Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Konse p keadilan menurut plato dan al-ghazali

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Negara ini membutuhkan keadilan untuk bisa menata kembali kehidupan bernegaranya. Dalam berbagai tayangan di televisi dapat kita lihat bahwa betapa tidak ada jaminan kepastian akan hukum dan keadilan dalam berbagi ruang di negara kita, contoh kasus yang begitu menarik kita adalah masalah penahanan mantan Kabareskrim Susno Duadji, terkait kasus arwana yang sebenarnya belum jelas dan tidak perlu untuk dilakukan penahanan. Kasus arwana ini sebenarnya masih terkait dengan terkuaknya kasus penggelapan pajak oleh Gayus tambunan. Namun sepertinya polisi lebih memilih untuk menyelesaikan kasus arwana terlebih dahulu, daripada Gayus. Bagaimana dengan kasus sejenis yang menyangkut penggelapan pajak dengan rasio yang lebih besar daripada Gayus ?
Pertanyaan ini semakin menghilang dengan semakin kurang bergemanya kasus ini. Sama dengan kasus Century yang semakin membungkam. Padahal sempat kasus ini menjadi top headline dari semua pemberitaan di setiap media. Apakah selalu begini yang terjadi di indonesia ? maksudnya, akankah setiap kasus yang booming menjadi pemberitaan di setiap media tiba-tiba menghilang begitu saja tanpa penyelesaian yang jelas ? mengapa kita tidak pernah tuntas dalam menyelesaikan sebuah permasalahan ?
Pertanyaannya semakin berlanjut bila kita ingat kembali beberapa kasus yang sempat menarik perhatian khalayak, yaitu kasus dimana ada seseorang nenek yang terpaksa mencuri cokelat dan dengan mudahnya langsung dipenjarakan. Lalu ada juga kasus 2 orang lelaki yang terpaksa menginap di penjara hanya karena mencuri semangka. Apakah ini yang disebut adil ? pembenahan seperti apakah yang harus kita lakukan agar keadilan benar-benar bisa ditegakkan ?
Kasus-kasus kecil begitu mudahnya diselesaikan, walaupun terkesan kurang adil, dan berlebihan. Sementara orang-orang dengan kasus yang begitu besar, tidak terselesaikan, bahkan banyak dari mereka yang keburu meninggal sebelum kasusnya diselesaikan. Sepertinya kita membutuhkan pemimpin yang bukan hanya tegas, tetapi bisa mensinergiskan semua kekuatan yang ada, baik dari kekuatan politik, militer, dan kekuatan yang bersal dari aspirasi masyarakat sehingga fokus pada pembenahan tidak terpecah. Yang selalu saya lihat adalah, begitu banyaknya kepentingan para elite yang berkuasa sehingga sehingga sering kali terjadi tarik menarik kekuasaan, dan politik saling menjatuhkan. Bentuk koalisi yang diadakan hanya sekedar sebagai ajang untuk menarik kekuasaan, bukan sebagai penyatuan visi indonesia. DPR bukanlah pencerminan dari apa yang diinginkan oleh masyarakat, melainkan aspirasi partai.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu keadilan?
2.      Bagaimana konsep keadilan menurut Plato dan Al-Ghazali?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Keadilan
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan kewajiban, atau dengan kata lain keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama. Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjelankan kewajiban, maka sikap dan tindakan kita akan mengarah pada pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya pula jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
Keadilan itu merupakan suatu perlakuan antara hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan secara seimbang. Setiap orang ingin merasakan keadilan yang sama antara sesama manusia. Adil dalam melaksanakan suatu keadaan atau masalah merupakan jiwa seseorang yang memiliki jiwa social yag tinggi. Setiap warga Negara Indonesia pun wajib memperoleh keadilan yang merata dengan yang lainnya sesuai dengan HAM dalam bidang hokum, politik, ekonomi, dan kebudayaan.
Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi keadilan atau ketidakadilan setiap hari. oleh sebab itu keadilan dan ketidakadilan, menimbulkan daya kreativitas manusia.  Maka dari  itu keadilan sangat penting untuk kehidupan sehari – hari, karena akan mensejahterakan semua umat manusia. Keadilan terdapat dalam pancasila, terutama dalam sila kelima yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Yang artinya seluruh warga Negara Indonesia berhak mendapatkan keadilan yang merata dari pihak yang berwenang.
Jadi antara hak dan kewajiban perlu diserasikan agar tercipta kehidupan yang harmonis, karena kehidupan seperti itulah yang diinginkan oleh setiap umat manusia. Setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang perlu dikerjakan bersama – sama tanpa adannya berat sebelah yang artinya hak dan kewajiban harus dilaksanakan secara seimbang.

B.     Konsep Keadilan Menurut Al-Ghazali
Menurut para ulama hadits keadilan adalah jauhnya diri mereka dari bohong dalam periwayatan dan penyimpangan dengan melakukan sesuatu yang mengharuskan tidak diterimanya riwayat tersebut.
Al-Ghazali dalam kitab al-Musthafa memberi definisi keadilan dalam riwayat dan pensaksian sebagai suatu ungkapan mengenai konsisten perjalanan hidup dalam agama, hasilnya merujuk kepada suatu keadaan yang mantap dalam jiwa yang menjamin melakukan taqwa dan mu’ruah (sikap jiwa) sehingga mencapai kepercayaan jiwa yang dibenarkan, maka tidak ada kepercayaan atas perkataan bagi orang yang takut Allah dari kebohongan. Jadi maksud keadilan di sini adalah penerimaan riwayat tanpa dibebani pencarian sebab-sebab adil dan kesucian diri.
Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa keadilan sahabat telah di maklumi berlandaskan apa yang ditegaskan Allah Swt sendiri. Selain itu Allah juga memuji mereka. Oleh karena itu tidak perlu lagi menta’dilkan mereka sebab penta’dilan dari Allah lebih sahih mengingat Dia adalah Dzat yang Maha Mengetahui terhadap yang ghaib. Pernyataan Al-Ghazali mendapat dukungan ibn Salah, ia menjelaskan bahwa keadilan sahabat sudah tidak dipertanyakan lagi. Hal ini sesuai dengan keterangan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ bahwa mereka semua adalah adil


C.    Konsep Keadilan Menurut Plato
Menurut Plato sebaiknya yang memerintah suatu negara adalah seorang yang arif dan bukannya hokum, karena hokum tidak memahami secara sempurna apa yang paling adil untuk semua orang, dan karenanya tidak dapat melaksanakan yang terbaik.
Dari ungkapan tersebut, berarti seorang raja harus mempunyai jiwa filsafat, supaya mengetahui apa itu keadilan dan bagaimana keadilan itu harus dicapai oleh negara.
Plato mengungkapkan dua teori keadilan, yaitu:
1.      Keadilan Moral, yaitu keadilan yang dasarnya keselarasan (harmoni). Oleh karena itu dia berpendapat bahwa keadilan itu timbul karena adanya pengaturan atau penyesuaian yang member tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat.
2.      Keadilan Prosedural atau Keadilan Hukum merupakan sarana untuk melaksanakan keadilan moral yang berkedudukan lebih tinggi daripada hokum positif dan adat kebiasaan.

D.    Proses Penegakan Hukum di Indonesia
Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan-keinginan  hukum di sini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum jadi tidak bisa dipisahkan begitu saja antara penegakan hukum dan pembuatan hukum.
Memperoleh keadilan adalah hak asasi bagi setiap manusia. Tegaknya keadilan dan kebenaran dalam masyarakat akan dapat mewujudkan masyarakat yang damai, sejahtera, aman, tentram, dan saling percaya, baik antara sesama anggota masyarakat, maupun terhadap pemerintah. Keadilan adalah sesuatu yang dirasakan seimbang, pantas, sehingga semua orang atau sebagian besar orang yang mengalami merasa pantas, nyaman,  dan adil. Salah satu ciri keadilan yang penting adalah adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Namun keadilan di Indonesia ini masih mempunyai banyak kontroversi, apalagi untuk kalangan menengah kebawah. Keadilan di Indonesia ini dirasa sangatlah kurang untuk mereka. Ketidak adilan yang terjadi ini sebenarnya karena adanya suatu masalah pada proses penegakkan hukum.
Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejewantahkan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran bilai tahap akhir,untuk menciptakan ,memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
Hukum sebagai kumpulan dari norma-norma yang memuat anjuran,hal-hal yang tidak diperbolehkan dan sanksi yang salah satu fungsinya adalah menjadikan kontrol sosial dengan tujuan untuk ketertiban,keamanan dan kestabilan masyarakatnya, maka hukum lahir bersifat law in the books,memuat ancangan hipotesis tentang hal yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan serta sanksi untuk pelanggarnya.
Pada taraf law in the books ini hukum belum dirasa sebagai hukum karena belum dijalankan oleh masyarakatnya sesuai dengan yang tertulis pada hukum itu. Tapi masyarakat akan merasakan manfaat suatu hukum tersebut apabila mereka telah menjalankannya (law in actions). Maka tidaklah mengherankan jika suatu hukum tidak bisa dikatakan sebagai hukum.
Dalam berbagai kajian sistematis penegakan hukum dan keadilan, secara teoritis menyatakan bahwa efektivitas penegakan hukum baru akan terpenuhi apabila 5 pilar hukum dapat berjalan dengan baik, yaitu:
1.      Instrumen hukum
2.      Aparat penegak hukum
3.      Peralatannya
4.      Masyarakat
5.      Birokrasi
Proses penegakan hukum dalam masyarakat bukan hanya ditentukan oleh faktor tunggal, namun juga berbagai faktor yang lain namun faktor mana yang lebih dominan tergantung pada konteks sosial dan tantangan-tantangan yang dihadapi masyarakat bersangkutan. Secara umum faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu faktor didalam sistem hukum dan faktor luar sistem hukum. Faktor dalam sistem hukum meliputi faktor hukumnya (Undang-undang), faktor penegak hukum dan faktor sarana dan prasarana. Sedangkan faktor di luar sistem hukum yang memberikan pengaruh adalah faktor kesadaran hukum masyarakat, perkembangan masyarakat, kebudayaan, dan faktor politik atau penguasa negara.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
·         Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban.
·         Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan kewajiban, atau dengan kata lain keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama. Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjelankan kewajiban, maka sikap dan tindakan kita akan mengarah pada pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya pula jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
·         Keadilan itu merupakan suatu perlakuan antara hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan secara seimbang. Setiap orang ingin merasakan keadilan yang sama antara sesama manusia. Adil dalam melaksanakan suatu keadaan atau masalah merupakan jiwa seseorang yang memiliki jiwa social yag tinggi. Setiap warga Negara Indonesia pun wajib memperoleh keadilan yang merata dengan yang lainnya sesuai dengan HAM dalam bidang hokum, politik, ekonomi, dan kebudayaan.

B.     Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.




DAFTAR PUSTAKA

Notowidagdo, rohiman, haji, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-qur’an dan Hadist, rajawali pers, Jakarta, 2000
Mustofa, ahmad, Ilmu Budaya Dasar, Pustaka Setia, solo,1997
Http/www.carin4mzil.blayspot.com


Post a Comment for "Konse p keadilan menurut plato dan al-ghazali"