Konsep keadilan menurut islam dan aristoteles
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia
adalah Negara Hukum yang berdasarkan Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,
itulah dasar cita – cita para pejuang bangsa ini. Negara yang masyarakatnya
sadar akan keberadaan Hukum, menjadikan Hukum sebagai tameng yang mampu
melayani seluruh masyarakat Indonesia tanpa ada Deskriminasi, pandang ras,
jabatan, status dan strata sosialnya.
Di dalam
Negara Hukum, kekuasaan negara di batasi oleh Hak Asasi Manusia sehingga
Aparatur Negara tidak bertindak dan berlaku sewenang-wenangnya, menyalahgunakan
kekuasaan, dan Deskriminatif dalam praktik penegakkan hukum kepada warga
negaranya. Penegak Hukum di negara kita sendri di kenal sebagai Panca Wangsa,
Kehakiman, Kepolisian, dan Advokat. Tidak hanya para penegak Hukum saja yang
memiliki tanggung jawab untuk penegakkan hukum, tetapi penegakkan
hukum juga menjadi tanggung jawab besar Pemerintahan atau negara itu sendiri,
dengan menyiapkan Peraturan Perundang-undangan yang memiliki makna kuat dalam
berkeadilan, berkepastian hukum dan mampu di peragakan dalam kehidupan riil
masyarakat.
Tetapi dalam
praktik penegakkannya kita ketahui masih banyak sekali catatan-catatan hitam
tentang penegakkan hukum di negara kita ini. Masih lemah dalam menegakkan
keadilan. Bentuk – bentuk keadilan di Indonesia ini seperti orang yang kuat
pasti hidup sedangkan orang yang lemah pasti akan tertindas dan jelas inilah
yang sedang terjadi dalam praktik penegakan hukum di Negara Indonesia, peran
hukum yang tadinya mempunyai arti yang kuat ternyata belum bisa diterapkan
dengan baik dan sesuai dengan atauran-aturan hukum yang berlaku di Indonesia.
Ironisnya, keadilan di indonesia belum mampu membedakan mana yang benar dan
mana yang salah. Andai kata di negara kita ini terjadi pemerataan keadilan maka
kita yakin dan kita dapat melihat indahnya Hukum tanpa harus melihat aksi-aksi
protes yang disertai dengan kekerasan, kemiskinan yang berkelanjutan,
pencurian, kelaparan, gizi buruk dan lain sebagainya. Patut menjadi tanda tanya
besar, mengapa hal di atas bisa terjadi? Karena konsep keadilan yang tidak di
terapkan secara benar dan tepat. Bisa di katakan keadilan hanya ada dan
berpihak pada penguasa. Seakan orang kecil hanya di permainkan dan menjadi
penonton setia drama negara ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu keadilan?
2.
Bagaimana konsep keadilan menurut
Islam dan Aristoteles?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Keadilan
Keadilan
berasal dari bahasa Arab adil yang artinya tengah. Keadilan berarti menempatkan
sesuatu di tengah-tengah, tidak berat sebelah atau dengan kata lain keadilan
berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Adil adalah sifat perbuatana
manusia. Menurut arti katanya “adil” artinya tidak sewenang-wenang pada diri
sendiri maupun kepada pihak lain. Maksud dari ketidak sewenang-wenangnya dapat
berupa keadaan :
1.
Sama (seimbang), Nilai yang tidak
berbeda
2.
Tidak berat sebelah, perlakukan yang
sama dan tidak pilih kasih
3.
Wajar, seperti apa adanya, tidak
menyimpang, tidak lebih dan tidak kurang
4.
Patut/ layak, dapat diterima karena
sesuai, harmonis dan proporsional
5.
Perlakuan pada diri sendiri sama
seprti perlakuan kepada pihak lain dan sebaliknya
Dalam konsep adil berlaku tolak ukur yang sama kepada
pihak yang berbuat dan kepada pihak lain yang berbuat dan kepada pihak lain
terhadap mana perbuatan itu ditujukan. Implikasinya, perlakuan kepada diri
sendiri, seharusnya sama pula dengan perlakuan kepada pihak lain. Bagaimana
berbuat adil kepada pihalk lain jika kepada diri sendiri saja tidak adil.
Konsep adil (tidak sewenang-wenang) baru jelas bentuknya apabila sudah
diwujudkan dalam perbautan nyata dan nilai yang di hasilkan atau akibat yang
ditimbulkannya. Situasi dan kondisi juga ikut melakuakn perbuatan adil manusia.
Keadilan adalah pengakuan dan perilaku seimbang antara
hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keserasian menuntut Hak dan
Kewajiban atau dengan kata lain adalah keadilan adalah keadaan dimana
setiap orang mendapatkan atau memperoleh bagian yang sama dari kekayaan
bersama. Ada hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban, hak
haruslah di sertai dengan kewajiban begitu juga sebaliknya kewajiban haruslah
disertai dengan hak.
Keadilan itu merupakan suatu perlakuan antara hak dan
kewajiban yang harus dilaksanakan secara bersamaan dan seimbang. Setiap orang
ingin merasakan keadilan yang sama antar sesamanya. Adil dalam melaksanakan
suatu situasi dan kondisi atau masalah jiwa seseorang yang memiliki
jiwa sosial tinggi. Setiap warga Negara Indonesia wajib dan layak menerima atau
memperoleh keadilan yang merata satu dengan yang lain sesuai dengan Hak Asasi
Manusia baik dalam berbagai bidang.
Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat di pungkiri
karena dalam kehidupan manusia itu sendiri sering kali dan hampir setiap hari merasakan keadilan dan ketidakadilan. Oleh sebab itu keadilan
dan ketidakadilan menimbulkan banyak perbincangan dan menjadi kreativitas
tersendiri. Maka dari itu keadilan sangatlah penting dan untuk kehidupan sehari
– hari karena akan menciptakan kesejahteraan untuk semua masyarakat bumi. Keadilan
tercantum dalam Pancasila dan yang paling utama ada dalam sila kelima yang
berbunyi “ keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Yang memiliki arti
dan makna bahwa warga negara Indonesia berhak dan layak untuk mendapatkan
keadilan yang merata dari pihak yang berwenang.
B.
Konsep Keadilan menurut Islam
dan Aristoteles
Menurut
Islam:
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keadilan sosial didefinisikan
sebagai sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang
benar, berpegang pada kebenaran. Kata adil (al-'adl) berasal dari bahasa Arab,
dan dijumpai dalam al-Qur'an, sebanyak 28 tempat yang secara etimologi bermakna
pertengahan. Pengertian adil, dalam budaya Indonesia, berasal dari ajaran
Islam. Kata ini adalah serapan dari kata Arab ‘adl. Secara etimologis, dalam Kamus Al-Munawwir, al’adl berarti perkara yang
tengah-tengah. Dengan demikian, adil berarti tidak berat sebelah, tidak
memihak, atau menyamakan yang satu dengan yang lain (al-musâwah). Istilah lain
dari al-‘adl adalah al-qist, al-misl (sama bagian atau semisal). Secara
terminologis, adil berarti mempersamakan sesuatu dengan yang lain, baik dari
segi nilai maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu itu menjadi tidak berat
sebelah dan tidak berbeda satu sama lain. Adil juga berarti berpihak atau
berpegang kepada kebenaran.
Menurut Ahmad Azhar Basyir, keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempat
yang sebenarnya atau menempatkan sesuatu pada proporsinya yang tepat dan
memberikan kepada seseorang sesuatu yang menjadi haknya. Al-Qur'an
memerintahkan perbuatan adil dan kebajikan seperti bunyi firman-Nya, Ihsan
(kebajikan) dinilai sebagai sesuatu yang melebihi keadilan. Namun dalam
kehidupan bermasyarakat, keadilan lebih utama daripada kedermawanan atau ihsan.
Ihsan adalah memperlakukan pihak lain lebih baik dari perlakuannya, atau
memperlakukan yang bersalah dengan perlakuan yang baik. Ihsan dan kedermawanan
merupakan hal-hal yang baik pada tingkat antar individu, tetapi dapat berbahaya
jika dilakukan pada tingkat masyarakat. Imam Ali r.a. bersabda, "Adil
adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, sedangkan ihsan (kedermawanan)
menempatkannya bukan pada tempatnya." Jika hal ini menjadi sendi kehidupan
bermasyarakat, maka masyarakat tidak akan menjadi seimbang. Itulah sebabnya,
mengapa Nabi Saw menolak memberikan maaf kepada seorang pencuri setelah
diajukan ke pengadilan, walau pemilik harta telah memaafkannya.
Potensi dan kemampuan manusia berbeda-beda, bahkan potensi dan
kemampuan para rasul pun demikian (QS Al-Baqarah [2]: 253). Perbedaan adalah
sifat masyarakat, namun hal itu tidak boleh mengakibatkan pertentangan.
Sebaliknya, perbedaan itu harus mengantarkan kepada kerja sama yang
menguntungkan semua pihak. Setiap anggota masyarakat dituntut untuk fastabiqul
khairât (berlomba-lombalah di dalam kebajikan) (QS Al-Baqarah [2]: 148).
Setiap perlombaan menjanjikan "hadiah". Di sini hadiahnya
adalah mendapatkan keistimewaan bagi yang berprestasi. Tentu akan tidak adil
jika peserta lomba dibedakan atau tidak diberi kesempatan yang sama. Tetapi,
tidak adil juga bila setelah berlomba dengan prestasi yang berbeda, hadiahnya
dipersamakan, sebab akal maupun agama menolak hal ini.
Keadilan seperti terlihat di atas, bukan mempersamakan semua anggota
masyarakat, melainkan mempersamakan mereka dalam kesempatan mengukir prestasi.
Sehubungan dengan itu, Murtadha Muthahhari menggunakan kata adil dalam empat
hal, pertama, yang dimaksud dengan adil adalah keadaan yang seimbang; kedua,
persamaan dan penafian (peniadaan) terhadap perbedaan apa pun; ketiga,
memelihara hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak
menerimanya. Keadilan dalam pelaksanaannya tergantung dari struktur-struktur
kekuasaan dalam masyarakat, struktur-struktur mana terdapat dalam bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya, dan ideologi. Maka membangun keadilan berarti
menciptakan struktur-struktur yang memungkinkan pelaksanaan keadilan.
Masalah keadilan ialah bagaimanakah mengubah struktur-struktur
kekuasaan yang seakan-akan sudah memastikan ketidakadilan, artinya yang
memastikan bahwa pada saat yang sama di mana masih ada golongan-golongan miskin
dalam masyarakat, terdapat juga kelompok-kelompok yang dapat hidup dengan
seenaknya karena mereka menguasai sebagian besar dari hasil kerja dan hak-hak
golongan yang miskin itu. Menurut Juhaya S.Praja, dalam Islam perintah berlaku
adil ditujukan kepada setiap orang tanpa pandang bulu. Perkataan yang benar
harus disampaikan apa adanya walaupun perkataan itu akan merugikan kerabat
sendiri. Keharusan berlaku adil pun harus dtegakkan dalam keluarga dan
masyarakat muslim itu sendiri, bahkan kepada orang kafir pun umat islam
diperintahkan berlaku adil. Untuk keadilan sosial harus ditegakkan tanpa
membedakan karena kaya miskin, pejabat atau rakyat jelata, wanita atau pria,
mereka harus diperlakukan sama dan mendapat kesempatan yang sama. Senada dengan
itu, Sayyid Qutb menegaskan bahwa Islam tidak mengakui adanya
perbedaan-perbedaan yang digantungkan kepada tingkatan dan kedudukan.
Salah satu sumbangan terbesar Islam kepada umat manusia adalah prinsip
keadilan sosial dan pelaksanaannya dalam setiap aspek kehidupan manusia. Islam
memberikan suatu aturan yang dapat dilaksanakan oleh semua orang yang beriman.
Setiap anggota masyarakat didorong untuk memperbaiki kehidupan material
masyarakat tanpa membedakan bentuk, keturunan dan jenis orangnya. Setiap orang
dipandang sama untuk diberi kesempatan dalam mengembangkan seluruh potensi
hidupnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa Islam
bertujuan membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid. Dalam tatanan
itu, setiap individu diikat oleh persaudaraan dan kasih sayang bagai satu
keluarga. Sebuah persaudaraan yang universal dan tak diikat batas geografis.
Islam menganggap umat manusia sebagai suatu keluarga. Karenanya semua anggota
keluarga itu mempunyai derajat yang sama dihapan Allah. Islam tidak membedakan
pria ataupun wanita, putih atau hitam. Secara sosial, nilai yang membedakan
satu dengan yang lain adalah ketakwaan, ketulusan hati, kemampuan dan
pelayanannya pada kemanusiaan.
Menurut Aristoteles
Keadilan menurut aritoteles adalah
kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah
antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung
ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut
mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang
harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing –
masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelangggaran
terjadap proporsi tersebut disebut tidak adil.
Aristoteles membedakan dua
macam keadilan, yaitu
1.
Keadilan Komulatif,
Keadilan kumulatif atau justitia
cummulativa; Keadilan kumulatif adalah suatu keadilan yang diterima
oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa masing-masing. Keadilan ini
didasarkan pada transaksi (sunallagamata) baik yang sukarela
atau tidak. Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata, misalnya dalam
perjanjian tukar-menukar.
2.
Keadilan distributive.
Keadilan distributif atau justitia
distributiva; Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan kepada
setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya
masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara masyarakat
dengan perorangan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Keadilan
berasal dari bahasa Arab adil yang artinya tengah. Keadilan berarti menempatkan
sesuatu di tengah-tengah, tidak berat sebelah atau dengan kata lain keadilan
berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Adil adalah sifat perbuatana
manusia. Menurut arti katanya “adil” artinya tidak sewenang-wenang pada diri
sendiri maupun kepada pihak lain. Maksud dari ketidak sewenang-wenangnya dapat
berupa keadaan :
1.
Sama (seimbang), Nilai yang tidak
berbeda
2.
Tidak berat sebelah, perlakukan yang
sama dan tidak pilih kasih
3.
Wajar, seperti apa adanya, tidak menyimpang,
tidak lebih dan tidak kurang
4.
Patut/ layak, dapat diterima karena
sesuai, harmonis dan proporsional
5.
Perlakuan pada diri sendiri sama
seprti perlakuan kepada pihak lain dan sebaliknya
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan
untuk masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Suhaimi, 2012, Bahan Kuliah ; Ilmu Sosial
Buaday Dasar. Banda Aceh
Belawati Tarihoran, Martha, 2012, Menjalankan Keadilan Keluarga,Web: http://marthabelawatitarihoran.wordpress.com/2012/09/11/menjalankan-keadilan-tema-ibadah-keluarga-rabu-129-2012/ ,14 April 2013
Muhammad Arsyad Al-Banjar, 2011, Makalah Tentang Keadilam
Sosial, Web: http://unisavi.wordpress.com/2011/10/12/makalah-tentang-keadilan-sosial/, 14 April 2013
M.D.Kartaprawira, 2004, Penegakan Keadilan di Indonesia Perlu Perjuangan Gigih
Kreatif, web :http://www.korwilpdip.org/17GIGIH250304.htm, 14 April 2013
Rmakalah, 2012, Ilmu Budaya Dasar - Manusia dan
Keadilan, Web :http://ranihsukma.blogspot.com/2012/12/makalah-ilmu-budaya-dasar-manusia-dan_29.html, 15 April 2013
Post a Comment for "Konsep keadilan menurut islam dan aristoteles"