Konsep dasar penyulit kala I dan kala II
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Persalinan merupakan suatu proses alami yang akan
berlangsung dengan sendirinya, tetapi persalinan pada manusia setiap saat
terancam penyulit yang membahayakan ibu maupun janinnya sehingga memerlukan
pengawasan, pertolongan dan pelayanan dengan fasilitas yang memadai. Persalinan
pada manusia dibagi menjadi empat tahap penting dan kemungkinan penyulit dapat
terjadi pada setiap tahap tersebut.
Penyebab utama kematian ibu di negara yang sedang
berkembang sebagian besar adalah penyebab obstetri langsung yaitu; perdarahan
post partum, eklamsia, sepsis dan komplikasi lainnya seperti panggul sempit,
penyebab kematian ini sebagian besar dapat dicegah, karena di negara-negara
dengan angka kematian ibu yang rendah penyebab kematian ini tidak didapatkan
lagi. Hal ini dapat dilakukan dengan mendeteksi sedini mungkin resiko-resiko
yang ada dan mempertimbangkan atau memperkirakan resikonya kemudian mengambil
keputusan dengan resiko paling rendah.
Komplikasi persalinan adalah adanya penyulit yang
timbul pada saat akan terjadi persalinan yang bisa membuat persalinan beresiko
atau lahir tidak normal dengan menggunakan alat atau melalui operasi SC.
Penyulit pada kala
II yang mungkin terjadi di antaranya adalah, kelainan panggul (panggul sempit),
presentasi oksipito posterior (belakang kepala), letak lintang, letak sungsang,
presentasi dahi, presentasi muka, presentasi oksipito posterior peristen,
distosia. Ada 2 definisi
panggul sempit, yaitu secara anatomi dan secara obstetri. Secara anatomi
berarti panggul yang satu atau lebih ukuran diameternya berada di bawah angka
normal sebanyak 1 cm atau lebih. Pengertian secara obstetri adalah panggul yang
satu atau lebih diameternya kurang sehingga mengganggu mekanisme persalinan
normal.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
distosia kelainan janin bayi kembar dan hydrocepalus?
2. Bagaimana
distosia kelainan janin kembar siam dan gawat janin?
3. Bagaimana
distosia kelainan jalan lahir dengan keseimbangan PAP, kesempitan bidang tengah
pelvis dan kesempitan PBP?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
DISTOSIA
KELAINAN JANIN
Distosia dapat disebabkan
karena kelainan his (his hipotonik dan his hipertonik), karena kelainan besar
anak, bentuk anak (hidrocefalus, kembar siam, prolaps tali pusat ), letak anak
(letak sungsang, letak melintang), serta karena kelainan jalan lahir.
1. Bayi Besar
Definisi
Bayi besar adalah bayi
lahir yang beratnya lebih dari 4000gram. menurut
kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan dytosia kalau
beratnya melebihi 4500gram. Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan
adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu. Karena regangan dinding rahim
oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan inertia dan kemungkinan
perdarahan postpartum lebih besar. Macrosomiaatau bayi besar
adalah bayi yang lahir dengan berat lebih dari 4000 gram. Rata - rata bayi baru
lahir dengan usia cukup bulan ( 37 minggu-42 minggu ) berkisar antara 2500 gram
hingga 4000 gram. Pada kondisi tertentu ada beberapa ibu hamil yang melahirkan
bayi dengan berat diatas 4000 gram.
Faktor-faktor makrosomia
·
Bayi dan ibu yang menderita diabetes
sebelum hamil dan bayi dari ibu yang menderita diabetes selama kehamilan
·
Terjadinya obesitas pada ibu juga dapat
menyebabkan kelahiran bayi besar (bayi giant)
·
Pola makan ibu yang tidak seimbang atau
berlebihan juga mempengaruhi kelahiran bayi besar
Komplikasi
Bayi besar yang sedang berkembang
merupakan suatu indikator dari efek ibu. Walaupun dikontrol dengan baik dapat
timbul pada janin, maka sering disarankan persalinan yang lebih dini sebelum
aterm. Biasanya dinilai pada sekitar kehamilan 38 minggu. Penilaian yang
seksama terhadap pelvis ibu. Tingkat penurunan kepala janin dan diatas serviks.
Bersama dengan pertimbangan terhadap riwayat kebidanan sebelumnya. Jika
tidak maka persalinan dilakukan dengan seksio sesarea yang direncanakan. Resiko
dari trauma lahir yang tinggi jika bayi lebih besar dibandingkan panggul ibunya
perdarahan intrakranial, distosia bahu, ruptur uteri,serviks, vagina, robekan
perineum dan fraktur anggota gerak merupakan beberapa komplikasi yng mungkin
terjadi. Jika terjadi penyulit-penyulit ini dapat dinyatakan sebagai
penatalaksanaan yang salah. Karena hal ini sebenarnya dapat dihindarkan dengan
seksio sesarea yang terencana. Walaupun demikian, yang perlu dingat bahwa
persalinan dari bayi besar (baby giant) dengan jalan abdominal bukannya tanpa
resiko dan hanya dapat dilakukan oleh dokter bedah kebidanan yang terampil
Pemantauan glukosa darah ( Pada saat
datang atau umur 3 jam, kemudian tiap 6 jam sampai 24 jam atau bila kadar
glukosa ≥ 45 gr% dua kali berturut-turut. Pemantauan
elektrolit Pemberian glukosa parenteral sesuai indikasi Bolus glukosa
parenteral sesuai indikasi Hidrokortison 5 mg/kg/hari IM dalam dua dosis bila
pemberian glukosa parenteral tidak efektif.
Alasan merujuk
Bila dijumpai diagnosis makrosomia, maka
bidan harus segera membuat rencana asuhan kebidanan untuk segera
diimplementasikan, tindakan tersebut adalah merujuk klien. Alasan dilakukannya
rujukan adalah untuk mengantisipasi adanya masalah-masalah terhadap janin dan
juga ibunya.
Masalah potensial yang akan dialami
adalah:
a. Resiko
dari trauma lahir yang tinggi jika bayi lebih besar dibandingkan panggul ibunya
perdarahan intracranial
b. Distosia
bahu
c. Ruptur
uteri
d. Robekan
perineum
e. Fraktur
anggota gerak
Tindakan Selama Rujukan :
1. Memberikan
pengertian kepada ibu bahwa kehamilan ini harus dirujuk ke Rumah Sakit karena
bidan tidak mempunyai kapasitas untuk menganganinya.
2. Apabila
ibu tidak bersedia dirujuk maka akan terjadi kemungkinan yang tidak diharapkan
baik bagi ibu maupun janin. Seperti : Resiko dari trauma lahir, distosia bahu,
robekan perineum, dll.
3. Mendampingi
ibu dan keluarga selama di perjalanan.
4. Memberikan
semangat kepada ibu bahwa kehamilan ini akan tertangani dengan baik oleh tenaga
kesehatan di tempat rujukan. Ibu agar tetap berdoa dan berusaha berpikir
positif.
Mengingat resiko yang ditimbulkan bila
terjadi kehamilan dengan bayi macrosomia ( bayi besar ) tersebut, maka sebaiknya ibu hamil melakukan hal -
hal berikut ini:
a. Menjaga
kenaikan berat badan. Terutama pada ibu hamil dengan Diabetes dan Obesitas.
Untuk ibu hamil dengan berat badan normal, kenaikan berat badan sekitar 10 kg -
13 kg, namun bila berat badan sebelum hamil kurang dari 45 kg, atau sebelum
hamil sudah obesitas maka kenaikan berat badan disesuaikan dengan anjuran bidan
atau dokter
b. Melakukan
aktifitas gerak dan olahraga. Ibu hamil yang kurang gerak akan membuat
kalori tubuh menumpuk dan tersimpan dalam bentuk lemak sebagai cadangan kalori
tubuh. Senam hamil dan jalan pagi yang teratur akan sangat membantu
mencegah kenaikan berat badan berlebih saat hamil.
c. Perbanyak
konsumsi buah dan sayuran memasuki trimester III. Buah- buahan segar atau
sayuran dalam bentuk jus yang banyak mengandung serat sangat disarankan.
Hindari camilan junkfood dan kudapan yang mengandung banyak zat gula misalkan
es krim dan puding berkadar gula tinggi . Minuman sirup manis sebaiknya juga
dikurangi bila kenaikan berat badan telah melewati batas normal.
d. Patuhi
diet dan pengobatan yang teratur. Bagi ibu hamil dengan riwayat diabetes
sebaiknya mematuhi diet atau aturan pola makan sesuai anjuran dokter dan
teratur mengikuti program terapi diabetes baik pemberian insulin maupun obat
minum.
e. Pemeriksaan
kehamilan secara teratur untuk pemantauan berat badan selama kehamilan. Pada setiap kunjungan berkala tersebut, bidan dan dokter
akan membantu memantau berat badan setiap ibu hamil dengan pertimbangan indeks
massa tubuh atau BMI masing - masing ibu hamil.
2. Hidrosephalus
Definisi
Hydrocephalus adalah suatu keadaan dimana
terdapat timbunan likuor serebrospinalis yang berlebihan dalam
ventrikel-ventrikel, yang disertai dengan tekanan intracranial (sarwono,
2007). Hydrocephalus adalah jenis
penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan
serebrospinal). Penyakit ini juga dapat ditandai dengan dilatasi vertical
serebra, biasanya terjadi secara sekunder terhadap obstruksi jalur cairan
serebrospinalis, dan disertai oleh penimbunan cairan serebrospinalis di dalam
cranium; Secara tipikal ditandai dengan pembesaran kepala, menonjolnya dahi,
deteriorasi mental, dan kejang-kejang (Sudarti dan Afroh Fauziah, 2012).
Hydrocephalus merupakan Penimbunan cairan otak dalam tengkorak dan bilik-bilik
otak sehingga kepala menjadi besar. Kadang disebut air di otak (Suseno Tutu dan
Masruroh, 2009).
Bentuk Umum
Ada beberapa type hydrocephalus
berhubungan dengan kenaikan tekanan intrakranial. Tiga bentuk umum hydrocephalus berdasarkan sirkulasi :
1) Hidrocephalus
Non-komunikasi (Non communicating hydrocephalus)
Biasanya
diakibatkan obstruksi dalam system ventrikuler yang
mencegah bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai
pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada
system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun
bekas luka.Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi
pada system ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam
system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yag
berfungsi atau pada anak – anak dibawah usia 12 – 18 bulan dengan tekanan
intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda – tanda dan gejala – gejala
kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak – anak yang garis suturanya tidak
bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
2) Hidrosefalus
Komunikasi (communicating hidrocepalus)
Jenis
ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk
mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional.
Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya
villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien
memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)
3) Hidrosefalus
Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus).
Di
tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi
jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya
normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic
gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala,
hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok
umur 60 – 70 tahun) ada kemungkinan ditemukkan hubungan tersebut.
Tanda dan gejala
Lingkar kepala bayi aterm normal berkisar
antara 32 dan 38 cm. pada hidrosephalus lingkar kepala sering lebih mencapai
dari 50 cm, dan terkadang mencapai 80 cm. volume cairan biasanya berkisar
antara 500- 1500 Ml , tetapi bisa juga sampai 5L . pada presentasi bokong ditemukan
pada sepertiga kasus . pada presentasi apapun, hidrosefalus lazimnya disertai
disporposi sefalopelvik berat dengan distosia serius sebagai konsekuensi
umumnya .
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi
menjadi :
1) Penanganan
Sementara.
Terapi
konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus
melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya
meningkatkan resorbsinya.
2) Penanganan
Alternatif (Selain Shunting)
Misalnya
: pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi
massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini
cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik
bedah endoskopik. (Peter Paul Rickham, 2003)
3) Operasi
Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)
Operasi
pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas
drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun
kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid
lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu:
pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran
dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan
kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. (Allan H.
Ropper, 2005:360)
Hal-hal
yang dapat dilakukan untuk menangani hydrocephalus antara lain :
a. Menggunakan
teknologi pintasan seperti silicon.
Hal ini
penting karena selang pintasan itu ditanam di jaringan otak, kulit, dan rongga
perut, dalam waktu yang lama bahkan seumur hidup penderita sehingga perlu
dihindarkan efek reaksi penolakan oleh tubuh. Tindakan bedah pemasangan selang
pintasan dilakukan setelah diagnosis dilengkapi dan indikasi serta syarat
dipenuhi. Tindakan dilakukan terhadap penderita yang dibius otak ada sayatan
kecil didaerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak
yang selanjutnya selang pintasan ventrikel dipasang, disusul, kemudian dibuang
sayatan kecil didaerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan
rongga perut antara kedua ujung selang tersebut dihubungkan, dengan sebuah
selang pintasan yang ditanam dibawah kulit sehingga tidak terlihat dari luar.
b. Teknik
neuroendoskopi
Endoskopi
dapat digunakan sebagai alat diagnose dan sekaligus tindakan bedah. VRIES pada
tahun 1978 mengembangkan endoskopi yang canggih, yakni sebuah selang
fiber-optik yang dilengkapi dengan peralatan bedah mikro dan sinar laser.
Dengan demikian, melalui sebuah lubang dikepala, selang dipadu dengan layar
televise, dioperasikan alat bedah untuk membuka tumor yang menyumbat rongga
ventrikel.
B.
DISTOSIA
KELAINAN JANIN: KEMBAR SIAM DAN GAWAT JANIN
1.
Kembar Siam
Pengertian Kembar siam
Kembar
siam Adalah keadaan anak kembar yang tubuh keduanya bersatu .Hal ini
terjadi apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna. Kemungkinan
kasus kembar siam diperkirakan adalah satu dalam 200.000 kelahiran yang bisa
bertahan hidup berkisar antara 5% dan 25% dan kebanyakan (75%) berjenis kelamin
perempuan(Wiknjosastro,2007)
Penyebab
Kelahiran Kembar
Banyak faktor diduga sebagai penyebab kehamilan
kembar.selain faktor genetik,obat penyubur yang dikonsumsi dengan tujuan agar
sel telur matang secara sempurna.juga diduga ikut memicu terjadinya bayi
kembar. Alasannya,jika indung telur bisa memproduksi sel telur dan diberi obat
penyubur,maka sel telur yang matang pada saat bersamaan bisa banyak bahkan
sampai lima dan enam.
Ada beberapa jenis kembar siam:
1)
Tharacopagus :
Kedua tubuh bersatu dibagian dada(thorax).
2)
Omphalophagus :
Kedua tubuh bersatu dibagian bawah dada.umumnya masing-masing tubuh memiliki
jantung masing-masing.
3)
Chepalophagus :
Bersatu dikepala dengan tubuh yang terpisah.kembar siam jenis ini umumnya tidak
bisa bertahan hidup karena kelainan serius di otak.
4)
Craniopagus : Tulang
tengkorak bersatu dengan tubuh yang terpisah
5)
Chepalothoracopagus :
Tubuh bersatu dikepala dan thorax.jenis kembar siam ini umumnya tidak bisa
bertahan hidup.
6)
Craniopagus :
Tulang tengkorak bersatu dan tubuh yang terpisah 2%.
7)
Dicephalus :
2 Kepala ,1 tubuh dengan 2 kaki dan 2 atau 3 atau 4 lengan.
8)
Ischiopagus :
Kembar siam anterior yang bersatu di bagian bawah tubuh (6% dari seluruh kasus)
9)
Ischio-Omphalopagus :
Kembar siam yang bersatu dengan tulang belakang membentuk huruf Y. Mereka
memiliki 4 lengan dan biasanya 2 atau3 kaki
10) Parapagus :
Kembar siam yang bersatu pada bagian bawah tubuh dengan jantung yang sering
kali di bagi.
Kehamilan kembar
Ialah satu kehamilan dengan dua janin atau lebih
berbagai faktor mempengaruhi frekuensi kehamilan kembar seperti bangsa hereditas,umur
dan varietas ibu.
Kehamilan kembar ada 2 macam:
1)
Kehamilan kembar 2 telur, kehamilan
dizigotik,kehamilan kembar praternal:2 buah sel telur dihamilkan oleh 2 sel
mani.ke dua sel telur dapat berasal dari 1 ovarium atau masing-masingovarium
yang berlainan.
2)
Kehamilan kembar 1 telur, kehamilan
kembar monozigotik atau kehamilan kembar identik yang terjadi dari sebuah sel
telur dan sebuah sel mani.sel telur yang sudah dihamilkan itu kemudian membagi
diri dari 2 bagian yang masing-masing tumbuh menjadi anak.kehamilan kembar 2
telur lebih sering ditemukan dari pada kehamilan kembar 1 telur.frekuensi
kehamilan 2 telur dipengaruhi oleh bangsa keturunan,varitas umur ibu.sebaliknya
kehamilan kembar 1 telur tidak dipengaruhi oleh bangsa,keturunan,varitas dan
umum tapi oleh faktor lingkungan.
Perbedaannya sebagai berikut
Kehamilan
kembar satu telur Kehamilan kembar dua telur
·
Selalu sama jenis kelaminnya rupanya
mirip (seperti bayangan)
·
Golongan darah sama
·
Cap tangan dan kaki sama
·
Placenta 1,chorion 1,amnion 2 atau
placenta 1,chorion 1,amnion 1 -Jenis kelamin tidak usah sama
·
Persamaan seperti adik dan kakak
·
Golongan darah tidak usah sama
·
Cap tangan dan kaki tidak sama
·
placenta 2, chorion 2 dan amnion 2
(:Wiknjosastro,2007)
2.
GAWAT JANIN
Pengertian Gawat janin
Gawat
janin adalah keadaan ketika janin tidak memperoleh O2 yang cukup. Gawat
janin dapat diketahui dari tanda-tanda sebagai berikut:
1)
Frekuensi bunyi Djj ± 120X/I atau
lebih dari 160X/i
2)
Berkurangnya gerakan janin atau
(janin normal bergerak lebih dari 10 x/hari)
3)
Adanya air ketuban bercampur mekonium,warna
kehijauan (jika bayi dengan letak kepala)
Cara mencegah gawat janin:
·
Gunakan partograf untuk memantau
persalinan
·
Anjurkan ibu untuk sering bergantih
posisi selama persalinan.Ibu hamil yang berbaring terlentang dapat mengurangi
aliran darah ke rahim
Bagaimana
mengidentifikasi gawat janin dalam persalinan:
·
Periksa frekuensi jantung janin
setiap 30 menit pada kala I dan setiap 15 menit sesudah pembukaan lengkap
·
Periksa ada atau tidak air ketuban
bercampur mekonium(warna kehijauan)
Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima O2
cukup,sehingga mengalami hipoksia. Situasi ini dapat terjadi kronik (dalam
jangka waktu lama) atau akut.janin yang sehat adalah janin yang tumbuh
normal,dengan usia gestasi aterm dan presentasi kepala.
Adapun
janin yang beresiko tinggi untuk mengalami kegawatan /hipoksia adalah sbb:
·
Janin yang pertumbuhannya terlambat
·
Janin dari ibu yang diabetes
·
Janin dengan kelainan letat
·
Janin kelainan bawaan/infeksi
Gawat janin
dalam persalinan dapat terjadi bila:
·
Persalinan berlangsung lama
·
Induksi persalinan dengan oksitosin
·
Ada perdarahan dan infeksi
·
Insufiensi Plecenta:postterm,pre
eklamsi
Tanda Gawat Janin
1)
Djj Abnormal
Djj ireguler
dalam persalinan sangat bervariasi dan dapat kembali setelah beberapa
waktu.bila djj tidak kembali normal setelah kontraksi, hal ini meninjukkan
adanya hipoksia. Bradikardia yang terjadi diluar saat kontraksi atau tidak
menghilang setelah kontraksi menunjukkan adanya kegawatan janin.
Takhikardia dapat merupakan reaksi
terhadap adanya :
·
Demam pada ibu
·
Obat-obat yang menyebabkan takhikardia
(misalnya obat tokolitik)
·
Amnionitis
·
Bila ibu tidak mengalami
takhikardia.djj yang lebih dari 160 dpm meninjukkan adanya hipoksia.
2)
Mekonium
Cairan
amnion yang hijau tentang menunjukkan bahwa air ketuban jumlahnya
sedikit.kondisi ini mengharuskan adanya intervensi .intervensi tidak perlu
dilakukan bila air ketuban kehijauan tanpa tanda kegawatan janin atau fase
aktif suatu persalinan presentasi bokong.(Saifuddin,2006)
C.
DISTOSIA KELAINAN JALAN LAHIR
Pengertian
Distosia
adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia karena
kelainan jalan lahir adalah distosia yang disebabkan karena adanya kelainan
pada jaringan keras / tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul.
Distosia karena
kelainan jalan lahir adalah distosia yang disebabkan karena adanya kelainan
pada jaringan keras / tulang panggul.
Etiologi
Distosia kelainan jalan lahir disebabkan karena
adanya kelainan pada jaringan keras / tulang panggul. (Sujiyatini dkk,2009)
Macam – Macam Distosia Jalan Lahir
keras/ kelainan panggul
1) Kesempitan
Pintu Atas Panggul (PAP)
Definisi
Pintu atas panggul
biasanya dianggap menyempit jika konjugata vera yang merupakan ukuran paling
pendek panjangnya kurang dari 10 cm atau jika diameter transversa yang
merupakan ukuran paling lebar panjangnya kurang dari 12 cm. Konjugata vera
umumnya diperkirakan dengan pengukuran secara manual panjang konjugata
diagonalis yang sekitar 1,5 cm lebih besar, Dengan demikian, kesempitan pintu
atas panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dengan konjugata diagonalis
yang berukuran kurang dari 11,5 cm.
Dengan melakukan
pengukuran panggul secara klinis dan kadang-kadang pelvimetri radiologi, kita
harus menentukan konjugata vera yang merupakan diameter terkecil yang harus
dilewati kepala janin. Kadang-kadang korpus vertebra sakralis pertama bergeser
kedepan sehingga ukuran yang paling kecil ini sebenarnya berada diantara
promontorium sacrum yang palsu atau abnormal dan simfisis pubis.
Diameter
biparietalis kepala janin yang aterm bisa ditentukan dengan pemeriksaan
ultrasonografi sebelum persalinan, dan pada populasi klinik yang berbeda-beda
mempunyai kisaran rata-rata dari 9,5 cm sampai ukuran terbesar 9.8 cm. Karena
itu, sebagian bayi sukar atau bahkan tidak mungkin dapat melewati pintu atas
panggul dengan konjugata vera yang panjangnya kurang dari 10 cm.
Menurut Mengert
(1948) dan Kaltreider (1982), dengan menggunakan pelvimetri rontgen,
memperlihatkan bahwa insiden persalinan yang sulit akan meningkat sampai suatu
derajat yang sama kalau konjugata vera kurang dari 10 cm. atau diameter
transversalis pintu atas panggul kurang dari 12 cm. Kalau kedua ukuran tersebut
sempit, insiden kesulitan obstetric akan jauh lebih besar daripada kalau hanya
salah satu saja yang sempit. Konvigurasi pintu atas panggul juga merupakan
faktor penting yang menentukan apakah ukuran panggul memadai, tanpa tergantung
pada hasil pengukuran sebenarnya konjugata diagonalis serta diameter
transversalin dan “ daerah-daerah” yang dikalkulasikan dan klasifikasi.
Wanita yang kecil
barangkali akan memilik panggul yang kecil, namun lebih besar kemungkinannya
pula untuk mempunyai bayi yang kecil. Menurut Thoms (1937), dalam suatu
penelitian terhadap 362 wanita primigravida, mendapatkan bahwa berat rata-rata
bayi yang dilahirkan oleh para wanita tersebut lebih rendah secara bermakna
(278 gram) pada wanita dengan panggul kecil daripada wanita dengan panggul
sedang atau besar. Dalam bidang obstetric Veteriner kerapkali ditemukan bahwa
pada sebagian besar spesies hewan faktor penting yang menentukan besar janin
bukan terletak pada ukuran paternal melainkan pada ukuran maternal.
Ukuran kepala janin.
Teknik-teknik pemeriksaan
secara klinis, radiologis, ataupun ultrasonografik telah digunakan dengan
berbagai derajat keberhasilan dalam menentukan ukuran kepala janin terhadap
ukuran pintu atas panggul.
Pemeriksaan Klinis
Masuknya kepala janin kedalam
panggul, seperti dijelaskan oleh Muller (1880), dapat memberikan informasi yang
berguna. Pada presentasi belakang kepala(occiput), dokter dapat memegang bagian
dahi dan sub occiput melalui dinding abdomen dan melakukan penekanan kuat
kebawah menurut sumbu pintu atas panggul. Tekanan pada fundus yang diberikan
oleh asisten pada saat yang sama biasanya akan membantu pemeriksaan ini. Akibat
tekanan pada penurunan kepala janin dapat dievaluasi melalui palpali dengan
tangan yang mengenakan sarung tangan steril didalam vagina.Jika tidak terdapat
disproporsi, kepala janin sudah akan masuk kedalam panggul dan persalinan
pervaginam dapat diramalkan. Namun demikian, ketidakberhasilan kepala janin
untuk masuk kedalam panggul tidak selalu menunjukan bahwa persalinan pervaginam
tidak mungkin berlangsung. Gambaran yang memperlihatkan secara jelas kepala
janin dalam posisi fleksi yang bertumpuk dengan simfisis pubis merupakan bukti
presumptive adanya disproporsi.
Presentasi dan posisi janin
Penyempitan pintu masuk
panggul berperan penting dalam terjadinya presentasi abnormal. Presentasi muka
dan bahu terjadi tiga kali lebih sering pada perempuan dengan penggul yang
sempit, dan prolaps tali pusat dan ekstremitas janin terjadi empat sampai enam
kali lebih sering. Pada perempuan nulipara normal, bagian terbawah janin sering
turun kedalam rongga panggul sebelum awitan partus aterm. Namun, jika pintu
masuk panggul sangat menyempit, penurunan janin biasanya tidak terjadi sampai setelah
awitan partus (jika hal itu memang terjadi).
Proses Persalinan
Pada deformitas panggul
sedemikian jelas sehingga menyebabkan kepala janin tidak dapat memasuki pintu
masuk panggul, proses persalinan menjadi lebih lama dan pada banyak kasus tidak
pernah terjadi partus spontan. Jika hal ini terjadi, efek pada ibu dan janin
akan parah.
a.
Efek pada ibu
Meskipun efek pada ibu dan janin akibat panggul yang
sempit diklasifikasikan dipembahasan selanjutnya, perlu diingat bahwa distosia
akibat kelainan tulang panggul dapat menyebabkan komplikasi yang serius bagi
janin atau ibunya atau keduanya.
a)
Kelainan dilatasi
serviks
Biasanya, dilatasi serviks dipermudah oleh efek
hidrostatik selaput ketuban yang masih utuh atau, setelah ketuban pecah,
tekanan langsung bagian terbawah janin terhadap serviks, Namun, pada panggul
yang sempit, saat kepala tertahan dipintu masuk panggul, seluruh kekuatan yang
ditimbulkan oleh kontraksi uterus menekan langsung pada bagian selaput ketuban
yang menutupi serviks yang berdilatasi. Setelah ketuban pecah, tidak adanya
tekanan kepala janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus menyebabkan
kontraksi uterus melemah.
b)
Bahaya rupture
uterus
Jika disproporsi kepala panggul sedemikian besar
sehingga tidak terjadi engagement dan penurunan, segmen uterus bawah akan
teregang hebat dan kemungkinan besar timbul bahaya rupture uterus. Pada kasus
seperti ini, dapat terbentuk cincin retraksi patologik yang dapat diraba
sebagai suatu rigi transversal atau oblik membentang melintasi uterus diantara
simfisis dan umbilicus. Jika diketahui kelainan ini, seksio cesaria harus
segera dilakukan untuk mengakhiri persalinan dan mencegah rupture uterus.
c)
Pembentukan
fistula
Saat bagian terbawah janin terjepit dipintu masuk
panggul tetapi tidak dapat maju selama beberapa waktu, bagian-bagian jalan
lahir yang terletak diantara bagian terbawah janin dan dinding panggul mungkin
mengalami tekanan berlebihan. Akibat sirkulasi yang terganggu, terjadi nekrosis
yang beberapa hari setelah pelahiran dapat bermanifestasi sebagai fistula
vesikovaginalis, vesikoservikalis, atau rektovaginalis.
d)
Infeksi
intrapartum
Infeksi adalah bahaya serius lainnya yang dapat
dialami ibu dan janin akibat komplikasi ketuban pecah dini. Resiko infeksi
meningkat oleh pemeriksaan vagina berulang dan manipulasi intra vagina dan
intrauterus lainnya.
b.
Efek pada janin
Partus yang memanjang itu sendiri berbahaya bagi
janin. Pada perempuan yang mengalami persalinan lebih dari 20 jam atau dengan
partus kala 2 yang lebih dari 3 jam, terdapat peningkatan angka kematian
perinatal yang bermakna. Jika panggul menyempit dan terjadi ketuban pecah dini,
infeksi intrapartum menjadi penyulit serius bagi ibu dan merupakan penyebab
penting kematian jani dan neonatus.
a)
Pembentukan caput
suksedaneum
Jika panggul sempit, sering terbentuk caput
suksedaneum besar dibagian paling dependen dari kepala selama proses
persalinan. Caput dapat mencapai dasar panggul sementara kepala masih belum
masuk, dank arena tidak menyadari hal ini, dokter yang belum berpengalaman mungkin
melakukan kesalahan dengan memaksa pelahiran lebih cepat dengan forsep.
Biasanya, caput besar menghilang beberapa hari setelah lahir.
b)
Molding kepala
janin
Dibawah tekanan kontraksi uterus yang kuat,
tulang-tulang tengkorak menjadi saling tumpang tindih disutura-sutura mayor,
suatu proses yang disebut sebagai molding (pelipatan). Proses ini dapat
mengurangi diameter biparietal sekitar 0,5 cm tanpa menyebabkan cedera otak;
pada molding yang lebih besar, kemungkinan cedera intracranial meningkat.
Fraktur tengkorak kadang-kadang dijumpai, biasanya setelah usaha pelahiran
secara paksa, walaupun kadang-kadang hal ini terjadi pada persalinan spontan.
c)
Prolaps tali pusat
Suatu penyulit janin yang serius adalah prolaps tali
pusat, yang dipermudah oleh gangguan adaptasi antara bagian terbawah janin dan
pintu masuk panggul.
Penanganan
Tatalaksana
penyempitan pintu masuk panggul terutama ditentukan oleh prognosis untuk pelahiran
pervaginam yang aman. Jika berdasarkan kriteria yang dikaji tidak dapat
dilakukan partus spontan yang aman bagi ibu dan bayinya, harus dilakukakan
seksio sesaria.
Prognosis
Prognosis untuk
pelahiran janin aterm berukuran normal pervaginam yang berhasil pada kasus
penyempitan hebat pintu masuk panggul dengan diameter anteroposterior kurang
dari 9 cm hampir tidak memiliki harapan. Untuk kelompok borderline dengan
diameter anteroposterior sedikit dibawah 10 cm, prognosis untuk partus
pervaginam sangat dipengaruhi oleh berbagai variable sebagai berikut :
a. Semua presentasi kecuali occiput tidak menguntungkan.
b. Ukuran janin sangat penting
c. Jenis pintu masuk panggul berperan penting
d. Disfungsi uterus sering terjadi pada disproporsi yang
besar
e. Secara umum, dilatasi serviks spontan yang teratur
mengisyaratkan bahwa partus pervaginam mungkin berhasil.
f. Asinklitismus yang ekstrem dan molding kepala janin
yang mencolok tanpa engagement merupakan tanda prognostic buruk.
g. Data-data mengenai hasil persalinan dan pelahirannya
sebelumnya bermanfaat. Demikian juga, data berat bayi sebelumnya
h. Gagalnya pelahiran pervaginam akibat keadaan-keadaan
yang mengganggu perfusi uteroplasenta.
2) Kesempitan
Bidang Tengah Pelvis (PTP)
Definisi
Bidang obstetric
panggul tengah membentang dari margi inferior simfisis pubis, lewat spina
ischiadika, dan mengenai sacrum di dekat sambungan tulang vertebra keempat dan
kelima. Linea transversal yang secara teoritis menghubungkan kedua spina
ischiadika membagi panggul tengah menjadi bagian anterior dan posterior. Bagian
yang pertama dibatasi di sebelah anteriornya oleh ramus iskiopubikum. Bagian
posterior dibatasi di sebelah dorsal oleh sacrum dan di sebelah lateral oleh
ligamentum sakrospinosum sehingga membentuk batas-batas inferior foramen
iskiadikum mayor.
Ukuran panggul
tengah rata-rata adalah sebagai berikut: diameter transversa (interspinosum),
10,5 cm; konjugata vera (dari pinggir bawah simfisis pubis ke sambungan
vertebra sakralis keempat dan kelima), 11,5 cm; dan diameter sagitalis
posterior (dari titik tengah linea interspinosum ke titik yang sama pada
sacrum), 5 cm. meskipun definisi kesempitan panggul tengah belum dapat
ditetapkan dengan ketepatan yang sama seperti pada kesempitan pintu atas
panggul, namun panggul tengah mungkin sempit kalau jumlah diameter
interspinarum dan diameter sagitalis posterior pelvis (normalnya 10,5 plus 5 cm
atau 15,5 cm) mencapai 13,5 cm atau lebih kecil lagi. Konsep ini ditegaskan
oleh Chen dan Huary (1982) dalam mengevaluasi kemungkinan kesempitan panggul
tengah. Kalau diameter interspinarum kurang dari 10 cm, kita sudah mempunyai
alasan untuk mencurigai adanya kesempitan panggul tengah. Bila diameter
interspinarum lebih kecil dari 9 cm, panggul tengah sudah pasti sempit.
Definisi kesempitan panggul tengah yang sebelumnya, tentu saja, tidak
menggatakan bahwa distosia harus terjadi pada panggul semacam itu, tetapi hanya
menyebutkan bahwa distosia bias terjadi. Terjadinya distosia pada kesempitan
pada panggul tenggah juga tergantung pada ukuran serta bentuk pelvis bagian
depan dan besar kepala janin, di samping derajat kesimpitan panggul tenggah
sendiri.
Pengenalan
Meskipun tidak ada
metode manual yang tepat untuk menggukur kesempitan panggul tenggah ,
tanda-tanda yang menunjukan kesempitan panggul tengah kadang-kadang dapat
diperoleh dengan memastikan dengan pemeriksaan vagina bahwa spina iskiadiska
menonjol kedalam, dinding samping pelvis berkonvergensi atauf oramen istiadikum
mayor teraba sempit. Menurut Elle dan Mengert (1947) lebih lanjut menunjukkan
bahwa hubungan antara distansia tuberum dan dinstansia spinarum pada iskium
cukup konstan sehingga penyempitan distansia spinarum dapat diantisipasi kalau
distansia tuberum sempit. Meskipun demikian, distansia tuberum yang normal
tidak selalu menyingkirkan kemungkinan distansia untuk spinarum yang sempit.
Etiologi
Kesempitan panggul
tengah mungkin lebih sering dijumpai daripada kesempitan pintu atas panggul,
dan sering menjadi penyebab kemacetan pada janin dalam posisi melintang (transversearrest)
dan kesulitan dalam melakukan tindakan forcep tengah.
Penatalaksanaan
Dalam penangganan
persalinan yang dipersulit dengan adanya kesempitan panggul tengah, tindakan
pertama adalah membiarkan tenaga persalinan yang alami untuk mendorong diameter
biparietalis kepala janin melewati hambatan spinarum yang potensial tersebut.
Pemasangan forcep pada kepala janin mungkin sukar sekali dilakukan karena
diameter yang paling besar belum melewati bagian panggul tengah yang sempit.
Kesukaran ini dapat dijelaskan berdasarkan dua alasan :
a. Penarikan kepala dengan forcep akan menghilangkan
fleksi, sementara dorongan dari atas meningkatkan fleksi
b. Kendati daun porcep hanya memakan tempat beberapa
milimeter, namun hal ini sudah menggurangi lagi ruangan yang tersedia. Hanya
kalau kepala janin sudah turun sampai perineum menonjol dan verteks benar-benar
terlihat, barulah kita mempunyai alasan untuk merasa yakin bahwa kepala janin
sudah melewati tempat obstruksi. Dalam keadaan ini, biasanya forsep sudah dapat
dipasang dengan aman. Dorongan yang kuat dari atas fundus tidak boleh digunakan
untuk mencoba memaksa kepala janin melewati tempat obstruksi.
Pemakaian forsep
untuk membantu persalinan pada sempitan panggul tengah, yang biasanya tidak
terdiagnosis, bertanggungjawab atas begitu banyak kutukan yang dilontarkan pada
tindakan forsep tengah. Karena itu, persalinan dengan forsep tengah merupakan
kontraindikasi pada setiap kasus kesempitan panggul tengah, dimana diameter
biparietalis kepala janin belum melewati tempat yang sempit itu. Kalau tidak,
angka mortalitas dan morbiditas perinatal yang menyertai tindakan tersebut akan
tinggi sekali.
Penggunaan alat
vakum ekstrasi telah dilaporkan memberikan hasil yang baik pada beberapa kasus
kesempitan panggul tengah setelah serviks benar-benar berdilatasi penuh. Traksi yang dilakukan tidak perlu menimbulkan defleksi kepala
janin dan alat vakum juga tidak memakan ruangan seperti halnya forsep. Seperti
pada persalinan dengan forsep, vakum ekstrasi tidak boleh dipasang sebelum
berdiameter biparietalis melewati tempat obstruksi dalam panggul. Oksitosin
tentu saja tidak mempunyai tempat dalam penanganan distosia yang disebabkan
oleh kesempitan panggul tengah.
3) Kesempitan
Pintu Bawah Panggul (PBP)
Pintu bawah
panggul merurpakan bidang yang tidak datar, tetapi terdiri atas segitiga depan
dan segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum.
Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil daripada biasa, maka sudut arkus
pubis mengecil pula (kurang dari 80°).
Pintu bawah
panggul terdiri atas 2 segitiga dengan jarak dengan jarak antar tuberum sebagai
dasar bersamaan.
Ukuran-ukuran yang penting ialah :
a.
Diameter transversa (diameter antar
tuberum) : 11cm
b.
Diameter anterior posterior dari
pinggir bawah sympisis ke ujung os sacrum
: 11,5 cm
c.
Diameter sagitalis posterior dari
pertengahan diameter antar tuberum ke ujung os sacrum : 7,5 cm
Maka menurut Thomas, distosia dapat terjadi kalau
jumlah ukuran antar tuberum dan diameter sagitalis posterior < 15 cm (normal
11cm + 7,5 cm = 18,5 cm).Distosia akibat kesempitan Pintu Bawah Panggul saja
jarang terjadi mengingat bahwa kesempitan PBP hampir selalu disertai dengan kesempitan
Bidang Tengah Panggul. Hubungan antara kepala dengan pintu bawah panggul :
a.
Pintu bawah panggul anak lahir spontan.
b.
Pintu bawah panggul sempit tapi
diameter sagitalis posterior cukup, sehingga anak dapat lahir tetapi agak
kebelakang.
c.
Pintu bawah panggul sempit, juga
diameter sagitallis posteriornya, sehingga anak tak dapat lahir.( Obstetri
patologi 1984 : 215 )
Etiologi
Pengurangan distansia tuberum
yang mengakibatkan penyempitan segitiga anterior pada pintu bawah panggul tanpa
bisa dihindari harus mendorong kepala janin kea rah posterior. Karena itu,
kelangsungan proses persalinan sebagian akan tergantung pada ukuran segitiga
posterior atau lebih spesifik lagi pada distansia tuberum dan diameter
sagitalis posterior pintu bawah panggul. Pintu bawah pangul yang sempit tak
banyak mengakibatkan distosia karena kesempitannya sendiri mengingat keadaan
ini sering disertai pula dengan kesempitan panggul tengah. Kesempitan pintu bawah panggul
tanpa disertai kesempitan pada bidang panggul tengah jarang dijumpai.
Bahkan sekalipun disproporsi
antara ukuran kepala janin dan pintu bawah panggul tidak cukup besar untuk
menimbulkan distosia yang berat, namun keadaan tersebut tetap menjadi bagian
yang penting sebagai penyebab ruptura perineum. Dengan semakin sempitnya arkus
pubis, oksiput tidak bisa muncul langsung dibawah simfisis pubis tetapi akan
terdorong lebih jauh ke bawah pada ramus iskiopubikum. Pada kasus-kasus yang
ekstrim, kepala janin harus berputar di sekeliling garis yang menghubungkan
kedua tuber iskiadikum. Sebagai akibatnya, perineum harus semakin teregang dan
dengan demikian menghadapi ancaman terjadinya ruptur yang besar. Episiotomy
mediolateralis yang luar biasanya diperlukan pada keadaan ini
Penatalaksanaan
Cunam tinggi dengan menggunakan axis-traction forceps
dahulu dilakukan untuk membawa kepala janin – yang dengan ukuran besarnya belum
melewati pintu atas panggul – ke dalam rongga panggul dan terus keluar.
Tindakan ini ini sangat berbahaya bagi janin dan ibu, kini diganti oleh seksio
sesarea yang jauh lebih aman. Induksi partus prematurus umumnya juga tidak
dilakukan lagi. Keberatan tindakan ini ialah kesulitan untuk menetapkan apakan
janin walaupun belum cukup bulan, sudah cukup tua dan besar untuk hidup dengan
selamat di luar tubuh ibu dan apakah kepala janin dapat dengan aman melewati
kesempitan pada panggul ibu.
Selain seksio sesarea, dapat pula dilakukan partus
percobaan, simfisiotomia dan karsiotomia. Namun simfisiotomia jarang sekali
dilakukan di Indonesia, sedangkan kraniotomia hanya dilakukan pada janin mati.
a.
Seksio sesarea
Seksio
sesarea dapat dilakukan secar elektif atau primer, yakni sebelum persalinan
mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder, yakni sesudah persalinan
berlangsung selama beberapa waktu.
Seksio
sesarea elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada kehamilan cukup
bulan karena kesempitan panggul yang cukup berat, atau karena terdpat
disproporsi sefalopelvik yang nyata. Selain itu seksio tersebut diselenggarakan
pada kesempitan ringan apabila ada factor-faktor lain yang merupakan
komplikasi, seperti primigrvida tua, kelainan letak janin yang tidak dapat
diperbaiki, kehamilan pada wanita yang mengalami masa infertilitas yang lama,
penyakit jantung dan lain-lain.
Seksio
sesarea sekundar dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal, atau
karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin, sedang
syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tidak atau belum dipenuhi.
b.
Persalinan percobaan
Setelah pada
panggul sempit berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada hamil tua diadakan
penilaian tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul dalam semua bidang dan
hubungan antara kepala janin dan panggul.
Setelah
dicapai kesimpulan bahwa ada harapan bahwa persalinan dapat berlangsung per
vaginam dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk menyelenggarakan
persalinan percobaan. Dengan demikian persalinan ini merupakan suatu test
terhadap kekuatan his dan daya akomodasi, termasuk moulage kepala janin; kedua
faktor ini tidak dapat diketahui sebelum persalinan berlangsung selama beberapa
waktu.
Pemilihan
kasus-kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan dengan cermat. Di atas
sudah dibahas indikasi-indikasi untuk seksio sesarea elektif; keadaan-keadaan
ini dengan sendirinya merupakan kontra indikasi untuk persalinan percobaan.
Selain itu, janin harus berada dalam presentasi kepala dan tuanya kehamilan
tidak lebih dari 42 minggu. Karena kepala janin bertambah besar serta lebih
sukar mengadakan moulage, dan berhubung dengan kemungkinan adanya disfungsi
plasenta, janin mungkin kurang mampu mengatasi kesukaran yang dapat timbul pada
persalina percobaan. Perlu disadari pula bahwa kesempitan panggul dalam satu
bidang, seperti pada panggul picak, lebih menguntungkan daripada kesempitan
dalam beberapa bidang. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
·
Pengawasan terhadap keadaan ibu dan
janin. Pada persalina yang agak lama perlu dijaga agar tidak terjadi dehidrasi
dan asidosis
·
Pengawasan terhadap turunnya kepala
janin dalam rongga panggul. Karena kesempitan pada panggul tidak jarang dapat
menyebabkan gangguan pada pembukaan serviks
·
Menentukan berapa lama partus percobaan
dapat berlangsung
c.
Simfisiotomi
Simfisotomi
ialah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang panggul kanan
pada simfisis agar rongga panggul menjadi lebih luas. Tindakan ini tidak banyak
lagi dilakukan karena terdesak oleh seksio sesarea. Satu-satunya indikasi ialah
apabila pada panggul sempit dengan janin masih hidup terdapat infeksi
intrapartum berat, sehingga seksio sesarea dianggap terlalu berbahaya.
d.
Kraniotomi
Pada
persalinan yang dibiarkan berlarut-berlarut dan dengan janin sudah meninggal,
sebaiknya persalina diselesaikan dengan kraniotomi dan kranioklasi. Hanya jika
panggul demikian sempitnya sehingga janin tidak dapat dilahirkan dengan
kraniotomi, terpaksa dilakukan seksio sesarea.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Persalinan tidak selalu berjalan lancar,
terkadang ada kelambatan dan kesulitan yang merupakan distosia. Salah satu
penyebab distosia itu adalah kelainan pada jalan lahir.
Kelainan jalan lahir dapat terjadi
karena kelainan ukuran jalan lahir keras atau panggul. Peran bidan dalam
mengangani kasus ini adalah dengan kolaborasi dan rujukan ke tempat pelayanan
kesehatan yang memilki fasilitas yang lengkap untuk dapat dilakukan asuhan yang
sesuai.
B.
Saran
Berdasarkan
kesimpulan diatas dapat disimpulkan beberapa saran :
1. Bagi
tenaga kesehatan
Peran
bidan dalam menangani kelainan jalan lahir hendaknya dapat dideteksi secara
dini melalui ANC yang berkualitas sehingga tidak ada keterlambatan dalam
merujuk. Dengan adanya ketepatan penanganan bidan yang segera dan sesuai dengan
kewenangan bidan, diharapkan akan menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
2. Bagi
pasien
Tindakan
yang cepat dan tepat bisa dilakukan apabila ibu bersalin yang mengalami
kesempitan PAP segera memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan terdekat atau
rumah sakit.
DAFTAR
PUSTAKA
MMK,Ai yeyeh Rukiyah,S.Si.T.MMK, Lia
Yulianti, Am.keb. 2010. Asuhan Kebidanan 4 (Patologi). Jakarta: Trans Info
Media
Fraser, Diane M. Cooper, Margaret A. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta: EGC
Sarwono Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik. Ed.
2. Jakarta: EGC, 1998.
Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu kebidanan,
penyakit kandungan dan keluarga berencana. Jakarta: EGC, 1998.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar
keperawatan maternitas. Alih bahasa: Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugerah.
Jakarta: EGC. 2004
Post a Comment for "Konsep dasar penyulit kala I dan kala II"