Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Latar belakang munculnya balaghah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sebuah ilmu tidaklah muncul sekaligus sempurna dalam satu masa. Ilmu mengalami fase sejarah dimana ia muncul, bekembang, dan maju, hingga bisa jadi mengalami kepunahan. Ilmu balaghah sebagai salah satu cabang ilmu dalam bahasa Arab pun mengalami fase kemunculan, perkembangan dan seterusnya. Ilmu bahasa Arab yang memiliki tiga cabang ini yaitu ilmu ma’ani, bayan, badi’ tidaklah ada dari awal dalam sistematika seperti yang kita kenal sekarang ini. Dahulu sama sekali tak dikenal istilah balaghah sebagai sebuah ilmu.
Tradisi sastra Arab telah berakar jauh sebelum munculnya agama Islam di semenanjung Arab. Pada mulanya Islam dipahami melalui penggunaan bahasa Arab yang literer. Namun pada masa perkembangan selanjutnya, sastra Islam sedikit demi sedikit dipengaruhi Alqur'an dan Hadits Nabi.
Tradisi sastra Islam, khususnya Arab, bahkan jauh sebelum lahirnya Islam. Walaupun sampai abad ketujuh hanya dikenal sastra lisan, berbentuk puisi, pribahasa dan pidato, tradisi lama ini tetap bertahan sampai sekarang. Lirik lisan untuk dinyanyikan pada umumnya berisi kisah kepahlawanan, kebanggaan suku dan keturunan, elegi (marasiin), cinta, dan pelampiasan balas dendam.
Dalam berbagai literature disebutkan bahwa disiplin ilmu balaghah merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang menjadi alat untuk menguak kemukjizatan Alqur'an. Sebagaimana diketahui bahwa Alqur'an dikenal dengan susunan kalimatnya yang indah, tertib, dan rapi. Kelebihan ini disinyalir kuat karena memang mukjizat nabi terakhir ini diturunkan di tengah-tengah komunitas pengagum sastra. Bahkan, pasar Ukadz merupakan tempat yang menjadi ajang jual-beli sastra di masa jahiliyah, sebelum nabi Muhammad datang membawa Islam.

B.     Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah di atas, dapat ditarik rumusan masalah pokok yakni:
1.      Pengertian Ilmu Balaghah 
2.      Sejarah asal mula Ilmu Balaghah 
3.      Tokoh-tokoh Ilmu Balaghah 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ilmu Balaghah
Kata Al-Balaghah secara etimologi merupakan pecahan kata dari ﺑﻠﻎyang mempunyai arti sampai dan berakhir. Sedangkan menurut istilah Al Balaghah seperti yang diungkapkan Abdurrahman Habnakah Hasan adalah (1996:129):
“Kesesuaian kalam terhadapa kondisi orang yang diajak berbicara disertai dengan Fashahah (tepat) dalam susunan kata dan kalimatnya”.
“al-Balaghah” didefinisikan oleh para ahli dalam bidang ini dengan definisi yang beragam, diantaranya adalah:
Menurut Ali jarim dan Musthafa Amin dalam Balaghatul Wadhihah. Balaghah adalah mengungkapkan makna yang estetik dengan jelas mempergunakan ungkapan yang benar, berpengaruh dalam jiwa, tetap menjaga relevansi setiap kalimatnya dengan tempat diucapkannya ungkapan itu, serta memperhatikan kecocokannya dengan pihak yang diajak bicara”.
Menurut Dr. Abdullah Syahhatah, Definisi yang benar untuk term Balaghah dalam kalimat adalah keberhasilan si pembicara dalam menyampaikan apa yang dikehendakinya ke dalam jiwa pendengar (penerima), dengan tepat mengena ke sasaran yang ditandai dengan kepuasan akal dan perasaannya”.
Menurut Khatib al-Qazwini yang dikutip oleh Prof. Dr. Abdul Fattah Lasyin. Balaghah adalah keserasian antara ungkapan dengan tuntutan situasi disamping ungkapan itu sendiri sudah fasih.
Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa inti dari Balaghah adalah penyampaian suatu pesan dengan menggunakan ungkapan yang fasih, relevan antara lafal dengan kandungan maksudnya, tetap memperhatikan situasi dan kondisi pengungkapannya, menjaga kepentingan pihak penerima pesan, serta memiliki pengaruh yang signifikan dalam diri penerima pesan tersebut. Jadi Ilmul Balaghah berarti suatu kajian yang berisi teori-teori dan materi-materi yang berkaitan dengan cara-cara penyampaian ungkapan dengan lafazh-lafazh yang sesuai dengan keadaan (muqtadlol hal).




B.     Latar Belakang Munculnya Ilmu Balaghah
Secara historis istilah balaghah muncul belakangan setelah benih-benih ilmu ini telah muncul dengan berbagai istilahnya sendiri. Bahkan, sebelum ilmu-ilmu tersebut dikenal, esensinya telah mendarah daging dalam praktek berbahasa orang-orang Arab dulu. Berbagai macam pengetahuan manusia, mulai dari ilmu, filsafat, seni, dan lainnya telah ada di akal dan lisan manusia dalam kehidupannya jauh sebelum diajarkan dan dikodifikasikan. Tidak terkecuali ilmu balaghah, ilmu yang terkait ketepatan dan keindahan berbahasa ini sebagai sebuah pengetahuan telah menghiasi berbagai perkataan orang Arab, baik dalam puisi maupun prosa, bahkan jauh sebelum Al-Quran turun.
Setiap bangsa pasti akan memilih yang bagus dari seni berbahasa mereka. Membedakan antara bahasa yang baik dan buruk telah menjadi kemampuan fitrah mereka sebagai pemilik bahasa tersebut. Mereka pun telah menggunakan berbagai macam gaya bahasa yang indah. Tak terkecuali bangsa Arab dan bahasa mereka. Sebagaimana telah disampaikan di depan, Al-Quran adalah salah satu faktor munculnya berbagai ilmu bahasa. Keindahan bahasa Al-Quran yang tak tertandingi menjadikannya sebagai puncak tertinggi dalam hal ketepatan dan keindahan berbahasa Arab.
Para pakar yang biasa berbangga dengan keindahan syair dan juga terbiasa saling mengkritisi syair satu sama lain mulai menghadapkan Al-Quran dengan pengetahuan mereka tentang keindahan berbahasa. Dari sinilah mulai berkembang benih-benih ilmu balaghah. Pada perkembangan selanjutnya, semakin luasnya percampuran orang Arab dengan non-Arab seiring kemajuan peradaban Islam menjadikan perlu disusunnya sebuah ilmu pengukur ketepatan dan keindahan berbahasa Arab. Hal ini karena mereka orang-orang non-Arab tidak dapat mengetahui keindahan bahasa Arab kecuali jika terdapat kaidah ataupun pembanding. Hal ini penting terutama karena mereka punya keinginan besar untuk mengetahui kemukjizatan Al-Quran.
Tema-tema ilmu Balaghah mulai muncul belakangan setelah muncul dan mulai berkembangnya ilmu nahwu dan sharaf. Tema-tema ini yang dulunya dikenal sebagai kritik sastra semakin berkembang lebih dari pada masa jahiliyah. Mulai dari masa Khalifah Umayyah, sebenarnya para Ulama pakar sastra mulai bicara tentang makna fashahah dan balaghah dan berusaha menjelaskannya dengan contoh dan bukti-bukti dari apa yang diriwayatkan dari orang-orang sebelum mereka. Dari sinilah kemudian muncul balaghah ‘arabiyyah dari berbagai segi. Disusunlah buku-buku yang berbicara tentangnya hingga sampailah fase pengajaran dari sebuah ilmu.
Kitab yang pertama kali disusun dalam bidang balaghah adalah tentang ilmu bayan, yaitu kitab Majazul Qur’an karangan Abu ‘Ubaidah Ma’mar bin Al-Mutsanna (w.208), murid Al-Khalili (w. 170 H). Sedangkan ilmu Ma’ani, maka tidak diketahui pasti orang yang pertama kali menyusun tentang ilmu tersebut. Namun, ilmu ini sangat kental dalam pembicaraan para Ulama, terutama al-Jahidz (w. 225 H) dalam I’jazul Quran-nya. Adapun penyusun kitab tentang ilmu badi’ pada masa awal, yang dianggap sebagai pelopor, adalah Abdullah Ibn al-Mu’taz (w. 296 H) dan Qudamah bin Ja’far dengan Naqd asy-Syi’r dan Naqd an-Natsr (w. 337 H).
Itulah ilmu balaghah pada masa awal kemunculannya. Yaitu terutama pada masa-masa Abbasyiah kedua (232-334 H). Dalam fase tersebut, balaghah dengan tiga cabangnya masih belum jelas ketertarikannya dalam kesatuan balaghah hingga nantinya memasuki masa perkembangannya di abad kelima hijriyah. Setelah kemunculannya di masa awal, para ulama berikutnya saling melengkapi dan menambahi khazanah ilmu ini hingga hadirlah seorang pakar balaghah, Abu Bakar Abdul Qahir Al-Jurjaniy (w. 471 H) yang mengarang kitab tentang ilmu ma’aniy dengan judul Dalailul I’jaz, dan tentang ilmu bayan dengan judul Asrorul Balaghah. Kemudian setelah beliau, hadirlah abu Ya’qub Sirajuddin Yusuf As-Sakakiy Al-Khawarizmi (w. 626 H) dengan kitabnya yang membahas tentang ilmu balaghah lebih lengkap daripada lainnya, yaitu kitab dengan judul Miftah al-‘Ulum.
Perkembangan balaghah pada masa ini ssalah satunya disebabkan oleh persinggungannya dengan ilmu kalam dan filsafat terkait dengan i’jazul Quran. Adanya fenomena inilah yang kemudian oleh pakar sekarang dimunculkan istilah Madrasah Adabiyyah dan Madrasah Kalamiyyah atas dasar kecenderungan yang dipilih dalam melakukan pembahasan balaghah.
Tiap-tiap madrasah ini memiliki ciri khas tersendiri. Para pembelaMadrasah Kalamiyyah memfokuskan pembahasan balaghah mereka dengan membuat batasan-batasan lafdzi dan spirit perdebatan. Kemudian fokus dengan membuat berbagai macam definisi-definisi dan kaidah-kaidah tanpa banyak menunjukkan contoh-contoh bukti sastrawi baik puisi maupun prosa. Untuk menentukan tepat dan indah atau tidaknya bahasa mereka banyak berpegang pada analogi filsafat dan kaidah-kaidah logika. Sedangkan Madrasah Adabiyyah, mereka sangat berlebihan dalam mengajukan bukti-bukti (contoh-contoh) sastrawi baik puisi maupun prosa, dan sedikit sekali memperhatikan tentang definisi dan lain-lainnya. Untuk menentukan tepat dan indah atau tidaknya bahasa mereka lebih banyak berpegang pada rasa seni, keindahan daripada kepada filsafat ataupun logika.
Demikianlah, Madrasah Kalamiyyah memang sangat berkepentingan dengan penguatan I’jazul Quran yang mana hal itu adalah titik temu antara sastra, akidah, filsafat ketuhanan, dan lainnya. SedangkanMadrasah Adabiyyah, mereka banyak menguatkan karya sastra, latihan menyusun bahasa yang baik, dan mendidik rasa kritis. Masa berjalan, pada akhirnya Madrasah Kalamiyyah lebih menguat dibandingkan Marasah Adabiyyah hingga sampailah konsep balaghah yang kita kenal saat ini, dari kitab-kitab yang ditulis para pakar-pakarnya tersebut dari masa ke masa.

C.    Tokoh Ilmu Balaghah
Era keemasan Ilmu Balaghah diawali dengan lahirnya seorang sastrawan terkemuka bernama Abu Bakar Abdul Qahir bin Abdurrahman al-Jurjani (w. 471 H.) yang dikenal dengan nama Abdul Qahir al-Jurjani. Beliau termasuk figur yang sangat perhatian terhadap ilmu balaghah. Dalam sejarah, beliaulah yang dikenal menguraikan semua kaidah balaghah satu persatu, mengajukan contoh yang mudah dimengerti dan menggunakan bahasa yang mudah dicerna. Hal itu tercermin dalam kitabnya yang bernama Asrar al-Balaghah dan Dalail al-I'jaz. Dalam penyampaiannya beliau memandang bahwa ilmu dan tindakan harus sama-sama berjalan.
Oleh karena itu, contoh-contoh yang beliau kemukakan selalu berkaitan erat dengan hal-hal yang banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Tujuannya agar pembaca lebih mudah mencerna kaidah-kaidah balaghah yang beliau sampaikan. Masalahnya, semua tema yang terdapat di dalam balaghah tidak akan mudah dicerna kecuali dengan memperbanyak contoh-contoh dan latihan.
Maka contoh global itulah yang kemudian diolah dan dijelaskan sejelas mungkin, selain juga diperkuat dengan gambaran-gambaran particular yang makin memperjelas kandungan balaghah dalam satu redaksi atau ungkapan. Walaupun pada masa sebelum itu ada beberapa cendekiawan yang telah memperkenalkan kaidah balaghah, seperti Imam al-Jahidz, Qudamah al-Katib, akan tetapi justru Abdul Qahir yang dianggap sebagai salah satu pelopor ilmu balaghah. Klaim tersebut bukanlah omong kosong belaka dan tanpa alasan. Penilaian ini berdasarkan kontribusi Abdul Qahir yang betul-betul membangkitkan ilmu Balaghah. Apa yang beliau berikan, tidak pernah sekalipun berhasil disamai oleh periode-periode sebelum dan sesudah beliau. Beliau berhasil membangun ilmu Balaghah menjadi disiplin ilmu pengetahuan yang dikenal masyarakat luas.
Setelah masa keemasan Abdul Qahir berlalu, muncullah al-Imam Jar al-Allah al-Zamakhsyari, yang dikenal denagn nama Imam Zamakhsyari (w. 538 H). Beliau banyak menguak unsur-unsur Balaghah yang terdapat dalam Al-Quran, mukjizatnya, maksud ayat, serta keistimewaan yang dimiliki ayat-ayat tertentu.
Pada masa berikutnya, muncullah seorang Ulama Balaghah terkenal yang kontribusinya juga tidak kalah penting, yaitu Abu Yusuf al-Sakaky atau atau dikenal dengan nama Imam Sakaky (w. 626 H.). Beliau menulis kitab berjudul Miftahul Ulum yang isinya menyempurnakan dan melengkapi karangan-karangan terdahulu, serta menjelaskan kekurangan yang terdapat sebelumnya, dan banyak meneliti (mengkritik) kaidah-kaidah balaghah yang dianggap tidak diperlukan. Hasil penelitian tersebut kemudian dituangkan dalam kitab tersebut dengan penyampaian yang sistematis, dan dikelompokkan dalam bab-bab tertentu dengan rapi, dan mengklasifikasikan beberapa kaidah yang terpisah satu sama lain. Semua itu beliau lakukan karena beliau banyak mempelajari kitab-kitab mantiq dan filsafat.
Tentu saja kitab ini memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan kitab-kitab yang ditulis pada masa-masa sebelumnya. Keberadaan Imam Sakaky ini juga ditengarai menjadi salah satu pendorong berkembangnya ilmu Balaghah. Bahkan, sejarawan dan sosiolog terkemuka sekelas Ibnu Khaldun menyebutkan kalau Imam al-Sakaky yang menjadi pioner Balaghah, bukan Abdul Qahir. Apalagi Imam al-Sakaky merupakan tokoh yang menjembatani antara Abdul Qahir, yang menggabungkan ilmu dan amal, dengan orang-orang kontemporer, yang memaksakan diri untuk mengkaji Balaghah. Mereka menyamakan Balaghah dengan ilmu-ilmu nazariyah (rasional), serta menafsiri kalimat-kalimatnya seperti menkaji ilmu bahasa Arab. Keadaan ini hampir membuat balaghah lebih mirip dengan teka-teki dan tebak-tebakan. Sehingga batasan dan kriteria ilmu balaghah hampir musnah dan hilang. Lebih parah lagi, kitab-kitab karangan Abdul Qahir mulai ditelantarkan, dan tidak lagi dipelajari. Barangkali inilah nasib sebuah ilmu pengetahuan jika dipelajari oleh orang-orang yang berada dalam masa kehancuran (penurunan) kelemahan.
Dalam kasus ini, kitab Asror al-Balaghah-nya Abdul Qahir bisa disamakan dengan kitab Muqaddimah-nya Ibnu Khaldun, atau Sultan Sulaiman dengan kitab Qawanin-nya. Walaupun demikian, dalam pandangan Ahmad Mushthofa al-Maraghi, dibandingkan dengan Abdul Qahir, Imam al-Sakaky tak ubahnya hanya mem'bebek' pada Abdul Qahir. "ma kana al-sakaky illa 'iyalan 'ala abdil qahir," komentar beliau dalam kitab 'Ulum al-Balaghah-nya. Apalagi penggunaan redaksi dan penjelasan materi balaghah yang disampaikan oleh Imam al-Sakaky justru kurang tersusun rapi dan terkesan kacau.
Mungkin kelebihan Imam al-Sakaky adalah karena beliau hidup setelah era Abdul Qahir, serta penyajian materi yang menggunakan sub bab yang lebih banyak dikenal. Tapi, lanjut al-Maraghi, seseorang yang hidup lebih dulu (Abdul Qahir) mempunyai kelebihn daripada orang yang hidup belakangan, karena dia dianggap sebagai pelopornya. Terlepas dari perbedaan pendapat tentang siapa yang lebih dulu, Abdul Qahir atau Imam al-Sakaky, ilmu balaghah telah mencapai tingkatan tertinggi pada masa itu.
Hanya saja, beberapa sejarawan ada juga yang menganggap bahwa yang pantas menjadi 'Bapak' ilmu balaghah adalah Imam al-Sakaky. Tentu saja, perbedaan pendapat dan kaidah balaghah yang seringkali berbenturan satu sama lain, selalu mewarnai pembahasan kaidah dan tema ilmu balaghah secara merata.

D.    Manfaat mempelajari Ilmu Balaghah
Posisi ilmu Balaghah dalam tatanan kelompok ilmu-ilmu Arab persis seperti posisi ruh dari jasad. Keberadaan ilmu Balaghah dan kaidah-kaidah yang tertuang didalamnya sangat urgen. Urgensitas tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah :
1.      Ilmu Balaghah merupakan perangkat media yang dapat menghantarkan seseorang kepada pengetahuan tentang ke-I’jaz-an al-Qur’an;
2.      Ilmu Balaghah merupakan salah satu instrument yang dapat membantu seorang yang bergelut dengan diskursus al-Qur’an terutama mufassir dalam memahami kandungan isi al-Qur’an dan pesan-pesan yang tertuang didalamnya. Hal ini diperjelas oleh pernyataan al-Zamakhsyari dalam al-Kasysyaf yang artinya:
 “Sesungguhnya ilmu yang paling sarat dengan noktah-noktah rahasia yang rumit di tempuh, paling padat dengan kandungan rahasia yang pelik, yang membuat watak dan otak manusia kewalahan untuk memahaminya adalah ilmu tafsir, yakni ilmu yang sangat sulit untuk dijangkau dan diselidiki oleh orang yang berstatus alim sekalipun. Dan tidak akan mampu untuk menyelam kekedalaman hakekat pemahaman tersebut kecuali seseorang yang memiliki kompetensi dan kredibilitas dalam dua spesifik ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an, yaitu ilmu Ma’ani dan ilmu Bayan.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
llmu balaghah yang semula oleh sementara orang dikategorikan kepada ilmu sastra, tetapi ilmu balaghah itu adalah sintaksis Arab. Sebagai ilmu semantik tentu ia berkaitan erat dengan ilmu Sintaksis ilmu Nahwu dan ilmu sarf. Keberadaan ilmu balaghah sebagai ilmu bahasa Arab akan terlihat dengan jelas jika dipergunakan kaca mata balaghah, dengan demikian akan mudah pula untuk mengerti pesan yang terkandung dalam serangkaian kalimat, baik berbentuk sastra ataupun yang bukan sastra.
Secara ilmiah, ilmu Balaghah merupakan suatu disiplin ilmu yang mengarahkan pembelajaran untuk bisa mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaan seseorang berdasarkan kepada kejernihan dan ketelitian dalam menangkap keindahan. Mampu menjelaskan perbedaan yang ada di antara macam-macam uslub (ungkapan). Dengan kemampuan menguasai konsep-konsep Balaghah, bisa diketahui rahasia-rahasia bahasa Arab dan seluk beluknya serta akan terbuka rahasia-rahasia kemu’jizatan Al-Quran dan Al-Hadits.
Al Balaghah dibagi menjadi beberapa kelompok seperti: Ilmu Ma’ani : ilmu yang mempelajari susunan bahasa dari sisi penunjukan maknanya, ilmu yang mengajarkan cara menyusun kalimat agar sesuai dengan muqtadhaa al-haal, Ilmu Bayan : ilmu yang mempelajari cara-cara penggambaran imajinatif, Ilmu Badii’ : ilmu yang mempelajari karakter lafazh dari sisi kesesuaian bunyi atau kesesuaian makna.

B.     Saran
Setiap orang akan merasa kesukaran apabila menggunakan bahasa yang bukan bahasa ibunya. Kendala untuk mengerti ilmu Balaghah atau bahasan mengenai sastra akan lebih sulit dimengerti apabila tidak mempunyai dasar pengetahuan awal. Penulis menyarankan agar setiap mahasiswa mempelajari ilmu nahwu dan Morfologi Arab dengan baik agar lebih mudah menyerap, terutama ilmu balaghah yang dianggap sulit itu akan lenyap sendiri.





DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Al-Iskandari, 1916, Al-Wasith fil-Adab al-‘Arabiy wa Tarikhuhu, Mesir: Penerbit Darul Ma’arif
Amin Al-Khuli, 1961, Manahij Tajdid fi an-Nahwi wal-Balaghah wat-Tafsir wal-Adab, Penerbit Dar al-Ma’arif
Jurji Zaidan, Tarikh Adab al-Lughah al-‘Arabiyyah, juz 2, Penerbit Darul Hilal


Post a Comment for "Latar belakang munculnya balaghah"