Pelayanan kegawatdarurat obstetri dan neonatul
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan
bermutu atau berkualitas sering dikaitkan dengan biaya. Rosemary E. Cross
mengatakan bahwa secara umum pemikiran tentang kualitas sering dihubungkan
dengan kelayakan, kemewahan, kecantikan, nilai uang, kebebasan dari rasa
sakitdan ketidaknyamanan, usia harapan hidup yang panjang, rasa hormat,
kebaikan. Pelayanan kesehatan adalah Setiap upaya yang di selenggarakan secara
sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat.
Untuk
menurunkan angka kematian ibu(AKI) perlu peningkatan standar dalam menjaga mutu
pelayanan kebidanan. Ujung tombak penurunan AKI tersebut adalah tenaga
kesehatan , dalam hal ini adalah bidan. Untuk itu pelayanan kebidanan harus
mengupayakan peningkatan mutu dan memberi pelayanan sesuai standar yang mengacu
pada semua persyaratan kualitas pelayanan dan peralatan kesehatan agar dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat. Fokus pembangunan kesehatan terhadap tingginya
AKI masih terus menjadi perhatian yang sangat besar dari pemerintah karena
salah satu indikator pembangunan sebuah bangsa AKI dan AKB. Maka dari itu
seorang bidan harus bisa melakukan standart pelayanan kebidanan agar dapat
meningkatkan mutu pelayanan dan menurunkan AKI dan AKB. Dalam makalah ini kami
akan membahas tentang standar pelayanan kegawatdaruratan obstetric dan
neonatal.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian standar pelayanan
kebidanan?
2.
Apa saja standar pelayanan kebidanan?
3.
Apa saja yang termasuk dalam standar
pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian standar
pelayanan kebidanan
2.
Untuk mengetahui apa saja standar
dalam pelayanan kebidanan
3.
Untuk mengetahui standar pelayanan kegawatdaruratan
obstetri dan neonatal
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Standar
a. Standar
menurut badan standariasi nasional adalah : dokumen berisi ketentuan, pedoman,
karakteristik kegiatan, atau hasilnya yang dirumuskan melalui konsensus oleh
pihak-pihak yang berkepentingan dan ditetapkan oleh badan yang berwenang
sebagai acuan dalam kegunaan yang bersifat umum dan atau berulang untuk
mencapai tingkat keteraturan optimum dalam konteks tertentu.
b. Menurut
Clinical Practice Guideline (1990) Standar adalah keadaan ideal atau tingkat
pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan
minimal.
c. Menurut
Donabedian (1980) Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai
diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah
ditetapkan.
d. Menurut
Rowland and Rowland (1983) Standar adalah spesifikasi dari fungsi atau tujuan
yang harus dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan kesehatan agar pemakai jasa
pelayanan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan.
Secara luas, pengertian standar
layanan kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yaitu
akan menyangkut masukan, proses dan keluaran (outcome) sistem layanan
kesehatan.Standar layanan kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk
menjabarkan mutu layanan kesehatan ke dalam terminologi operasional sehingga
semua orang yang terlibat dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu
sistem, baik pasien, penyedia layanan kesehatan, penunjang layanan kesehatan,
ataupun manajemen organisasi layanan kesehatan, dan akan bertanggung gugat
dalam menjalankan tugas dan perannya masing-masing.
Di kalangan profesi layanan
kesehatan sendiri, terdapat berbagai definisi tentang standar layanan
kesehatan. Kadang-kadang standar layanan kesehatan itu diartikan sebagai
petunjuk pelaksanaan, protokol, dan Standar Prosedur Operasional (SPO).
Petunjuk pelaksanaan adalah pernyataan dari para
pakar yang merupakan rekomendasi untuk dijadikan prosedur. Petunjuk pelaksanaan
digunakan sebagai referensi teknis yang luwes dan menjelaskan tentang apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukanoleh pemberi layanan kesehatan dalam suatu
sotiuasi klinis tertentu.
Protokol adalah
ketentuan rinci dari pelaksanaan suatu proses atau penatalaksaan suatu kondisi
klinis. Protokol lebih ketat dari petunjuk pelaksanaan. Standar Prosedur Operasional (SPO)adalah
pernyataan tentang harapan bagaimana petugas kesehatan melakukan suatu kegiatan
yang bersifat administratif.
B. Pengertian Standar Pelayanan
Kebidanan
Standar Pelayanan
Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang
mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan yaitu standar
pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem
pelayanan yang bertujuan untuk meningkatan kesehatan ibu dan anak dalam rangka
mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2001: 53). Standar
pelayanan kebidanan mempunyai beberapa manfaat sebagai berikut:
a.
Standar pelayanan berguna dalam
penerapan norma tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan
b.
Melindungi masyarakat
c.
Sebagai
pelaksanaan, pemeliharaan, dan penelitian kualitas pelayanan
d.
Untuk
menentukan kompetisi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek
sehari-hari.
e.
Sebagai dasar
untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan pendidikan
(Depkes RI, 2001:2)
C. Standar Pelayanan Kebidanan
Standar Pelayanan Kebidananan
terdiri dari 24 Standar, meliputi :
1.
Standar Pelayanan Umum (2 standar)
Standar 1 : Persiapan untuk Kehidupan Keluarga Sehat
Standar 2 : Pencatatan dan Pelaporan
2.
Standar Pelayanan Antenatal (6
standar)
Standar 3 : Identifikasi Ibu Hamil
Standar
4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Standar 5
: Palpasi dan Abdominal
Standar
6 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Standar
7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Standar
8 : Persiapan Persalinan
3.
Standar Pertolongan Persalinan (4
standar)
Standar
9 : Asuhan Persalinan Kala I
Standar 10
: Persalinan Kala II yang Aman
Standar 11
: Penatalaksanaan Aktif Persalinan Kala III
Standar 12
: Penanganan Kala II dengan Gawat Janin melalui Episiotomi.
4.
Standar Pelayanan Nifas (3 standar)
Standar 13
: Perawatan Bayi Baru Lahir
Standar 14
:Penanganan pada Dua Jam Pertama Setelah Persalinan
Standar 15
:Pelayanan bagi Ibu dan Bayi pada Masa Nifas
D. Standar Pelayanan Kegawatdaruratan
Obstetri dan Neonatal
1. Standar 16:
Penanganan Perdarahan dalam Kehamilan pada Trimester III
a.
Tujuan
Mengenali dan melakukan tindakan secara cepat dan tepat perdarahan dalam trimester
III kehamilan.Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada
kehamilan, serta melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
b.
Pernyataan Standar
Ibu yang mengalami perdarahan pada trimester III kehamilan segera mendapat
pertolongan yang cepat dan tepat.
c.
Hasil
1)
Kematian ibu atau janin akibat
perdarahan dalam kehamilan dan perdarahan antepartum berkurang.
2)
Meningkatnya pemanfaatan bidan untuk
konsultasi pada keadaan gawat darurat.
d.
Prasyarat
1)
Bidan memberikan perawatan antenatal
rutin pada ibu hamil.
2)
Ibu hamil mencari perawat kebidanan
jika komplikasi kehamilan terjadi.
3)
Bidan sudah terlatih dan terampil
untuk :
§ Mengetahui
penyebab, mengenai tanda – tanda dan penanganan perdarahan pada trimester III
kehamilan.
§ Pertolongan
pertama pada kegawatdarurat, termasuk pemberian cairan IV.
§ Mengeahui
tanda – tanda dan penangan syok.
4)
Tersedianya alat perlengkapan yang
penting misalnya sabun, air bersih yang mengalir, handuk bersih untuk
mengeringkan tangan, alat suntik steril sekali pakai, jarum IV steril 16 dan 18
G, Ringer Laktat atau NaCl 0,9 %, set infus , 3 pasang sarung tangan bersih.
5)
Penggunaan KMS Ibu Hamil / Kartu Ibu
, Buku KIA.
6)
Sistem rujukan yang efektif,
termasuk bank darah berjalan dengan baik untuk ibu yang mengalami perdarahan
selama kehamilan
2. Standar 17:
Penanganan Kegawatdaruratan pada Eklamsia
a.
Tujuan
Mengenali secara dini tanda – tanda dan gejala – gejala preeklamsia berat
dan memberikan perawatan yang tepat dan memadai. Mengambil tindakan yang tepat
dan segera dalam penanganan kegawadaruratan bila eklamsia terjadi.
b.
Pernyataan Standar
Bidan mengenali secara tepat dan dini tanda dan gejala preeklamsia ringan,
preeklamsia berat dan eklamsia. Bidan akan mengambil tindakan yang tepat,
memulai perawatan, merujuk ibu dan / atau melaksanakan penanganan
kegawatdaruratan yang tepat.
c.
Hasil
1)
Penurunan kejadian eklamsia.
2)
Ibu hamil yang mengalami preeklamsia
berat dan eklamsia mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
3)
Ibu dengan tanda – tanda preeklamsia
ringan akan mendapatkan perawatan yang tepat waktu dan memadai serta
pemantauan.
4)
Penurunan kesakitan dan kematian
akibat eklamsia.
d.
Prasyarat
1)
Kebijakan dan protokol nasional /
setempat yang mendukung bidan memberikan pengobatan awal untuk penatalaksanaan
kegawatdaruratan preeklamsia berat dan eklamsia.
2)
Bidan melakukan perawatan antenatal
rutin kepada ibu hamil termasuk pemantauan rutin tekanan darah.
3)
Bidan secara rutin memantau ibu
dalam proses persalinan dan selama periode postpartum terhadap tanda dan gejala
preeklamsia termasuk pengukuran tekanan darah.
4)
Bidan terlatih dan terampil untuk :
§
Mengenal tanda dan gejala
preeklamsia ringan, preeklamsia berat dan eklamsia.
§
Mendeteksi dan memberikan
pertolongan pertama pada preeklamsia ringan, preeklamsia berat dan eklamsia.
5)
Tersedia perlengkapan penting untuk
memantau tekanan darah dan memberikan cairan IV . Jika mungkin perlengkapan
untuk memantau protein dalam air seni.
6)
Tersedia obat anti hipertensi yang
dibutuhkan untuk kegawatdaruratan misalnya Magnesium Sulfat, Kalsium glukonas.
7)
Adanya sarana pencatatan : KMS Ibu
hamil / Kartu Ibu, Buku KIA dan Partograf.
3. Standar 18:
Penanganan Kegawatdaruratan pada Partus Lama / Macet
a.
Tujuan
Mengetahui dengan segara dan penanganan yang tepat keadaan darurat pada
partus lama/ macet.
b.
Pernyataan Standar
Bidan mengenali secara tepat dan dini tanda dan gejala preeklamsia ringan,
preeklamsia berat dan eklamsia. Bidan akan mengambil tindakan yang tepat,
memulai perawatan, merujuk ibu dan atau melaksanakan penanganan
kegawatdaruratan yang tepat.
c.
Hasil
1)
Mengenali secara dini gejala dan
tanda partus lama serta tindakan yang tepat.
2)
Penggunaan partograf secara tepat
dan seksama untuk semua ibu dalam proses persalinan.
3)
Penurunan kematian / kesakitan ibu /
bayi akibat partus lama.
4)
Ibu mendapat perawatan
kegawatdaruratan obstetri yang cepat dan tepat.
d.
Prasyarat
1)
Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai
mulas / ketuban pecah.
2)
Bidan sudah dilatih dengan tepat dan
trampil untuk :
§
Menggunakan patograf dan catatan
persalinan.
§
Melakukan periksa dengan secara
baik.
§
Mengenali hal – hal yang menyebabkan
partus lama / macet.
§
Mengidentifikasi presentasi
abdominal (selain verteks / presentasi belakang kepala) dan kehamilan.
§
Penatalaksanaan penting yang tepat
untuk partus lama dan partus macet.
3)
Tersedianya alat untuk pertolongan
persalinan DTT termasuk beberapa pasang sarung tangan dan kateter DT / steril.
4)
Tersedianya perlengkapan untuk
pertolongan persalinan yang bersih dan aman, seperti air bersih yang mengalir,
sabun dan handuk bersih, dua handuk / kain hangat yang bersih (satu untuk mengeringkan
bayi, yang lain untuk dipakai kemudian), pembalut wanita dan tempat untuk
plasenta.
5)
Tersedianya partograf dan
Kartu Ibu, Buku KIA, Patograf digunakan dengan tepat untuk setiap ibu dalam
proses persalinan.
4. Standar 19:
Persalinan dengan Menggunakan Vakum Ekstraktor
a.
Tujuan
Untuk mempercepat persalinan pada keadaan tertentu dengan menggunakan vakum
ekstraktor.
b.
Pernyataan Standar
Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum, melakukannya secara benar
dalam memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamanannya bagi ibu
dan janin / bayinya.
c.
Hasil
1)
Penurunan kesakitan / kematian ibu/
bayi akibat persalinan lama. Ibu mendapatkan penanganan darurat obstetri yang
cepat dan tepat.
2)
Extraksi vakum dapat dilakukan
dengan aman.
d.
Prasyarat
1)
Bidan berlatih dan terampil dalam
pertolongan persalinan dengan menggunakan ekstraksi vakum.
2)
Tersedianya alat untuk pertolongan
persalinan DTT termasuk beberapa sarung tangan DTT / steril.
3)
Tersedianya alat / perlengkapan yang
diperlukan, seperti sabun, air bersih, handuk bersih.
4)
Vakum ekstraktor dalam keadaan
bersih dan berfungsi dengan baik, mangkuk dan tabung yang akan masuk ke dalam
vagina harus steril.
5)
Peralatan resusitasi bayi baru lahir
harus tersedia dan dalam keadaan baik.
6)
Adanya sarana pencatatan, yaitu partograf
dan catatan persalinan / kartu ibu.
7)
Ibu, suami dan keluarga diberi tahu
tindakan yang akan dilakukan (Informed Consent atau persetujuan tindakan medik).
5. Standar 20:
Penanganan Kegawatdaruratan Retensio Plasenta
a.
Tujuan
Mengenali
dan melakukan tindakan yang tepat ketika terjadi retencio plasenta total /
parsial.
b.
Pernyataan Standar
Bidan mampu mengenali retensio plasenta dan memberikan pertolongan pertama,
termasuk plasenta manual dan penanganan perdarahan sesuai dengan kebutuhan.
c.
Hasil
1)
Penurunan kejadian perdarahan hebat
akibat retensio plasenta.
2)
Ibu dengan retensio plasenta
mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
3)
Penyelamatan ibu dengan retensio
plasenta meningkat.
d.
Prasyarat
1)
Bidan telah terlatih dan terlampil
dalam :
§
Fisiologi dan manajemen aktif kala
III
§
Pengendalian dan penangan
perdarahan, termasuk pemberian oksitoksika, cairan IV dan plasenta manual.
2)
Tersedianya pralatan dan
perlengkapan penting.
3)
Tersedia obat – obat antibiotik dan
oksitoksika.
4)
Adanya partograf dan catatan
persalianan atau kartu ibu.
5)
Ibu, suami dan keluarga diberitahu
tindakan yang akan dilakukan.
6)
Sistem rujukan yang efektif,
termasuk bank darah berjalan dengan baik, untuk ibu yang mengalami perdarahan
paska persalinan sekunder.
6. Standar 21:
Penanganan Perdarahan Post Partum Primer
a.
Tujuan
Mengenali dan mengambil tindakan pertolongan kegawatdaruratan yang tepat
pada ibu yang mengalami perdarahan post partum primer/atonia uteri.
b.
Pernyataan Standar
Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah
persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan pertolongan
pertama kegawatdaruratan untuk mengendalikan perdarahan.
c.
Hasil
1)
Penurunan kematian dan kesakitan ibu
akibat perdarahan post partum primer.
2)
Meningkatkan pemanfaatan pelayanan bidan.
3)
Rujukan secara dini untuk ibu yang
mengalami perdarahan post partum primer ke tempat rujukan yang memadai (rumah
sakit atau puskesmas).
d.
Prasyarat
1)
Bidan terlatih dan terampil dalam
menangani perdarahan post partun termaksud
2)
Tersedia peralatan / perlengkapan
penting yang diperlukan dalam kondisi DTT / steril.
3)
Tersedia obat antibiotika dan
oksitosika serta tempat penyimpanan yang memadai.
4)
Tersedia sarana pencatatan: Kartu
Ibu , partograf.
5)
Tersedia tansportasi untuk merujuk
ibu direncanakan.
6)
Sistem rujukan yang efektif untuk
perawatan kegawatdaruratan obstetri dan fasilitas bank darah berfungsi dengan
baik untuk merawat ibu yang mengalami perdarahan post partum.
7. Standar 22:
Penanganan Perdarahan Post Partum Sekunder
a.
Tujuan
Mengenali gejala dan tanda – tanda perdarahan postpartum sekunder serta
melakukan penanganan yang tepat untuk menyelamatkan jiwa ibu.
b.
Bidan mampu mengenali secara tepat
dan dini tanda serta gejala perdarahan postpartum sekunder, dan melakukan
pertolongan pertama untuk penyelamatan jiwa ibu, dan / atau merujuknya.
c.
Hasil
1)
Kematian dan kesakitan ibu akibat
perdarahan postpartum sekunder menurun.
2)
Ibu yang mempunyai risiko mengalami
perdarahan postpartum sekunder ditemukan dini dan segera ditangani secara
memadai.
d.
Prasyarat
1)
Bidan terlatih dan terampil dalam
memberikan perawatan nifas, termasuk pengenalan dan penanganan bila terjadi
perdarahan postpartum sekunder.
2)
Tersedia alat / perlengkapan penting
yang diperlukan seperti sabun bersih, air bersihyang mengalir, handuk bersih
untuk mengeringkan tangan alat suntik steril sekali pakai, set infus dengan
jarum berukuran 16 dan 18 G, beberapa pasang sarung tangan DTT / steril.
3)
Obat – obatan yang penting dan
tersedia : oksitoksika (oksitoksin, metergine), cairan IV ( Ringer Laktat ) dan
antibiotika. Tempat penyimpanan yang mrsedia.
4)
Adanya pencatatan pelayanan nifas /
Kartu ibu.
5)
Sistem rujukan efektif, termasuk
bank darah yang berfungsi dengan baik untuk ibu degan perdarahan postpartum.
8. Standar 23:
Penanganan Sepsis Puerpuralis
a.
Tujuan
Mengenali tanda – tanda sepsis puerpularis dan mengambil tindakan yang
tepat
b.
Pernyataan Standar
Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerpularis,
melakukan perawatan dengan segera dan merujuknya.
c.
Hasil
1)
Bidan dengan sepsis puerpuralis
mendapat penanganan yang memadai dan tepat waktu. Penurunan kematian dan
kesakitan akibat sepsis puerpuralis.
2)
Meningkatnya pemanfaatan bidan dalam
pelayanan nifas.
d.
Prasyarat
1)
Bidan berlatih dan terampil dalam
memberikan pelayanan nifas, termasuk penyebab, pencegahhan, pengenalan dan
penanganan dengan tepat sepsis puerpuralis.
2)
Tersedia peralatan / perlengkapan
penting : sabun, air bersih yang mengalir, handuk bersih untuk mengeringkan
tangan, alat suntik sekali pakai, set infus steril dengan jarum berukuran 16
dan 18 G, sarung tangan bersih DTT / steril.
3)
Tersedia obat – oabatan penting :
cairan infus ( Ringer Laktat ), dan antibiotika. Juga tersedianya tempat
penyimpanan untuk obat – obatan yang memadai.
4)
Adanya sarana pencatatan pelayanan
nifas / Kartu Ibu.
9. Standar 24:
Penanganan Asfiksia Neonatorum
a.
Tujuan
Mengenal dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum, mengambil
tindakan yang tepat dan melakukan pertolongan kegawatdaruratan bayi baru lahir
yang mengalami asfiksia neonatorum.
b.
Pernyataan Standar
Bidan mengenal dengan tepat bayi baru lahir dengan afiksia, serta melakukan
tindakan secepatnya, memulai resusitasi bayi baru lahir, mengusahakan bantuan
medis yang diperlukan merujuk bayi baru lahir dengan tepat, dan memberikan
perawatan lanjutan yang tepat.
c.
Hasil
1)
Penurunan kematian bayi akibat
asfiksia neonatorum. Penurunan kesakitan akibat asfiksia neonatorum.
2)
Meningkatnya pemanfaatan bidan.
d.
Prasyarat
1)
Bidan terlatih dan terampil untuk :
§
Memulai pernafasan pada bayi baru
lahir.
§
Menilai pernafasan yang cukup pada
bayi baru lahir dan mengidentifikasi bayi baru lahir yang memerlukan
resusitasi.
§
Menggunakan skor APGAR.
§
Melakukan resusitasi pada bayi baru
lahir.
2)
Tersedianya ruang hangat, bersih,
dan bebas asap untuk persalinan.
3)
Adanya perlengkapan dan peralatan
untuk perawatan yang bersih dan aman bagi bayi baru lahir, seperti air bersih,
sabun dan handuk bersih, sabun dan handuk bersih, dua handuk / kain hangat yang
bersih ( satu untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk menyelimuti bayi ),
sarung tangan bersih dan DTT, termometer bersih / DTT dan jam.
4)
Tersedia alat resusitasi dalam
keadaan baik termasuk ambubag bersih dalam keadaan berfungsi baik, masker DTT (
ukuran 0 - 1 ), bola karet penghisap atau penghisap DeLee steril / DTT.
5)
Kartu ibu, kartu bayi dan patograf.
6)
Sistem rujukan untuk perawatan
kegawatdaruratan bayi baru lahir yang efektif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Standar Penanganan Kegawatdaruratan
Obstetri-Neonatal (9 standar)
1.
Standar 16 : Penanganan
Perdarahan dalam Kehamilan pada Trimester III
2.
Standar 17 : Penanganan
Kegawatan dan Eklampsia
3.
Standar 18 : Penanganan
Kegawatan pada Partus Lama/Macet
4.
Standar 19 : Persalinan dengan
Penggunaan Vakum Ekstraktor
5.
Standar 20 : Penanganan
Retensio Plasenta
6.
Standar 21 : Penanganan
Perdarahan Post Partum Primer
7.
Standar 22 : Penanganan
Perdarahan Post Partum Sekunder
8.
Standar 23 : Penanganan Sepsis
Puerperalis
9.
Standar
24 : Penanganan Asfiksia Neonatorum
B. Saran
Semoga
makalah tentang standar pelayanan kegawatdaruratan obstetric dan nepnatal ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Sehingga dapat melengkapi pengetahuan pembaca
tentang standar pelayanan kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA
Marmi,S.ST, M.Kes. dan Margiyati, S.ST, (2013), Konsep Kebidanan,
Samodra Ilmu(Medica), Yogyakarta
Al- Assaf.
2009. Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta : EGC
Sondakh,
Jenny. 2013, Mutu Pelayanan Kesehatan dan Kebidanan. Jakarta :
Salemba Medika
Post a Comment for "Pelayanan kegawatdarurat obstetri dan neonatul"