Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Konsep keadilan menurut al-farabi dan plato

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, itulah dasar cita – cita para pejuang bangsa ini. Negara yang masyarakatnya sadar akan keberadaan Hukum, menjadikan Hukum sebagai tameng yang mampu melayani seluruh masyarakat Indonesia tanpa ada Deskriminasi, pandang ras, jabatan, status dan strata sosialnya. Di dalam Negara Hukum, kekuasaan negara di batasi oleh Hak Asasi Manusia sehingga Aparatur Negara tidak bertindak dan berlaku sewenang-wenangnya, menyalahgunakan kekuasaan, dan Deskriminatif dalam praktik penegakkan hukum kepada warga negaranya. Penegak Hukum di negara kita sendri di kenal sebagai Panca Wangsa, Kehakiman, Kepolisian, dan Advokat.
Tidak hanya para penegak Hukum saja yang memiliki tanggung jawab  untuk penegakkan hukum, tetapi penegakkan hukum juga menjadi tanggung jawab besar Pemerintahan atau negara itu sendiri, dengan menyiapkan Peraturan Perundang-undangan yang memiliki makna kuat dalam berkeadilan, berkepastian hukum dan mampu di peragakan dalam kehidupan riil masyarakat. Tetapi dalam praktik penegakkannya kita ketahui masih banyak sekali catatan-catatan hitam tentang penegakkan hukum di negara kita ini. Masih lemah dalam menegakkan keadilan. Bentuk – bentuk keadilan di Indonesia ini seperti orang yang kuat pasti hidup sedangkan orang yang lemah pasti akan tertindas dan jelas inilah yang sedang terjadi dalam praktik penegakan hukum di Negara Indonesia, peran hukum yang tadinya mempunyai arti yang kuat ternyata belum bisa diterapkan dengan baik dan sesuai dengan atauran-aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Ironisnya, keadilan di indonesia belum mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Andai kata di negara kita ini terjadi pemerataan keadilan maka kita yakin dan kita dapat melihat indahnya Hukum tanpa harus melihat aksi-aksi protes yang disertai dengan kekerasan, kemiskinan yang berkelanjutan, pencurian, kelaparan, gizi buruk dan lain sebagainya. Patut menjadi tanda tanya besar, mengapa hal di atas bisa terjadi? Karena konsep keadilan yang tidak di terapkan secara benar dan tepat. Bisa di katakan keadilan hanya ada dan berpihak pada penguasa. Seakan orang kecil hanya di permainkan dan menjadi penonton setia drama negara ini.

B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana Pengertian Keadilan ?
2.      Bagaimana Konsep Keadilan Menurut Al-Farabi Dan Plato?
3.      Bagaimana fenomena keadilan di Indonesia?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Keadilan
Keadilan berasal dari bahasa Arab adil yang artinya tengah. Keadilan berarti menempatkan sesuatu di tengah-tengah, tidak berat sebelah atau dengan kata lain keadilan berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Adil adalah sifat perbuatana manusia. Menurut arti katanya “adil” artinya tidak sewenang-wenang pada diri sendiri maupun kepada pihak lain. Maksud dari ketidak sewenang-wenangnya dapat berupa keadaan :
1.      Sama (seimbang), Nilai yang tidak berbeda
2.      Tidak berat sebelah, perlakukan yang sama dan tidak pilih kasih
3.      Wajar, seperti apa adanya, tidak menyimpang, tidak lebih dan tidak kurang
4.      Patut/ layak, dapat diterima karena sesuai, harmonis dan proporsional
5.      Perlakuan pada diri sendiri sama seprti perlakuan kepada pihak lain dan sebaliknya
Dalam konsep adil berlaku tolak ukur yang sama kepada pihak yang berbuat dan kepada pihak lain yang berbuat dan kepada pihak lain terhadap mana perbuatan itu ditujukan. Implikasinya, perlakuan kepada diri sendiri, seharusnya sama pula dengan perlakuan kepada pihak lain. Bagaimana berbuat adil kepada pihalk lain jika kepada diri sendiri saja tidak adil. Konsep adil (tidak sewenang-wenang) baru jelas bentuknya apabila sudah diwujudkan dalam perbautan nyata dan nilai yang di hasilkan atau akibat yang ditimbulkannya. Situasi dan kondisi juga ikut melakuakn perbuatan adil manusia.
Keadilan adalah pengakuan dan perilaku seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keserasian menuntut Hak dan Kewajiban atau dengan kata lain adalah keadilan adalah keadaan dimana setiap orang mendapatkan atau memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.  Ada hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban, hak haruslah di sertai dengan kewajiban begitu juga sebaliknya kewajiban haruslah disertai dengan hak.
Keadilan itu merupakan suatu perlakuan antara hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan secara bersamaan dan seimbang. Setiap orang ingin merasakan keadilan yang sama antar sesamanya. Adil dalam melaksanakan suatu situasi dan kondisi atau masalah jiwa seseorang yang  memiliki jiwa sosial tinggi. Setiap warga Negara Indonesia wajib dan layak menerima atau memperoleh keadilan yang merata satu dengan yang lain sesuai dengan Hak Asasi Manusia baik dalam berbagai bidang.
Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat di pungkiri karena dalam kehidupan manusia itu sendiri sering kali dan hampir setiap hari merasakan keadilan dan ketidakadilan. Oleh sebab itu keadilan dan ketidakadilan menimbulkan banyak perbincangan dan menjadi kreativitas tersendiri. Maka dari itu keadilan sangatlah penting dan untuk kehidupan sehari – hari karena akan menciptakan kesejahteraan untuk semua masyarakat bumi.

B.     Konsep Keadilan Menurut Al-Farabi Dan Plato
Bagi Al-Farabi, keadilan adalah kebaikan-kebaikan tertinggi yang diupayakan manusia untuk diolah dan ditanam didalam dirinya dan merupakan fondasi yang di atasnya ditegakkan tatanan politik. Kota utama dipimpin oleh seorang Imam yang diberkahi oleh sifat-sifat yang paling unggul, yaitu akal budi, sehingga memungkinkan untuk mengemban fungsinya yang hakiki sebagai seorang pemimpin. Fungsi seorang penguasa bukan hanya untuk memimpin kota, ia harus mengombinasikan seluruh kekuatan yang ada ditangannya, kekuatan eksekutif, legislatif dan judikatif.
Ia diberkati pula dengan pegertian tentang keadilan yang akan memungkinkanya mengoperasikan tatanan publik sesuai dengan standar keadilan yang terkandung dalam Syari’at. Seorang Imam adalah seorang penguasa tertinggi dan sumber dari segala kekuasaan yang berkuasa atas bangsa utama. Dalam memerintah, ia bersandar pada takaran keadilan yang berada ditangannya, karena ia sendiri mempunyai kekuasaan untuk melakukan legislasi, menafsirkan dan mengaplikasikan Syariat.
Dengan singkat, dapat dikatakan bahwa ketika stasi prestasi diperolah oleh kota utama, maka prestasi positif yang diraih itu harus didistribusikan kepada masing-masing anggota masyarakat sehingga setiap individu berhak atas haknya, dan pelanggaran batas terhadap hak-hak itu berarti menggiring pada kezaliman. Sebaliknya, dikota-kota yang disebut Al-Farabi dengan kota jahiliah, kota fasik dan kota sesat, dimana tujuan kebahagiaan membuat menjadi sekedar kenikmatan, perolehan materi duniawiah, nafsu terhadap kemuliaan dan kekuasaan semata, maka mustahil keadilan dapat direalisasikan.
Keadilan rasional, menurut Al-Farabi, adalah suatu kualitas dari kesempurnaan yang hanya dapat direalisasikan dalam skota utama. Manusia yang memahami keadilan dalam kontek skota utama, jiwa mereka mencapai keadilan Ilahi diakhirat nanti. Jiwa-jiwa manusia yang tidak memahami keadilan kota utama (keadilan rasional) dan mengejar standar keadilan kota dungu dan bebal, ia akan sirna menghilang, mana kala fisik jasmaniah mereka hancur. Sementara, jiwa-jiwa yang memahami keadilan rasional, namun tidak menerimanya, ia terus hidup dalam keabadian namun dalam kesedihan.
Sedang jiwa yang memahami keadilan rasional, menerimanya sebagai keyakinan, ia akan hidup dalam kebahagiaan yang abadi diakhirat. Jika al-Farabi tidak mengungkap mengenai strategi pembentukan dan pembangunan Kota Utama, maka Ibnu Sina menjawabnya dengan teori ‘aqd (kontrak), kontraksosial. Ibnu Sina menggagas kota adil sebagai personifikasi keadilan rasional.

Pengertian keadilan menurut Plato yang menyatakan bahwa pengertian keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa dimana keadilan hanya dapat ada di dalam hukum dan perundang-undangan yang dibuat oleh para ahli yang khususnya memikirkan hal itu.
Macam-macam keadilan menurut Plato
1.      Keadilan Moral, yaitu suatu perbuatan dapat dikatakan adil secara moral apabila telah  mampu memberikan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajibannya.
2.      Keadilan Prosedural, yaitu apabila seseorang telah mampu melaksanakan perbuatan  adil berdasarkan tata cara yang telah diterapkan.



C.    Fenomena Keadilan di Indonesia
Setiap manusia berhak memperoleh keadilan, baik itu dari masyarakat maupun dari negara. Seperti yang tercantum dalam pancasila, sila ke-5 yang berbunyi : “keadlian bagi seluruh rakyat Indonesia”. Hal ini sangat jelas bahwa seluruh rakyat indonesia berhak mendapat keadilan tanpa terkecuali. Tidak pandang bulu, entah itu pejabat, rakyat kecil, orang kaya atau miskin. Semua berhak mendapat keadilan yang merata, maka dari itu keadilan sangat berkaitan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Hak asasi manusia dianggap sebagai hak dasar yang sangat penting untuk dilindungi dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Agar terwujud dengan baik, maka perlu diberlakukan sanksi bagi siapa saja yang telah melanggar hak asasi manusia dan di sinilah peran hukum sangat dibutuhkan.
Hukum adalah peraturan yang harus ditaati yang bersifat memaksa dan akan dikenakan sanksi bagi siapa saja yang melanggarnya. Tujuan hukum adalah memberikan keadilan kepada setiap orang. Semua manusia itu memiliki martabat yang sama, juga memiliki hak dan kewajiban yang sama pula. Namun dalam prakteknya hal ini sudah tidak terjadi lagi di Indonesia. Hukum Indonesia dinilai belum mampu memberikan keadilan kepada masyarakat yang tertindas. Justru sebaliknya, hukum menjadi alat bagi pemegang kekuasaan untuk bertindak semena-mena. Saat ini hukum di Indonesia yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan Negara dilanggar. Orang biasa yang ketahuan melakukan tindakan kecil langsung ditangkap dan dijebloskan kepenjara. Sedangkan seorang pejabat Negara yang melakukan korupsi uang milyaran rupiah milik Negara dapat berkeliaran dengan bebasnya.
Perkembangan penegakan hukum di indonesia masih jauh dari yang diharapkan karena hukum di indonesia belum dilaksanakan dengan adil. Status social ekonomi dan kedudukan merupakan faktor utama yang melatarbelakangi ketidakadilan hukum di Indonesia. Karena hukuman itu cenderung hanya berlaku bagi orang miskin dan tidak berlaku bagi orang kaya, sehingga tidak sedikit orang yang menilai bahwa hukum di Indonesia dapat dibeli dengan uang.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Keadilan menunjuk pada pertimbangan nilai yang sangat subjektif. Keadilan adalah persoalan kita semua, dan dalam suatu masyarakat setiap anggota berkewajiban untuk melaksanakan keadilan itu. Dalam hal ini orang tidak boleh bersifat netral apabila terjadi sesuatu hal yang tidak adil.
Keadilan dipahami sebagai hukum yang lebih tinggi atau terakhir yang berkembang dari sifat alam semesta, dari tuhan dan akal manusia. Oleh sebab itu, hukum dalam arti hukum pada taraf terakhir bagaimana pun lebih tinggi daripada pembentukan hukum.

B.     Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.



DAFTAR PUSTAKA

Suhaimi, 2012, Bahan Kuliah ; Ilmu Sosial Buaday Dasar.  Banda Aceh
M. shodiq dahlan. Hukum Alam Dan Keadilan dalam buku Filsafat Hukum mazhab & refleksinya.Remaja Rosdakarya. Bandung.1994
DR. Theo Huijbers. Filsafat Hukum. Kanisius.Yogyakarta.1995
Ansori, Abdul Gafur, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran Dan Pemaknaan, Gajah Mada Universisty Press.Yogyakarta.2006




Post a Comment for "Konsep keadilan menurut al-farabi dan plato"