Pancasila dan kehidupan politik
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di jaman yang penuh dengan
persaingan ini makna Pancasila seolah-olah terlupakan sebagian besar masyarakat
Indonesia. Padahal sejarah perumusannya melalui proses yang sangat panjang oleh
para pendiri negara ini. Pengorbanan tersebut akan sia-sia apabila kita tidak
menjalankan amanat para pendiri negara yaitu pancasila yang termaktub dalam
pembukaan UUD 1945 alenia ke-4.
Pancasila
merupakan rangkaian kesatuan dan kebulatan yang tidak terpisahkan karena setiap
sila dalam pancasila mengandung empat sila lainnya dan kedudukan dari
masing-masing sila tersebut tidak dapat ditukar tempatnya atau
dipindah-pindahkan. Hal ini sesuai dengan susunan sila yang bersifat
sistematis-hierarkis, yang berarti bahwa kelima sila pancasila itu menunjukkan
suatu rangkaian urutan-urutan yang bertingkat-tingkat, dimana tiap-tiap sila
mempunyai tempatnya sendiri di dalam rangkaian susunan kesatuan itu sehingga
tidak dapat dipindahkan.
Bagi bangsa
Indonesia hakikat yang sesungguhnya dari pancasila adalah sebagai pandangan
hidup bangsa dan sebagai dasar negara. Banyaknya sebutan untuk Pancasila bukanlah merupakan suatu
kesalahan atau pelanggaran melainkan dapat dijadikan sebagai suatu kekayaan
akan makna dari Pancasila bagi bangsa Indonesia. Karena hal yang terpenting
adalah perbedaan penyebutan itu tidak mengaburkan hakikat pancasila yang
sesungguhnya yaitu sebagai dasar negara. Tetapi pengertian pancasila tidak
dapat ditafsirkan oleh sembarang orang karena akan dapat mengaturkan maknanya
dan pada akhirnya merongrong dasar negara, seperti yang pernah terjadi di masa
lalu.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa itu pancasila?
2.
Bagaimana fungsi dan kedudukan pancasila?
3.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PANCASILA
Pancasila harus dimaknai sebagai
kesatuan yang bulat, hirarkhis dan sistematis. Dalam pengertian itu maka
Pancasila merupakan suatu sistem filsafat sehingga kelima silanya
memiliki esensi makna yang utuh. Dasar pemikiran filosofisnya yaitu Pancasila
sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mempunyai makna bahwa
dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan serta kenegaraan harus
berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan. Titik tolak pandangan tersebut adalah negara sebagai suatu
persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan manusia. Yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :
§ Nilai-nilai Pancasila timbul dari
bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagai kausa materialis.
Nilai-nilai itu sebagai hasil pemikiran, penilaian kritik serta hasil refleksi
filosofis bangsa Indonesia.
§ Nilai-nilai Pancasila merupakan
filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia sehingga merupakan jati diri
bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan
dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
§ Nilai-nilai Pancasila didalamnya
terkandung ketujuh nilai-nilai kerohanian yaitu nilai-nilai kebenaran,
keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, estetis dan religius yang manifestasinya
sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada kepribadian bangsa.
Oleh
karena itu, Pancasila yang diambil dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia pada
dasarnya bersifat religius, kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan.
Pancasila juga bercirikan asas kekeluargaan dan gotong royong serta pengakuan
atas hak-hak individu.
Pancasila
adalah dasar falsafah Negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan
UUD 1945. Sehingga setiap warga Negara Indonesia harus mempelajari, mendalami,
menghayati, dan mengamalkannya dalam segala bidang kehidupan. Dalam pancasila
terkandung nilai-nilai dasar yang luhur yaitu nilai ketuhanan, nilai
kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan yang
masing-masing memiliki makna tersendiri.
1. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa memiliki arti adanya pengakuan
dan keyakinan bangsa terhadap Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Nilai ini
menyatakan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa
yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan
untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta
tidak berlaku diskriminatif antarumat beragama.
2. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti
kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama
atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana
mestinya.
3. Nilai Persatuan
Nilai persatuan Indonesia memiliki makna usaha ke arah
bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia mengakui dan menghargai
sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia.
4. Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui
lembaga-lembaga perwakilan.
5. Nilai Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
mengandung makna sebagai dasar dan tujuan, yaitu tercapainya masyarakat
Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah ataupun batiniah. Nilai-nilai
dasar itu bersifat abstrak dan normatif. Karena itu isinya belum dapat
dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional dan eksplisit, perlu
dijabarkan ke dalam nilai instrumental seperti UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan lainnya. Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi
sumber nilai. Artinya, dengan bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat
dibuat dan dijabarkan nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara
Indonesia.
Pengertian
Pancasila secara Historis
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam
sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah,
khususnya akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang
suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian
tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo
dan Soekarno.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam siding tersebut
Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar
negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima
dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang temannya yaitu
seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia
memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus
1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana
didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip atau lima prinsip sebagai satu
dasar negara yang diberi nama Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa
Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD
1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara
Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini
didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan calon
rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara
bulat.
Pengertian Pancasila secara
Terminologis
Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu
telah melahirkan negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan
negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka, maka panitia Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam
sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara
Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 terdiri atas
dua bagian yaitu Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37
pasal, 1 aturan Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan
Tambahan terdiri atas 2 ayat.
Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas
empat alinea tersebut tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab
3. Persatuan
Indonesia
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstisional sah dan benar sebagai dasar
negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat
Indonesia.
Pengertian Pancasila Menurut Para
Ahli
Dalam
rangka lebih memahami tentang Pancasila sebagai idelogi terbuka, maka perlu
dijelaskan lebih dahulu apa itu Pancasila. Banyak tokoh nasional yang telah
merumuskan konsep Pancasila sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Namun
jika dicermati, secara umum definisi konsep tersebut relatif sama. Berikut
adalah beberapa pengertian tentang Pancasila yang dikemukakan oleh para ahli.
a.
Muhammad
Yamin.
Pancasila berasal dari kata Panca
yang berarti lima dan Sila yang berarti sendi, atas, dasar atau peraturan
tingkah laku yang penting dan baik. Dengan demikian Pancasila merupakan lima
dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan
baik.
b.
Ir.
Soekarno
Pancasila adalah isi jiwa bangsa
Indonesia yang turun-temurun sekian abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan
Barat. Dengan demikian, Pancasila tidak saja falsafah negara, tetapi lebih luas
lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia.
c.
Notonegoro
Pancasila adalah Dasar Falsafah Negara Indonesia. Berdasarkan pengertian ini dapat disimpulkan Pancasila pada hakikatnya merupakan dasar falsafah dan Ideologi negara yang diharapkan menjadi pendangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.
Pancasila adalah Dasar Falsafah Negara Indonesia. Berdasarkan pengertian ini dapat disimpulkan Pancasila pada hakikatnya merupakan dasar falsafah dan Ideologi negara yang diharapkan menjadi pendangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.
d.
Berdasarkan
Terminologi.
Pada 1 juni 1945, dalam sidang Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUKI), Pancasila yang
memiliki arti lima asas dasar digunakakn oleh Presiden Soekarno untuk memberi
nama pada lima prinsip dasar negara Indonesia yang diusulkannya. Perkataan
tersebut dibisikan oleh temannya seorang ahli bahasa yang duduk di samping Ir. Soekarno,
yaitu Muhammad Yamin. Pada tanggal, 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia merdeka
dan keesokan harinya (18 Agustus 1945) salah satunya disahkan Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia yang di dalamnya memuat isi rumusan lima prinsip
dasar negara yang diberi nama Pancasila. Sejak saat itulah perkataan Pancasila
menjadi bahasa Indonesia dan dijadikan istilah yang sudah umum.
Pancasila
dapat diartikan sebagai lima dasar yang dijadikan dasar Negara serta pandangan
hidup bangsa. Suatu bangsa tidak akan berdiri dengan kokoh tanpa ada suatu
dasar negra yang kuat dan tidak akan mengetahui kemana arah tujuan yang akan
dicapai tanpa pandangan hidup. Dengan adanya dasar Negara suatu Negara tidak
akan terombanng- ambinng dalam menghadapi suatau permasalahan yang dating baik
dari dalam maupun dari luar. Adapun fungsi dan kedudukan pancasila adalah
sebagai berikut:
1.
Pancasila
sebagai dasar Negara
Pengertian Pancasila sebagai dasar
negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana
tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama
rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu
disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan
MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum
di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang
pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische grondslaag)
Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945
oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat
Indonesia yang merdeka. Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan:
kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila
dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan
konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua
golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakan intelligent
choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan
tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar
negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi
merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan
dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”. Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat
Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai
dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita
harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik …
Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat,
juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan
mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan
segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai dasar
negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara
Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela
dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi
Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang
didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan
mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia
(kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak
sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir
batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan
lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan
sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan
Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang
yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan
dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan
hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan
martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang
manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium
identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang
dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal.
Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai
satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar
satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia.
Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat
dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam
kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila
kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila
harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap
sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara tepat
dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat
hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”
sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain
haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr.Hamka
mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa,
Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari
Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan
bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
1) Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan
beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa,
yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
3) Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa,
yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa,
yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan
ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, yang
ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang
ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan.
2.
Pancasila
Sebagai Pandangan Hidup
Pancasila
Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Sebagaimana yang ditujukan dalam
ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat
Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita. Setiap
bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah serta tujuan
yang ingin dicapainya sangat memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjung
sebagai pandangan/filsafat hidup. Dalam pergaulan hidup terkandung konsep dasar
mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung
pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan
yang dianggap baik. Dengan demikian, pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia juga harus berdasarkan pada Bhineka Tunggal Ika yang merupakan asas
pemersatu bangsa sehingga tidak boleh mematikan keanekaragaman.
Hakekat
Bhineka Tunggal Ika sebagai perumusan dalam salah satu penjabaran arti dan
makna Pancasila menurut Notonegoro adalah bahwa perbedaan itu adalah kodrat
bawaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa , namun perbedaan itu bukan
untuk dipertentangkan dan diperuncingkan melainkan perbedaan itu untuk
dipersatukan, disintesakan dalam suatu sintesa yang positif dalam suatu negara
kebersamaan, Negara Persatuan Indonesia.
3.
Pancasila
Sebagai Ideologi Negara
Dalam
kehidupan sehari-hari istilah ideologi umumnya digunakan sebagai pengertian
pedoman hidup baik dalam berpikir maupun bertindak. Dalam hal ini ideologi
dapat dibedakan mejadi dua pengertian yaitu ideologi dalam arti luas dan ideol
ogi dalam arti sempit. Dalam arti luas ideologi menunjuk pada pedoman dalam
berpikir dan bertindak atau sebagai pedoman hidup di semua segi kehidupan baik
pribadi maupun umum. Sedangkan dalam arti sempit, ideologi menunjuk pada
pedoman baik dalam berpikir maupun bertindak atau pedoman hidup dalam bidang
tertentu misalnya sebagai ideologi Negara.
Ideologi
Negara adalah ideologi dalam pengertian sempit atau terbatas. Ideologi Negara
merupakan ideologi mayoritas waga Negara tentang nilai -nilai dasar Negara yang
ingin diwujudkan melalui kehidupan Negara itu. Ideologi Negara sering disebut
sebagai ideologi politik karena terkait dengan penyelenggaraan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara yang tidak lain adalah kehidupan politik. Pancasila
adalah ideologi Negara yaitu gagasan fundamental mengenai bagaimana hidup
bernegara milik seluruh bangsa Indonesia bukan ideologi milik Negara atau rezim
tertentu.
Sebagai
ideologi, yaitu selain kedudukannya sebagai dasar Negara kesatuan republik
Indonesia Pancasila berkedudukan juga sebagai ideologi nasional Indonesia yang
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Sebagai ideologi
bangsa Indonesia, yaitu Pancasila sebagai ikatan
budaya
(cultural bond) yang berkembangan secara alami dalam kehidupan masyarakat Indo
nesia bukan secara paksaan atau Pancasila adalah sesuatu yang sudah mendarah
daging dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Sebuah ideologi dapat bertahan
atau pudar dalam menghadapi perubahan masyarakat tergantung daya tahan dari
ideologi itu. Alfian mengatakan bahwa kekuatan ideologi tergantung pada
kualitas tiga dimensi yang dimiliki oleh ideologi itu, yaitu dimensi realita,
idealisme, dan fleksibelitas. Pancasila
sebagai sebuah ideologi memiliki tiga dimensi tersebut:
1) Dimensi realita, yaitu nilai-nilai
dasar yang ada pada ideologi itu yang mencerminkan realita atau kenyataan yang
hidup dalam masyarakat dimana ideologi itu lahir atau muncul untuk pertama
kalinya paling tidak nilai dasar ideologi itu mencerminkan realita masyarakat
pada awal kelahira nnya.
2) Dimensi Iidalisme, adalah kadar atau
kualitas ideologi yang terkandung dalam nilai dasar itu mampu memberikan
harapan kepada berbagai kelompok atau golongan masyarakat tentang masa depan
yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari.
3) Dimensi Fleksibelitas atau dimensi
pengembangan, yaitu kemampuan ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus
menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakatnya. Mempengaruhi artinya ikut
wewarnai proses perkembangan zaman tanpa menghilangkan jati diri ideologi itu
sendiri yang tercermin dalam nilai dasarnya. Mempengaruhi berarti pendukung
ideologi itu berhasil menemukan tafsiran –tafsiran terhadap nilai dasar dari
ideologi itu yang sesuai dengan realita -realita baru yang muncul di hadapan
mereka sesuai perkembangan zaman.
Menurut Dr.Alfian Pancasila memenuhi
ketiga dimensi ini sehingga pancasila dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka.
Ideologi Terbuka merupakan suatu
sistem pemikiran terbuka sedangkan ideologi tertutup merupakan suatu sistem
pemikiran tertutup. Ciri khas Ideologi tertutup :
1) ideologi itu bukan cita-cita yang
sudah hidup dalam masyarakat, melainkan cita-cita satu kelompok orang yang
mendasari suatu program untuk mengubah dan membaharui masyarakat. Hal ini
berarti demi ideologi masyarakat harus berkorban untuk menilai kepercayaan
ideologi dan kesetiaannya sebagai warga masyarakat.
2) Isinya bukan hanya berupa
nilai-nilai dan cita-cita tertentu melainkan terdiri dari tuntutan-tuntutan
konkret dan operasional yang keras.
Jadi ideologi tertutup bersifat
totaliter dan menyangkut segala segi kehidupan.
Ciri khas ideologi terbuka :
1) Nilai-nilai dan cita-citanya tidak
dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari suatu kekayaan rohani,
moral dan budaya masyarakat itu sendiri.
2) Dasarnya bukan keyakinan ideologis
sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah.
3) Tidak diciptakan oleh negara
melainkan digali dan ditemukan masyarakat itu sendiri.
4) Isinya tidak operasional. Menjadi
operasional ketika sudah dijabarkan ke dalam perangkat peraturan perundangan.
Jadi ideologi terbuka adalah milik
seluruh rakyat dan masyarakat dalam menemukan dirinya, kepribadiannya di dalam
ideologi tersebut. Fungsi Pancasila sebagai ideologi Negara, yaitu :
1) Memperkokoh persatuan bangsa karena
bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk.
2) Mengarahkan bangsa Indonesia menuju
tujuannya dan menggerakkan serta membimbing bangsa Indonesia dalam melaksanakan
pembangunan.
3) Memelihara dan mengembangkan
identitas bangsa dan sebagai dorongan dalam pembentukan karakter bangs a
berdasarkan Pancasila.
4) Menjadi standar nilai dalam
melakukan kritik mengenai kedaan bangsa dan Negara.
4.
Pancasila
sebagai Sumber dari Segala Sumber Hukum
Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum indonesia, yang berwujud di dalam
tertib hukumnya. Yang dimaksud dengan tertib hukum, ialah keseluruhan dari pada
peraturan-peraturan hukum, yang memenuhi syarat-syarat:
1) Kesatuan subyek yang mengadakan
peraturan-peraturan hukum tersebut, yang untuk Indonesia ialah Pemerintahan
Republik Indonesia.
2) Kesatuan asas kerohanian yang
meliputi keseluruhan peraturan-peraturan hukum itu, yang untuk indonesia ialah
Pancasila.
3) Kesatuan waktu yang menetapkan saat
berlaku peraturan-peraturan tersebut, yang untuk indonesia ialah sejak tanggal
18 Agustus 1945.
4) Kesatuan daerah, sebagai batas
wilayah berlaku bagi peraturan-peraturan tersebut, yang untuk Indonesia ialah
seluruh wilayah bekas daerah Hindia Belanda, mulai dari Sabang sampai Merauke.
Sebagai sumber hukum disini
maksudnya ialah Pancasila sebagai asal, tempat setiap pembentuk hukum di
Indonesia mengambil atau menimba unsur-unsur dasar yang diperlukan untuk
tugasnya itu, dan merupakan tempat untuk menemukan ketentuan-ketentuan yang
akan menjadi sisi dari peraturan hukum yang akan di buat, serta sebagai
dasar-ukuran (maatstaf), untuk menguji apakah isi suatu peraturan hukum yang
berlaku sungguh-sungguh merupakan suatu hukum yang mengarah kepada tujuan hukum
negara Republik Indonesia. Karena pertumbuhan kesadaran dan pengertian manusia
Indonesia terhadap kedudukan Pancasila bagi kehidupan bernegara dan
bermasyarakat serta pengalaman-pengalaman selama ini, maka dirasa perlu suatu
pemantapan dan penertiban dalam masalah tertib hukum indonesia. Untuk maksud
tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-royong (DPRGR), telah menyampaikan
sebuah memorandum mengenai Sumber Tertib Hukum Indonesia pada tanggal 9 Juni
1996, kepada Majelis Permusyawaratan Sementara. Adapun menurut isi maksud dari
memorandum tersebut dinyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum bagi Indonesia adalah sebagai berikut :
1) Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus
1945.
2) Dekrit 5 Juli 1959
3) Undang-undang Dasar Proklamasi.
4) Surat perintah 11 Maret 1966.
Pancasila dalam kedudukannya sebagai
sumber dari segala sumber hukum sering disebut sebagai dasar filsafat atau
ideologi Negara. Dalam pengertiannya ini pancasila merupakan suatu dasar niala
serta norma untuk mengatur pemerintahan Negara. Pancasila merupakan suatu dasar
untuk mengatur penyelengaraan Negara. Konsekuensinya selurh pelaksanaan dan
penyelenggaraan Negara terutama segala peraturan perundang-undangan termasuk
proses reformasi dalam segala bidang dewasa ini dijabarkan dari nilai-nilai
Pancasila. Maka Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, Pancasila
merupakan kaidah hukum Negara yang secara konstitusional mengatur Negara
beserta seluruh unsur-unsurnya.
Sebagai dasar Negara, Pancasila
merupakan suatu asas kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita
hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah, baik moral
maupun hukum Negara, dan menguasai hukum dasar baik tertulis atau UUD maupun
tidak tertulis atau dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, Pancasila
mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Sebagai sumber dari segala sumber
hukum atau sumber tertib hukum Indonesia maka setiap produk hukum harus
bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Pancasila tercantum
dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian dijabarkan lebih
lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD
1945, serta hukum positif lainnya. Secara
yuridis-konstitusional, pancasila adalah dasar Negara yang di gunakan sebagai
dasar mengatur atau menyelenggrakan pemerintahan Negara.
5.
Pancasila
Sebagai Jiwa Bangsa Indonesia
Pancasila
dalam pengertian ini adalah seperti yang dijelaskan dalam teori "Von
Savigny" bahwa setiap Volksgeist (jiwa rakyat/jiwa bangsa) Indonesia telah
melaksanakan Pancasila. Dengan kata lain, lahirnya Pancasila bersamaan dengan
adanya bangsa Indonesia.
6.
Pancasila
Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
Pancasila
dalam pengertian ini adalah bahwa sikap, tingkah laku, dan perbuatan Bangsa
Indonesia mempunyai ciri khas. Artinya, dapat dibedakan dengan bangsa lain, dan
kepribadian bangsa Indonesia adalah Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila
disebut juga sebagai kepribadian bansa Indonesia.
7.
Pancasila
Sebagai Cita-Cita dan Tujuan Nasional
Artinya
cita-cita luhur Bangsa Indonesia tegas termuat dalam Pembukaan UUD 1945 karena
Pembukaan UUD 1945 merupakan perjuangan jiwa proklamasi, yaitu Jiwa Pancasila.
Dengan demikian, Pancasila merupakan Cita-Cita dan Tujuan Nasional Bangsa
Indonesia (Alinea II dan IV Pembukaan UUD 1945).
8.
Pancasila
Sebagai Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia
Pancasila
disahkan bersama-sama dengan disahkannya UUD 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. PPKI ini merupakan
wakil-wakil dari seluruh rakyat Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur
tersebut.
B. PENGERTIAN
POLITIK
Secara etimologis,
politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau negara kota.
Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara, politeia
yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti
pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan.
Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya.
Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya.
Aristoteles berkesimpulan bahwa
usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk kehidupan sosial
yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang lain. Interaksi itu
terjadi di dalam suatu kelembagaan yang dirancang untuk memecahkan konflik
sosial dan membentuk tujuan negara. Dengan demikian kata politik menunjukkan
suatu aspek kehidupan, yaitu kehidupan politik yang lazim dimaknai sebagai kehidupan
yang menyangkut segi-segi kekuasaan dengan unsur-unsur: negara (state), kekuasaan (power), pengambilan
keputusan (decision making), kebijakan (policy, beleid), dan pembagian
(distribution) atau alokasi (allocation).
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah
bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang
menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan
itu. Pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi
tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif
dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Sedangkan
untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum
(public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau
alokasi (allocation) dari sumber-sumber (resources) yang ada.
Untuk bisa berperan aktif melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu
dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan digunakan baik
untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul
dalam proses itu. Cara-cara yang digunakan dapat bersifat meyakinkan (persuasive)
dan jika perlu bersifat paksaan (coercion). Tanpa unsur paksaan, kebijakan itu
hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka.
Politik merupakan upaya
atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang
beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaannegara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan
oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan
tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek
kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari
seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private
goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik
dan kegiatan-kegiatan perseorangan (individu).
Sejarah Sistem Politik di Indonesia
Sejarah
Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya.
Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia
tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik
biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang
berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka,
karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan
tekanan.
Dalam melakukan analisis sistem bisa
dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi
juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi
sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan
dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan
pengambilan keputusan.
Proses
politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem
adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan
mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para
pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan
diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik
diukur dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik
melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa
besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan
lingkungan internasional. Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun
pelaku perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur
politik dan dari lingkungan internasional. Perubahan ini besaran maupun isi
aliran berupa input dan output. Proses mengkonversi input menjadi output
dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi
penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1) Kapabilitas Ekstraktif, yaitu
kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya
masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh
pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang
para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah
berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2) Kapabilitas Distributif. SDA yang
dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat
didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat
merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai
pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah.
3) Kapabilitas Regulatif (pengaturan).
Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan kelompok maka
dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan benturan
pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat,
hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.
4) Kapabilitas simbolik, artinya
kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang
akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka
semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5) Kapabilitas responsif, dalam proses
politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan
pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi
masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif.
kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian
hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang
memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam
kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower)
memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada
negara-negara berkembang.
Fungsi Politik
Fungsi
Politik adalah
·
Perumusan
kepentingan, adalah fungsi menyusun dan mengungkapkan tuntutan politik suatu
negara. Fungsi ini umumnya dijalankan oleh LSM atau kelompok-kelompok
kepentingan.
·
Pemaduan
kepentingan, adalah fungsi menyatupadukan tuntutan-tuntutan politik dari
berbagai pihak dalam suatu negara dan mewujudkan sebuah kenyataan ke dsalam
berbagai alternatif kebijakan. pelakunya dalah Partai Politik.
·
Pembuatan
kebijakan umum, adalah fungsi untuk mempertimbangkan berbagai alternatif
kebijakan yang diusulkan oleh partai-partai politik dan pihak-pihak lain untuk
dipilih, diantaranya sebagai satu kebijakan pemerintah. pelakunya adalah
lembaga eksekutif bersama dengan legislatif.
·
Penerapan
kebijakan, adalah fungsi melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh
pihak yang berwenang. Pelaku fungsi ini adalah aparat birokrat atu PNS.
·
Pengawasan
pelaksanaan kebijakan< adalah fungsi mnyelaaraskan perilaku masyarakat atau
pejabat publik yang menentang atau menyeleweng dari kebijakan pemerintah dan
norma-norma yang berlaku, atau fungsi mengadili pelanggar hukum. Pelaku nya
dalah lembaga hukum atau peradilan.
Fungsi Politik yang lain
Apabila
kita bisa mengetahui bagaimana bekerjanya suatu keseluruhan system, dan
bagaimana lembaga-lembaga politik yang terstruktur dapat menjalan fungsi
barulah analisa perpandingan politik dapat memiliki arti. Lembaga politik
mempunya tiga fungsi sebagaimana yang telah digambarkan oleh prof Almond
sebagai berikut;
1. Sosialisasi politik. Merupakan fungsi untuk
mengembangkan dan memperkuat sikap-sikap politik di kalangan penduduk, atau melatih
rakyat untuk menjalankan peranan-peranan politik, administrative, dan yudisial
tertentu.
2. Rekruitmen politik. Merupakan fungsi penyeleksian
rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam
media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan
tertentu, pendidikan, dan ujian.
3. komunikasi politik. Merupakan jalan mengalirnya
informasi melalui masyarakat dan melalui berbagai struktur yang ada dalam
system politik.
Peran Serta Masyarakat Dalam Sistem Politik
Dilihat
dari perkembangan sejarah, demokrasi Indonesia dibedakan dalam beberapa masa,
yaitu Masa Republik Indonesia I, Masa Republik Indonesia II, Masa Republik
Indonesia III.
1. Masa Republik Indonesia I
Pada
masa RI I masa demokrasi konstitusional menonjolkan peranan parlemen dan
partai-partai politik sehingga disebut demokrasi parlementer.
2. Masa Republik Indonesia II
Pada
masa RI II lebih dikenal dengan masa demokrasi terpimpin. Pada masa ini pula
beberapa aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional secara moral
sebagai landasannya. Selain itu telah menunjukkan beberapa aspek demokrasi
rakyat dalam pelakasanaannya.
3. Masa Republik Indonesia III
Pada
masa RI III demokrasi Pancasila mucnul sebagai demokrasi konstitusional dengan
menonjolkan sistem presidensil. Dengan demikian peranan eksekutif terutama pada
masa orde baru sangat dominan dalam menjalankan dan mengendalikan jalannya
pemerintahan.
Demokrasi
Pancasila pada masa reformasi secara formal menunjukkan sistem presidensiil.
Namun, peranan legislatif cukup menonjol dalam menjalankan dan mengendalikan
jalannya roda pemerintahan. Untuk itu kita harus dapat memperkokoh persatuan
dan kesatuan bangsa sehingga pembangunan nasional yang telah berlanjut tetap
dapat dilaksanakan dalam usaha mencapai tujuan nasional. Perlu
disadari bahwa di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat aneka ragam
kepentingan dan pendapat yang berbeda. Segala sesuatunya harus dapat
diselesaikan sesuai dengan tatanan masyarakat, termasuk wadah berupa
kelembagaan-kelembagaan negara. Dalam hal ini, antara lain lembaga perwakilan
rakyat merupakan lembaga yang dapat menyalurkan kepentingan dan pendapat rakyat
yang beraneka ragam.
Karena itu
bangsa Indonesia hendaknya dpaat bersikap positif dalam pengembangan demokrasi
Pancasila antar alain sebagai berikut :
1. Menggunakan hak pilihnya (hak
memilih dan dipilih)
2. Ikut melaksanakan pemilu secara
langsung.
3. Musyawarah mufakat.
4. Mengakui dan menghormati hak asasi
manusia termasuk kebebasan beragama.
5. Menjunjung tinggi hukum yang sedang
berlaku.
Bentuk
perwujudan hak dan wewenang warga Indonesia dalam demokrasi Pancasila, antara
lain sebagai berikut :
1. Menadi anggota / pengurus ormas atau
orpol sesuai dengan pasal 28 UUD 1945.
2. Memperoleh pendidikand an ikut
menangani serta mengembangkan pendidikan sesuai dengan pasal 31 UUD 1945.
3. Ikut aktif dalam kegiatan koperasi
dan kegiatan ekonomi sesuai dengan pasal 33 UUD 1945.
Dengan
demikian setiap warga negara Indonesia harus ikut bertanggung jawab dalam
pelaksanaan dan pengembangan demokrasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
C.
PANCASILA DAN KEHIDUPAN POLITIK
Manusia Indonesia selaku warga
negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek
politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka politik harus dapat
meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik
Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan
kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma
adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter. Berdasar hal itu, sistem
politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan dan sistem politik
harus berdasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh
karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas
moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan
moral keadilan.
Manusia
Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku
politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia
maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu
menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai
paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter Berdasar hal itu,
sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV
Pancasila).
Pengembangan
selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada
sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik
Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral
persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari
warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut
sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila
sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila
bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan
dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya
dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
1)
Penerapan
dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya,
agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
2)
Mementingkan
kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
3)
Melaksanakan
keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan persatuan;
4)
Dalam
pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan
beradab;
5)
Tidak
dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan
(keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era
globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu
direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup
masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat
industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai
sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:
§ Nilai toleransi;
§ Nilai transparansi hukum dan
kelembagaan;
§ Nilai kejujuran dan komitmen
(tindakan sesuai dengan kata);
§ Bermoral berdasarkan konsensus.
a.
Peranan Pancasila Dalam Reformasi
Politik
1)
Pancasila
sebagai Paradigma reformasi politik
Landasan aksiologi (sumber nilai)
bagi sistem politik Indonesia adalah sebagaimana terkandung dalam Deklarasi
Bangsa Indonesia yaitu pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi “…..maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Nilai demokrasi politik yang
terkandung dalam Pancasila merupakan fondasi bangunan negara yang dikehendaki
oleh para pendiri negara kita dalam kenyataanya tidak dilaksanakan berdasarkan
suasana kerohanian berdasarkan nilai-nilai tersebut, dan pada realisasinya baik
pada masa orde lama maupun orde baru negara lebih mengarah pada praktek
otoritarianisme yang mengarah pada porsi kekuasaan yang terbesar kepada
presiden. Nilai demokrasi politik tersebut secara normatif terjabar dalam
pasal-pasal UUD 1945 yaitu pasal 1 ayat 2 menyatakan :
“ kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan
sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan rakyat”
Pasal 2
ayat 2 menyatakan,
“
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota dewan paerwakilan
rakyat, ditambah utusan dari daerah dan golongan menurut aturan yang ditetapkan
dengan undang-undang”
Pasal 5
ayat 1 menyatakan,
“Presiden
memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat”
Pasal 6
ayat 2 menyatakan,
“
Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan
suara terbanyak “
Adapun esensi dari pasal-pasal tersebut
berdasarkan UUD 1945 adalah:
§ Rakyat merupakan pemegang kedaulatan
tertinggi dalam Negara
§ Kedaulatan rakyat dijalankan
sepenuhnya oleh MPR
§ Presiden dan wakil presiden dipilih
oleh MPR, dan bertanggung jawab kepada MPR
§ Produk hukum apapun yang dihasilkan
oleh presiden baik sendiri maupun bersama dengan lembaga lain, kekuatanya
berada dibawah MPR atau produk-produknya.
Perlu
diketahui pula bahwa rakyat adalah asal mula kekuatan negara, oleh sebab itu
paradigma ini merupakan dasar pijak dalam reformasi politik. Dan reformasi
politik atas sistem politik harus melalui Undang-undang yang mengatur sistem
politik tersebut, dengan tetap mendasarkan pada paradigma nilai-nilai
kerakyatan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
Susunan Keanggotaan MPR
Untuk
melakukan suatu perubahan terhadap susunan keanggotaan MPR, DPR dan DPRD ,
terlebih dahulu harus melakukan reformasi terhadap peraturan perundang-undangan
yang merupakan dasar acuan penyusunan keanggotaan MPR DPR. Susunan MPR yang
termuat dalam Undang-undang politik no.2/1985 dianggap tidak mencerminkan
nilai-nilai Pancasila bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat seperti yang
tertuang dalam semangat UUD 1945. maka dari itu rakyat bertekad melakukan
reformasi dengan mengubah sistem politik tersebut melalui sidang istimewa MPR
tahun 1998 yang kemudian dituangkan dalam UU Politik tahun 1999, adapun
perubahan yang telah dilakukan antara lain pasal 2 ayat 2 yang menyatakan bahwa
:
§ Jumlah anggota MPR sebanyak 700
orang
§ Jumlah anggota DPR hasil Pemilu
sebanyak 500 orang
§ Utusan Daerah sebanyak 135 orang,
yaitu 5 orang dari setiap Daerah Tingkat 1
§ Utusan Golongan sebanyak 65 orang
Kemudian
perubahan yang mendasar berikutnya pasal 2 ayat 3 yaitu utusan daerah dipilih
oleh DPR. Dan DPR dipilih berdasarkan hasil pemilu yang bersifat demokratis.
Susunan Keanggotaan DPR
Perubahan
keanggotaan DPR tertuang dalam UU no.4 pasal 11 adalah sebagai berikut :
a)
Pasal
4 ayat 2 menyatakan keanggotaan DPR terdiri atas,
§ anggota partai politik hasil pemilu
§ anggota ABRI yang diangkat
b) Pasal 11 ayat 3 menjelaskan,
§ anggota partai hasil pemilu sebanyak
462 orang\
§ anggota ABRI yang diangkat sebanyak
38 orang
namun berkaitan dengan keanggotaan ABRI di DPR masih ada sebagian masyarakat yang menolak, akhirnya berdasarkan sidang istimewa MPR tahun 1998 anggota ABRI dikurangi secara bertahap. hal ini berdasar pada pertimbangan dan hasil musyawarah masih perlu partisipasi ABRI dalam sistem demokrasi demi persatuan dan kesatuan bangsa.
namun berkaitan dengan keanggotaan ABRI di DPR masih ada sebagian masyarakat yang menolak, akhirnya berdasarkan sidang istimewa MPR tahun 1998 anggota ABRI dikurangi secara bertahap. hal ini berdasar pada pertimbangan dan hasil musyawarah masih perlu partisipasi ABRI dalam sistem demokrasi demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Susunan Keanggotaan DPRD Tingkat 1
Susunan
Keanggotaan DPRD Tingkat I yang tertuang dalam UU Politik no.4 tahun 1999,
sebagai berikut :
§ Pasal 18 ayat 1 bahwa pengisian
anggota DPRD Tingkat I dilakukan melalui Pemilu dan pengangkatan
§ Pasal 18 ayat 2 menyatakan bahwa
DPRD I terdiri atas anggota partai politik hasil pemilihan umum, dan anggota
ABRI yang diangkat
§ Pasal 18 ayat 3 menyatakan jumlah
anggota DPRD I ditetapkan sekurang-kurangnya 45 orang dan sebanyak-banyaknya
100 orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.
Susunan Keanggotaan DPRD II
Susunan
keanggotaan DPRD II yang tertuang dalam UU Politik No. 4 Tahun 1999 adalah :
§ Pasal 25 ayat 1, menyatakan
pengisian anggota DPRD II dilakukan berdasar pada hasil Pemilu dan pengangkatan
§ Pasal 25 ayat 2 menyatakan, DRPD II
terdiri atas anggota partai politik hasil Pemilu, dan anggota ABRI yang
diangkat
§ Pasal 25 ayat 3 menyatakan, jumlah
anggota DPRD II ditetapkan sekurang-kurangnya 20 orang dan sebanyak-banyaknya
45 orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat
Demikian
perubahan atas UU tentang susunan Anggota MPR, DPR, dan DPRD yang diharapkan
mencerminkan nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam sila keempat
Pancasila yang merupakan Paradigma demokrasi.
2) Reformasi Partai Politik
Dalam UU Politik no.3 tahun 1975, Jo UU No.3 tahun 1985
ditentukan bahwa partai politik dan golongan karya hanya meliputi 3 macam,
yaitu, Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi
Indonesia, ketentuan ini tidak mencerminkan nilai kerakyatan sebagaimana
terkandung dalam sila keempat Pancasila, dan tidak sesuai pula dengan semangat
UUD 1945 pasal 28, serta hakikat nilai Pancasila yang bermakna keaneka ragaman
akan tetapi tetap satu kesatuan. Dalam mengatur adanya partai politik tertuang
dalam UU no.2 tahun 1999 tentang partai politik yang lebih demokratis dan
memberikan kebebasan serta keleluasaan untuk menyalurkan aspirasinya. Adapun
ketentuanya adalh sebagai berikut:
§ Pancasila sebagai dasar negara dari
NKRI dalam anggaran dasar partai
§ Asas atau ciri, aspirasi dan program
partai politik tidak bertentangan dengan pancasila
§ Keanggotaan partai politik bersifat
terbuka untuk setiap warga negara Republik Indonesia yang telah mempunyai hak
pilih
§ Partai politik tidak boleh
menggunakan nama atau lambang yang sama dengan lambang negara asing, bendera
kesatuan RI sang merah putih, bendera negara asing gambar perorangan dan nama
serta lambang partai lain yang telah ada.
Atas
ketentuan UU tersebut maka semakin banyak partai-partai politik baru yang
hingga saat ini mencapai 114 partai politik, namun pada kenyataanya, yang
memenuhi syarat untuk mengikuti pemilu hanya 48 partai politik. Dan partai
itulah yang ikut dalam pemilu tahun 1999. dalam pelaksanaan pemilu juga
dilakukan adanya perubahan yang diatur dalam UU no. 3 tahun 1999 tentang
pemilu, yang berisi tentang kejujuran, keadilan, langsung, umum, bebas, dan
rahasia. Dan untuk penyelenggaraan pemilu dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum
(KPU) yang bebas dan mandiri, yang terdiri atas unsur-unsur partai politik
peserta pemilu dan unsur pemerintah yang bertanggung jawab terhadap Presiden.
Dengan adanya ketentuan UU tersebut sistemik pelaksanaan Pemilu tahun 1999 akan
bersifat demokratis, bahkan ditambah dengan adanya kebebasan untuk membentuk
pemantau Pemilu baik dari dalam maupun luar negeri.
3) Reformasi atas Kehidupan Politik
Untuk mencapai kehidupan politik yang benar-benar demokratis
maka harus dilakukan dengan cara Revitalisasi politik yaitu dengan
mengembalikan Pancasila pada kedudukan serta fungsi yang sebenarnya seperti
yang tertuang pada UUD 1945.
b. Perwujudan
Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pembangunan Kehidupan Politik
§ Sistem politik Negara harus
berdasarkan pada tuntutan hak dasar kemanusiaan. Oleh karenanya, sistem politik
yang berlaku dalam negara harus mampu mewujudkan sistem yang menjamin tegaknya
HAM.
§ Para penyelenggara negara beserta
elit politik harus senantiasa memegang budi pekerti kemanusiaan, serta memegang
teguh cita-cita moral rakyat Indonesia
§ Memposisikan rakyat Indonesia
sebagai subjek dalam kehidupan politik dan tidak hanya sekedar menjadikannya
sebagai objek politik penguasa semata
§ Mewujudkan tujuan Negara demi
meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia
§ Mencerdaskan rakyat dan memahami
politik, tidak hanya menjadikan rakyat sebagai sarana mencapai tujuan pribadi
ataupun golongan.
§ Amanah dalam menjalankan amanat
rakyat.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pancasila harus dimaknai sebagai
kesatuan yang bulat, hirarkhis dan sistematis. Dalam pengertian itu maka
Pancasila merupakan suatu sistem filsafat sehingga kelima silanya
memiliki esensi makna yang utuh. Dasar pemikiran filosofisnya yaitu Pancasila
sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mempunyai makna bahwa
dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan serta kenegaraan harus
berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan. Titik tolak pandangan tersebut adalah negara sebagai suatu
persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan manusia.
Politik merupakan upaya
atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang
beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaannegara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan
oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan
tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek
kehidupan lainnya.
B.
SARAN
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik
dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang. Makalah ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi penulis sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Syarbani, syahrial. 2011. Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi. Jakarta:Ghalia Indonesia.
Suseno,
Franz Magnis. 2001. Etika Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Widodo,
Joko. 2011. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Malang: Bayumedia
Publishing
Winarno.
2007. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan
Tinggi. Jakarta: Bumi Aksara
Post a Comment for "Pancasila dan kehidupan politik"