Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Konsep keadilan menurut al-farabi dan ibu miskawaih

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia, adalah Negara Hukum yang berdasarkan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, itulah cita-cita dasar para founding father bangsa ini. Negara yang tatanan masyarakatnya sadar hukum, menjadikan hukum sebagai panglima yang mampu menjamah seluruh rakyat Indonesia tanpa pandang ras, jabatan dan strata sosialnya.
Dalam negara hukum, kekuasaan negara dibatasi oleh Hak Asasi Manusia sehingga aparatur negara tidak bisa bertindak sewenang-wenang (detournement de pouvoir), menyalahgunakan kekuasaan (abus de pouvoir), dan diskriminatif dalam penegakan hukum terhadap warga negaranya. Penegakan hukum  dinegara kita ditopang oleh 4 (empat) penegak hukum, yang kita kenal sebagai catur wangsa, Kehakiman, Kejaksaan, Kepolisian, dan Profesi Advokat. Penegak hukum ini kemudian bertambah lagi sejak lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga sekarang tidak lagi catur wangsa, melainkan panca wangsa. Dipundak merekalah kita topangkan tegak atau runtuhnya penegakan hukum itu.
Selain menjadi tanggung jawab para penegak hukum itu, penegakan hukum juga menjadi tanggung jawab pemerintah/negara itu sendiri, dengan menyediakan instrumen hukum (peraturan perundang-undangan) yang berkeadilan, berkepastian dan mampu diimplementasikan dalam tatanan riil di masyarakat. Sebagaimana kita ketahui bahwa di Negara kita ini masih terdapat ketidakadilan, di Indonesia dalam menegakkan keadilan masih lemah.bentuk-bentuk keadilan di Indonesia ini seperti orang yang kuat pasti hidup sedangkan orang yang lemah pasti akan tertindas dan di Indonesia ini jelas bahwa keadilan belum di laksanakan atau diterapkan dengan baik yang sesuai dengan aturan-aturan hukum yang ada di Indonesia. Keadilan di Indonesia belum bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Inilah bukti bahwa dinegara ini keadilan masih memihak kepada yang kuat.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Keadilan
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan kewajiban, atau dengan kata lain keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama. Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjelankan kewajiban, maka sikap dan tindakan kita akan mengarah pada pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya pula jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
Keadilan itu merupakan suatu perlakuan antara hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan secara seimbang. Setiap orang ingin merasakan keadilan yang sama antara sesama manusia. Adil dalam melaksanakan suatu keadaan atau masalah merupakan jiwa seseorang yang memiliki jiwa social yag tinggi. Setiap warga Negara Indonesia pun wajib memperoleh keadilan yang merata dengan yang lainnya sesuai dengan HAM dalam bidang hokum, politik, ekonomi, dan kebudayaan.
Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi keadilan atau ketidakadilan setiap hari. oleh sebab itu keadilan dan ketidakadilan, menimbulkan daya kreativitas manusia.  Maka dari  itu keadilan sangat penting untuk kehidupan sehari – hari, karena akan mensejahterakan semua umat manusia. Keadilan terdapat dalam pancasila, terutama dalam sila kelima yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Yang artinya seluruh warga Negara Indonesia berhak mendapatkan keadilan yang merata dari pihak yang berwenang.
Jadi antara hak dan kewajiban perlu diserasikan agar tercipta kehidupan yang harmonis, karena kehidupan seperti itulah yang diinginkan oleh setiap umat manusia. Setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang perlu dikerjakan bersama – sama tanpa adannya berat sebelah yang artinya hak dan kewajiban harus dilaksanakan secara seimbang.
Kata ‘adl  adalah bentuk mashdar dari kata kerja ‘adala – ya‘dilu – ‘adlan –  wa ‘udûlan – wa ‘adâlatan (عَدَلَ – يَعْدِلُ – عَدْلاً – وَعُدُوْلاً - وَعَداَلَةً) . Kata kerja ini berakar pada huruf-huruf  ‘ain (عَيْن), dâl (دَال), dan lâm (لاَم), yang makna pokoknya adalah ‘al-istiwâ’ (اَلْاِسْتِوَاء = keadaan lurus) dan ‘al-i‘wijâj’ (اَلْاِعْوِجَاج = keadaan menyimpang). Jadi rangkaian huruf-huruf tersebut mengandung makna yang ber­tolak belakang, yakni ‘lurus’ atau ‘sama’ dan ‘bengkok’ atau ‘berbeda’. Dari makna pertama, kata ‘adl berarti ‘menetapkan hukum dengan benar’. Jadi, seorang yang ‘adl adalah berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. ‘Persamaan’ itulah yang merupakan makna asal kata ‘adl, yang menjadikan pelakunya “tidak berpihak” kepada salah seorang yang berselisih, dan pada dasarnya pula seorang yang ‘adl “berpihak kepada yang benar” karena baik yang benar maupun yang salah sama-sama harus mem­peroleh haknya. Dengan demikian, ia melakukan sesuatu yang patut dan tidak sewenang-wenang.
Al-Ashfahani menyatakan bahwa kata ‘adl berarti ‘memberi pembagian yang sama’. Se­mentara itu, pakar lain men­definisikan kata ‘adl  dengan ‘penempatan sesuatu pada tempat yang semestinya’. Ada juga yang menyatakan bahwa  ‘adl  adalah ‘memberikan hak kepada pemilik­nya melalui jalan yang terdekat’. Hal ini sejalan dengan pendapat Al-Maraghi yang memberikan makna kata ‘adl  dengan ‘menyampaikan hak kepada pemiliknya secara efektif’.

B.     Konsep Keadilan Menurut Al-Farabi
Bagi Al-Farabi, keadilan adalah kebaikan-kebaikan tertinggi yang diupayakan manusia untuk diolah dan ditanam didalam dirinya dan merupakan fondasi yang di atasnya ditegakkan tatanan politik. Kota utama dipimpin oleh seorang Imam yang diberkahi oleh sifat-sifat yang paling unggul, yaitu akal budi, sehingga memungkinkan untuk mengemban fungsinya yang hakiki sebagai seorang pemimpin. Fungsi seorang penguasa bukan hanya untuk memimpin kota, ia harus mengombinasikan seluruh kekuatan yang ada ditangannya, kekuatan eksekutif, legislatif dan judikatif.
Ia diberkati pula dengan pegertian tentang keadilan yang akan memungkinkanya mengoperasikan tatanan publik sesuai dengan standar keadilan yang terkandung dalam Syari’at. Seorang Imam adalah seorang penguasa tertinggi dan sumber dari segala kekuasaan yang berkuasa atas bangsa utama. Dalam memerintah, ia bersandar pada takaran keadilan yang berada ditangannya, karena ia sendiri mempunyai kekuasaan untuk melakukan legislasi, menafsirkan dan mengaplikasikan Syariat.
Dengan singkat, dapat dikatakan bahwa ketika stasi prestasi diperolah oleh kota utama, maka prestasi positif yang diraih itu harus didistribusikan kepada masing-masing anggota masyarakat sehingga setiap individu berhak atas haknya, dan pelanggaran batas terhadap hak-hak itu berarti menggiring pada kezaliman. Sebaliknya, dikota-kota yang disebut Al-Farabi dengan kota jahiliah, kota fasik dan kota sesat, dimana tujuan kebahagiaan membuat menjadi sekedar kenikmatan, perolehan materi duniawiah, nafsu terhadap kemuliaan dan kekuasaan semata, maka mustahil keadilan dapat direalisasikan.
Keadilan rasional, menurut Al-Farabi, adalah suatu kualitas dari kesempurnaan yang hanya dapat direalisasikan dalam skota utama. Manusia yang memahami keadilan dalam kontek skota utama, jiwa mereka mencapai keadilan Ilahi diakhirat nanti. Jiwa-jiwa manusia yang tidak memahami keadilan kota utama (keadilan rasional) dan mengejar standar keadilan kota dungu dan bebal, ia akan sirna menghilang, mana kala fisik jasmaniah mereka hancur. Sementara, jiwa-jiwa yang memahami keadilan rasional, namun tidak menerimanya, ia terus hidup dalam keabadian namun dalam kesedihan.
Sedang jiwa yang memahami keadilan rasional, menerimanya sebagai keyakinan, ia akan hidup dalam kebahagiaan yang abadi diakhirat. Jika al-Farabi tidak mengungkap mengenai strategi pembentukan dan pembangunan Kota Utama, maka Ibnu Sina menjawabnya dengan teori ‘aqd (kontrak), kontraksosial. Ibnu Sina menggagas kota adil sebagai personifikasi keadilan rasional.

C.    Konsep Keadilan Menurut Ibnu Miskawaih
Keadilan adalah bagaimana sikap seseorang bisa menempatkan segala sesuatu pada tempat dan porsinya masing-masing. Keadilan yang dimaksud Ibnu Miskawaih dalam hal ini berarti kesempurnaan dari keutamaan akhlak yaitu perpaduan antara kebijaksanaan, keberanian, dan menahan diri, sehingga menghasilkan keseimbangan berupa keadilan. Adapun keadilan yang diupayakan manusia dalam hal ini adalah menjaga keselarasan atau keseimbangan agar tidak saling berselisih dan menindas antara satu dengan yang lainnya. Hal ini berlaku bagi kesehatan jiwa dan tubuh, hal ini bisa tercapai apabila manusia dapat menjaga keseimbangan dalam temperamen yang moderat.
Dari uraian tersebut dapat diperoleh pemahaman bahwa, keadilan yang diupayakan manusia diarahkan kepada dirinya dan orang lain. Sehingga pokok keutamaan akhlak yang dimaksudkan Ibnu Miskawaih adalah terciptanya keharmonisan pribadi dengan lingkungannya. Dapat kita pahami bahwa ahlak merupakan jalan tengah mengajarkan seseorang untuk mengajarkan seseorang untuk mencari jalan keselamatan. Mengingat pentingnya pembinaan akhlak, Ibnu Miskawaih memberikan perhatian yang sangat besar terhadap akhlak manusia. Sehingga untuk membentuk akhlak yang sempurna dan sesuai dengan fitrahnya manusia, ia menempatkan pendidikan akhlak yang dimulai dari masa kanak-kanak. Beliau menyebutkan masa kanak-kanak merupakan mata rantai jiwa hewan dengan jiwa manusia berakal. Pada jiwa anak secara perlahan berakhir dan jiwa manusiwi dengan sendirinya akan muncul sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan kewajiban, atau dengan kata lain keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama. Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjelankan kewajiban, maka sikap dan tindakan kita akan mengarah pada pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya pula jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
Keadilan itu merupakan suatu perlakuan antara hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan secara seimbang. Setiap orang ingin merasakan keadilan yang sama antara sesama manusia. Adil dalam melaksanakan suatu keadaan atau masalah merupakan jiwa seseorang yang memiliki jiwa social yag tinggi. Setiap warga Negara Indonesia pun wajib memperoleh keadilan yang merata dengan yang lainnya sesuai dengan HAM dalam bidang hokum, politik, ekonomi, dan kebudayaan.

B.     Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.



DAFTAR PUSTAKA

M. shodiq dahlan.Hukum Alam Dan Keadilan dalam buku Filsafat Hukum mazhab & refleksinya.Remaja Rosdakarya.Bandung.1994
DR. Theo Huijbers.Filsafat Hukum.Kanisius.Yogyakarta.1995
Ansori, Abdul Gafur, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran Dan Pemaknaan, Gajah Mada Universisty Press.Yogyakarta.2006


Post a Comment for "Konsep keadilan menurut al-farabi dan ibu miskawaih"