Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Konsep keadilan menurut austin dan al-ghazali

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di Indonesia masalah keadilan terbilang cukup populer dikalangan semua masyarakat, baik dari golongan menengah keatas sampai kepada masyarakat golongan menengah kebawah. Banyak kasus yang terjadi pada masyarakat ini dengan berbagai versi, namun sayangnya di Indonesia masih terkesan bahwa yang memiliki derajat , kekuasaan, dan materi lebih lah yang dapat membeli keadilannya, dan ini berbanding terbalik kepada mereka yang tidak punya daya, kekuasaan atau jabatan dan materi seperti yang demikian.
Contohnya saja koruptor di negeri ini yang mencuri uang rakyat sekian trilliun bisa dikatakan bebas dari jeratan hukuman yang berat, bahkan disaat sedang menjalani hukumanpun mereka masih bebas pergi ke luar negeri hanya untuk berjalan-jalan atau diberi fasilitas yang terbilang VVIP didalam sel, misalnya Gayus Tambunan dengan kasus korupsi uang pajaknya, sedangkan AAL, seorang remaja berusia 15 tahun, siswa SMK Negeri 3 Kota Palu, Sulawesi Tengah, terancam hukuman lima tahun penjara karena mencuri sandal jepit butut milik Briptu Anwar Rusdi Harahap, anggota Brimob Polda Sulteng atau Heru dan Munir yang awalnya dijerat pasal 170 dan 406 KUH Pidana dengan ancaman hukuman lima tahun penjara, hanya karena merapikan batang pohon milik tetangganya yang telah roboh dan di tuduh mencuri, untungnya saja kini mereka telah terbebas dari jeratan hukum tersebut.
Jika kita amati koruptor yang perkaranya sampai diusut tuntas adalah mereka yang melakukan korupsi hanya bermilyaran , sedangkan para koruptor yang melakukan korupsi sampai bermilyaran rupiah justru mati p erkara di pengadilan. Masih segar di ingatan kita akan kasus Bahar bin Matar, pria berusia 70 tahun yang di vonis pidana mati, terkait dengan kasus pembunuhan di Tembilahan, Riau. Ia mengajukan grasi kepada presiden meningat umurnya yang sudah lanjut, namun hingga Bahar men tidak jelas dan tidak ada keputusan. Presiden malah memberi grasi kepada Corby warga negara Inggris yang terkena kasus narkoba.
Keadilan di Indonesia sangatlah berkaitan dengan proses penegakkan hukum, karena keadilan meruupakan supremasi nilai subtansial dari penegakan hukum. Namun sayangnya penegakkan hukum di Indonesia sangatlah “kumuh” karena terdapat banyak penyelewengan yang terjadi, seperti misalnya mafia peradilan, proses peradilan yang diskriminatif, jual beli putusan hakim, atau kolusi Polisi, Hakim, Advokat dan Jaksa dalam perekayasaan proses peradilan merupakan realitas sehari-hari yang dapat ditemukan dalam penegakan hukum di negeri ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu keadilan?
2.      Bagaimana konsep keadilan menurut Austin dan Al-Ghazali?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Keadilan
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawlsfilsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran" 
Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil". Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan.
1.      Peran Keadilan
Keadilan adalah kebajikan utama dalam institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran. Sebagai kebajikan utama umat manusia , kebenaran dan keadilan tidak bisa diganggu gugat. Setiap orang memiliki kehormatan yang berdasarkan pada keadilan sehingga tidak peduli betapapun rapi dan efisiennya suatu hukum atau institusi jika tidak adil maka haruslah direformasi atau dihapuskan. Prinsip keadilan sosial adalah memberi jalan untuk memeberikan hak-hak dan kewajiban di lembaga-lembaga dasar masyarakat serta menentukan pembagian keuntungan dan beban kerja sama sosial secara layak.

2.      Prinsip-Prinsip Keadilan
Salah satu tema utama dari prinsip keadilan adalah prinsip keadilan yang bersifat dinamis. Seringkali dikatakan bahwa salah satu prinsip dasar keadilan adalah bahwa prinsip keadilan bekerja atas dasar cara pandang dari para pihak yang berperkara. [1][2] Akan tetapi, hal ini tidak berarti bahwa kasus-kasus diputuskan berdasarkan pandangan subyektif dari hakim mengenai apa yang dimaksud dengan ‘adil’ di dalam kasus yang bersangkutan tanpa merujuk pada prinsip-prinsip dan kasus-kasus hukum.
Karakteristik penting dari Prinsip Keadilan adalah kapasitasnya sebagai sumber inovasi hukum. Dikatakan bahwa Prinsip Keadilan belum melewati masa membesarkan keturunannya tetapi keturunannya harus sah, yaitu dengan prinsip berasal dari preseden”.

B.     Konsep Keadilan Menurut John Austin
Ada dua konsep hukum dari john austin yang kami dapatkan dari berbagai buku, yaitu:
1.      Konsep hukum bahwa hukum memiliki dua dimensi hukum
2.      Konsep hukum bahwa hukum adalah sebagai komando (law is command of sovereign)
Dari dua konsep hukum yang dia jelaskan konsep hukum bahwa hukum adalah komando lebih banyak diperbincangkan dalam pembahasan-pembahasan pada referens.
John Austin, ahli filsafat hukum inggris, secara umum diakui sebagai ahli hukum pertama yang memperkenalkan positivisme hukum sebagai sistem. Pemikiran pokoknya tentang hukum dituangkan dalam karyanya yang berjudul the province of jurisprudence determind (1832).
1.      Dua Dimensi dari hukum
Menurut John Austin, filsafat hukum memiliki dua tugas penting. Kegagalan membedakan keduanya, demikian keyakinan Austin sebagaimana dikutip oleh Murphy dan Coleman, akan menimbulkan kekaburan baik intelek maupun moral.
Kedua tugas ini berkaitan dengan dua dimensi dalam hukum, yakni yurisprudensi analisis dan yurisprudensi normatif (Murphy & Coleman, 1990: 19-21; Ronald Dworkin, 1977:18-19).
·         Yurisprudensi analisis
Berkaitan dengan dimensi yang pertama, tugas filsuf hukum adalah melakukan analisis tentang konsep dasar dalam hukum dan struktur hukum sebagaimana adanya. Pertanyaan tentang apa itu hukum, tanggung jawab hukum, hak dan kewajiban hukum, misalnya, adalah contoh pertanyaan-pertanyaan khas yang diajukan filsuf atau pemikir hukum sebagai titik tolak dalam menganalisis dan mencoba memahami konsep dasar tersebut.
·         Yurisprudensi normatif
Dalam buku yang sama dengan yang membahas yurisprudensi analisis dijelaskan bahwa yurisprudensi normatif berusaha mengevaluasi atau mengkritik hukum dengan berangkat dari konsep hukum sebagaimana seharusnya. Pertanyaan-pertanyaan pokok uang diajukan antara lain mengapa hukum disebut hukum, mengapa kita wajib manaati hukum, manakah batas validitas hukum, dan sebagainya. Dengan demikian, dimensi yang kedua ini berurusan dengan dimensi ideal dari hukum.

2.      Hukum sebagai komando
Menurut John Austin dalam bukunya the province of jurisprudence determind,  hukum harus dipahami sebagai komando, karena semua hukum tidak lain merupakan kumpulan perintah yang bersifat komando ( laws are commands). Hukum selalu berwatak komando. Dengan melihat pernyataan itu kita bisa menarik garis besar dari konsep itu bahwa kata kunci yurisprudensinya adalah komando. Menurutnya hukum yang berlaku dimasyarakat adalah komando umum dari entitas politik yang memiliki kedaulatan, the supreme political authority atau pemilik otoritas polotik yang paling tinggi (sovereign dalam pandangan Austin). Dalam pendapatnya, Austin memberikan
Syarat sovereign agar bisa memegang otoritas tertinggi, yaitu:
·         Pemegang otoritas haruslah seseorang atau sekelompok orang yang dipatuhi oleh segenap warganya tanpa terkecuali.
·         Pemegang otoritas ini tidak patuh kepada siapapun (kekebalan hukum)
Dari syarat yang disebutkan di atas menjelaskan bahwa pemegang otoritas tertinggi adalah seorang atau sekelompok yang menguasai secara mutlak, tidak berada dibawah penguasa lain.
Menurut Austin hukum adalah sejumlah perintah yang keluar dari seorang yang berkuasa dalam negara secara memaksakan, dan yang biasanya ditaati. Dari pernyataan tersebut ada pendapat yang mengatakan tentang latar belakang konsepnya dipengaruhi hukum yang dilakukan oleh kaisar Justiniaus I. Seorang kaisar yang memerintah Romawi pada tahun 527-565 M. Dia terkenak karena mampu mensistematiskan hukum romawi kedalam dua tahap, yaitu: tahap Codex Iustinianum I (528 M) dan Codex Iustinianum II (534 M). Codex iustinianum ini menjadi cikal bakal dari berbagai kitab hukum. Berhubungan dengan konsep hukum, kaisar ini terkenal dengan ungkapannya,: “apa yang menyenangkan pangeran memiliki kekuatan hukum”. Dari ungkapan tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum merupakan apa saja yang dikehendaki penguasa, dari gambaran singkat ini terlihat kesamaan arti kehendak penguasa dan arti dari komando.
C.    Konsep Keadilan Menurut Al-ghazali
Menurut para ulama hadits keadilan adalah jauhnya diri mereka dari bohong dalam periwayatan dan penyimpangan dengan melakukan sesuatu yang mengharuskan tidak diterimanya riwayat tersebut.
Al-Ghazali dalam kitab al-Musthafa memberi definisi keadilan dalam riwayat dan pensaksian sebagai suatu ungkapan mengenai konsisten perjalanan hidup dalam agama, hasilnya merujuk kepada suatu keadaan yang mantap dalam jiwa yang menjamin melakukan taqwa dan mu’ruah (sikap jiwa) sehingga mencapai kepercayaan jiwa yang dibenarkan, maka tidak ada kepercayaan atas perkataan bagi orang yang takut Allah dari kebohongan. Jadi maksud keadilan di sini adalah penerimaan riwayat tanpa dibebani pencarian sebab-sebab adil dan kesucian diri.
Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa keadilan sahabat telah di maklumi berlandaskan apa yang ditegaskan Allah Swt sendiri. Selain itu Allah juga memuji mereka. Oleh karena itu tidak perlu lagi menta’dilkan mereka sebab penta’dilan dari Allah lebih sahih mengingat Dia adalah Dzat yang Maha Mengetahui terhadap yang ghaib. Pernyataan Al-Ghazali mendapat dukungan ibn Salah, ia menjelaskan bahwa keadilan sahabat sudah tidak dipertanyakan lagi. Hal ini sesuai dengan keterangan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ bahwa mereka semua adalah adil.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawlsfilsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran" 
Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil". Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan.

B.     Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.



DAFTAR PUSTAKA

Horton B. paul dan Chester L. hunt. 1990. Keadilan Membawa Kematian. Jakarta: Erlangga.
Huky, Wila. DA. 1982. Pengantar Kehakiman. Surabaya: Usaha Nassional.
Johnson, Paul Doyle. 1990. Teori Keadilan Klasik dan Modern. Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama.





Post a Comment for "Konsep keadilan menurut austin dan al-ghazali"