
54
|
43
|
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil
pengamatan dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.
Jumlah
ternak kambing di Peternakan Kambing “Gopala” tergolong cukup banyak dan cepat
berkembang jika dilihat dari tahun berdirinya dan jumlah kambing yang ada
sekarang setelah dilakukan beberapa kali penjualan.
2.
Sistem
pemeliharaan yang diterapkan di Peternakan Kambing “Gopala” adalah sistem
pemeliharaan semi intensif dalam arti dibiarkan berkeliaran didalam
kandang, namun terkontrol, diberikan konsentrat dan sistem perkandangannya
memudahkan dalam pemberian pakan ternak serta memantau kesehatan ternak.
3.
Pakan yang
diberikan kepada ternak kambing PE di Peternakan Kambing “Gopala” merupakan
limbah-limbah industri kecil yang dianggap sampah yang mencemari lingkungan
sepeti rerontokan gorengan, kulit pisang, kulit ubi dll. Dengan menajmen itu di
Peternakan kambing ini bisa menekan biaya pakan.
4.
Manajemen
kesehatan terhadap induk dan anak kambing (cempe) di Peternakan Kambing
“Gopala” cukup baik, hal ini terlihat dari ketersedian obat-obatan serta
peralatan untuk melakukan pengobatan terhadap ternak yang sakit, sehingga
penanganan ternak yang sakit dapat dilakukan secepat mungkin.
4.2 Saran
1.
Peternakan
Kambing “Gopala” hendaknya memiliki seorang pegawai supaya lebih
terkontrol/teratur pakan yang diberikan, dan pengontrolan terhadap kesehatan
ternak, karena Peternakan Kambing “Gopala” ini sudah tergolong besar
mengingat jumlah kambingnya yang sekarang hampir mencapai 103 ekor.
2.
Kebersihan
kandang di Peternakan kambing “Gopala” harus selalu diperhatikan, supaya
lingkungan kandang tetap bersih dan kondusif bagi ternak yang dipelihara, serta
menghindari timbulnya berbagai penyakit yang dapat merugikan peternak itu
sendiri.
3.
Tempat pakan
seharusnya tetap dibersihkan sebelum diberikan pakan lagi, supaya sisa-sisa
pakan tersebut tidak membusuk dan mengeluarkan bau yang mengurangi nafsu makan
ternak kambing.
4.
Untuk
meminimalisir sisa pakan perlu dilakukan penambahan frekuensi pemberian pakan,
disamping untuk meningkatkan konsumsi pakan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008 . Kambing Perah.
( diakses pada tanggal 16
april 2014 ).
Anonim, 2009. Penyakit Umum Yang Menyerang Pada
Kambing.
http://klinikhewan09.wordpress.com ( diakses pada tanggal 16 april 2014 ).
Arif, 2010. Penanganan Proses
Kelahiran Pada Ternak Kambing. Penanganan Proses Kelahiran Pada
Ternak.
Penanganan Proses Kelahiran Pada Ternak
Kambing Kandang Bambu Management.html (
diakses pada tanggal 16 april 2014 ).
Asih, A.R.S. 2004. Manajemen Ternak Perah.
UNRAM Press. Mataram.
Devendra C. dan M. Burns. 1994. Produksi
Kambing di Daerah Tropis. Penerbit ITB. Bandung.
Ginting, Simon P.2009. Pedoman Teknis
Pemeliharaaan Induk dan Anak Kambing
Masa Pra-Sapih. Loka
Penelitian Kambing Potong. Sumatra Utara.
Muljana, W, 2001. Cara
Beternak Kambing. CV. Aneka Ilmu. Semarang.
Mulyono, S. 2003. Ternak
Pembibitan Kambing dan Domba. Cetakan Ke-V. Penerbit; PT.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Mutakim, Zainal, Ciri ciri
dan informasi mengenai Kambing Etawa (PE).
http://peternakankambingberdikari.blogspot.com/
Sarwono, B. 1991. Beternak
Kambing Unggul. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
---------------. 1999. Beternak
Kambing Unggul. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sarwono, D dan Matnur, R. 1993. Sifat
Produksi dan Produktifitas Kambing Lokal. Laporan Penelitian. Fakultas
Peternakan Universitas Mataram. Mataram.
Setiawan, T. dan Tainus, A. 2003. Beternak
Kambing Perah Peranakan Ettawa.
Penebar Surabaya. Jakarta.
Simon, P. Ginting. 2009. Pedoman
Teknis Pemeliharaan Indukan dan Anak Kambing Masa Pra-sapih. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Sumatera Utara.
Sinderejo, S., 1996. Pedoman
Pemeliharaan Kambing Perah. Balai Pustaka. Jakarta.
Sodiq, A.dan Abidin, Z.2002. Kambing Peranakan
Ettawa Penghas Susu Berkhasiat Obat. PT. Agro Media
Pustaka.Tanggerang.
Sosoroamidjojo, M.S. 1984. Ternak
Potong dan Kerja. CV. Yasa Guna Jakarta. Jakarta.
Williamson dan Payne. 1993. Animal
Feeding and Nutrition. Seventh Edition. Kendal/Hunt Publishing
Company, Dubuque.
Post a Comment for "Beternak kambing etawa"