Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perkembangan budaya Aceh di era globalisasi


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pada era globalisasi serta kecanggihan teknologi yang dikembangkan oleh negara-negara maju. Seolah membuat kita terlena dan terkagum-kagum hingga lupa akan asal-usul negara. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki pesona beribu-ribu pulau yang di mana terdapat beraneka ragam warisan budaya dan sejarah juga ada di dalamnya.  Dan mungkin membutuhkan waktu yang tidak singkat bila harus membahasnya satu persatu dari Sabang sampai Merauke. Untuk itu, dikarenakan Indonesia adalah negara yang memiliki warisan leluhur budaya antara lain dalam kesenian  tradisional dan  mungkin masih banyak warisan-warisan lainnya. Di sini saya mencoba untuk mengulas lebih dalam  tentang salah satu keistimewaan dari  beragam seni dan budaya yang ada di dalamnya yakni salah satu daerah di bagian paling barat Indonesia dan ada Pulau Sumatera yakni Nangroe Aceh Darussalam yang biasa kita kenal dengan nama Aceh.
Aceh adalah salah satu dan merupakan bagian keanekaragaman Indonesia , betapa tidak? Aceh memiliki warisan kebudayaan tradisional yang beraneka ragam dari setiap suku-suku yang menghuni. Salah satu budaya Aceh yang terus berkembang adalah tari saman. Tari Saman, merupakan salah satu tari tradisional yang berasal dari NAD atau yang biasa kita kenal Aceh. Warisan leluhur yang masih di jaga sampai saat ini, bahkan mampu berevolusi sesuai dengan perkembangan zaman saat ini. Namun, masih banyak budaya Aceh sendiri yang tidak sedikit orang yang belum mengetahuinya secara pasti, dikarenakan telah masuknya begitu banyak kecanggihan-kecanggihan teknologi yang begitu memanjakan mereka.


B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian globalisasi?
2.      Bagaimana penduduk Aceh?
3.      Bagaimana sejarah Aceh?
4.      Bagaimana perkembangan budaya Aceh di era globalisasi?
5.      Bagaimana tari saman di era globalisasi?

C.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui pengertian globalisasi
2.      Untuk mengetahui penduduk Aceh
3.      Untuk mengetahui sejarah Aceh
4.      Untuk mengetahui perkembangan budaya Aceh di era globalisasi
5.      Untuk mengetahui tari saman di era globalisasi





BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN GLOBALISASI
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
1.      Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
2.      Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
3.      Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
4.      Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
5.      Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
Munculnya era globalisasi tidak terlepas dari upaya manusia untuk melakukan pembaruan di berbagai bidang kehidupan guna meningkatkan kesejahteraan bersama. Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya globalisasi. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi faktor ekstern dan intern.
1.      Faktor Ekstern
Faktor Ekstern munculnya globalisasi berasal dari luar negeri dan perkembangan dunia. Faktor tersebut sebagai berikut.
·         Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknology (Iptek).
·         Penemuan sarana komunikasi yang semakin canggih.
·         Adnya kesepakatan internasional tentang pasar bebas.
·         Modersisasi atau pembaruan di berbagai bidang yang dilakukan negara-negara di dunia mempengaruhi negara lain untuk mengadupsi atau meniru hal yang sama.
·         Keberhasilan perjuangan prodemokrasi di beberapa negara di dunia sedikit banyak memberi inspiransi bagi munculnya tuntutan tranparansi dan globalisasi di sebuah negara.
·         Meningkatnya peran dan fungsi lembaga-lembaga internasional.
·         Perkembangan HAM.
2.      Faktor Intern
Faktor intern munculnya globalisasi berasal dalam negeri. Berikut faktor-faktor intern tersebut.
·         Ketergantungan sebuah negara terhadap negara-negara lain di dunia.
·         Kebebasan pers.
·         Berkembangnya transparansi dan demokrasi pemerintahan.
·         Munculnya berbagai lembaga politik dan lembaga awadaya masyarakat.
·         Berkembangnya cara berpikir dan semakin majunya pendidikan masyarakat

B.     PENDUDUK ACEH
Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya yang menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan. Di Provinsi Aceh terdapat empat suku utama yaitu: Suku Aceh, Suku Gayo, Suku Alas dan Tamiang  Suku Aceh merupakan kelompok mayoritas yang mendiami kawasan pesisir Aceh. Orang Aceh yang mendiami kawasan Aceh Barat dan Aceh Selatan terdapat sedikit perbedaan kultural yang nampak nya banyak dipengaruhi oleh gaya kebudayaan Minangkabau. Hal ini mungkin karena nenek moyang mereka yang pernah bertugas diwilayah itu ketika berada di bawah protektorat kerajaan Aceh tempo dulu dan mereka berasimilasi dengan penduduk disana.
Suku Gayo dan Alas merupakan suku minoritas yang mendiami dataran tinggi di kawasan Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Kedua suku ini juga bersifat patriakhat dan pemeluk agama Islam yang kuat. Setiap suku tersebut memiliki kekhasan tersendiri seperti bahasa, sastra, nyanyian, arian, musik dan adat istiadat. Kebudayaan Aceh sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Tarian, kerajinan, ragam hias, adat istiadat, dan lain-lain semuanya berakar pada nilai-nilai keislaman. Contoh ragam hias Aceh misalnya, banyak mengambil bentuk tumbuhan seperti batang, daun, dan bunga atau bentuk obyek alam seperti awan, bulan, bintang, ombak, dan lain sebagainya. Hal ini karena menurut ajaran Islam tidak dibenarkan menampilkan bentuk manusia atau binatang sebagai ragam hias. Aceh sangat lama terlibat perang dan memberikan dampak amat buruk bagi keberadaan kebudayaannya. Banyak bagian kebudayaan yang telah dilupakan dan benda-benda kerajinan yang bermutu tinggi jadi berkurang atau hilang.
Suku Aceh adalah nama sebuah suku yang mendiami ujung utara Sumatra. Mereka beragama Islam. Bahasa yang dipertuturkan oleh mereka adalah bahasa Aceh yang masih berkerabat dengan bahasa Mon Khmer (wilayah Champa). Bahasa Aceh merupakan bagian dari bahasa Melayu-Polynesia barat, cabang dari keluarga bahasa Austronesia. Suku Aceh memiliki sejarah panjang tentang kegemilangan sebuah kerajaan Islam hingga perjuangan atas penaklukan kolonial Hindia Belanda. Banyak dari budaya Aceh yang menyerap budaya Hindu India, dimana kosakata bahasa Aceh banyak yang berbahasa Sanskerta. Suku Aceh merupakan suku di Indonesia yang pertama memeluk agama Islam dan mendirikan kerajaan Islam. Masyarakat Aceh mayoritas bekerja sebagai petani, pekerja tambang, dan nelayan.

C.    SEJARAH ACEH
Penduduk Aceh merupakan keturunan berbagai suku, kaum, dan bangsa. Leluhur orang Aceh berasal dari Semenanjung Malaysia, Cham, Cochin, Kamboja. Di samping itu banyak pula keturunan bangsa asing di tanah Aceh, bangsa Arab dan India dikenal erat hubungannya pasca penyebaran agama Islam di tanah Aceh. Bangsa Arab yang datang ke Aceh banyak yang berasal dari provinsi Hadramaut (Negeri Yaman), dibuktikan dengan marga-marga mereka al-Aydrus, al-Habsyi, al-Attas, al-Kathiri, Badjubier, Sungkar, Bawazier dan lain lain, yang semuanya merupakan marga marga bangsa Arab asal Yaman. Mereka datang sebagai ulama dan berdagang. Saat ini banyak dari mereka yang sudah kawin campur dengan penduduk asli Aceh, dan menghilangkan nama marganya.
Sedangkan bangsa India kebanyakan dari Gujarat dan Tamil. Dapat dibuktikan dengan penampilan wajah bangsa Aceh, serta variasi makanan (kari), dan juga warisan kebudayaan Hindu Tua (nama-nama desa yang diambil dari bahasa Hindi, contoh: Indra Puri). Keturunan India dapat ditemukan tersebar di seluruh Aceh. Karena letak geografis yang berdekatan maka keturunan India cukup dominan di Aceh.
Pedagang pedagang Tiongkok juga pernah memiliki hubungan yang erat dengan bangsa Aceh, dibuktikan dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho, yang pernah singgah dan menghadiahi Aceh dengan sebuah lonceng besar, yang sekarang dikenal dengan nama Lonceng Cakra Donya, tersimpan di Banda Aceh. Semenjak saat itu hubungan dagang antara Aceh dan
Tiongkok cukup mesra, dan pelaut-pelaut Tiongkok pun menjadikan Aceh sebagai pelabuhan transit utama sebelum melanjutkan pelayarannya ke Eropa. Selain itu juga banyak keturunan bangsa Persia (Iran/Afghan) dan Turki, mereka pernah datang atas undangan Kerajaan Aceh untuk menjadi ulama, pedagang senjata, pelatih prajurit dan serdadu perang kerajaan Aceh, dan saat ini keturunan keturunan mereka kebanyakan tersebar di wilayah Aceh Besar. Hingga saat ini bangsa Aceh sangat menyukai nama-nama warisan Persia dan Turki. Bahkan sebutan Banda, dalam nama kota Banda Aceh pun adalah warisan bangsa Persia (Bandar arti: pelabuhan).
Di samping itu ada pula keturunan bangsa Portugis, di wilayah Kuala Daya, Lam No (pesisir barat Aceh). Mereka adalah keturunan dari pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan nakhoda Kapten Pinto, yang berlayar hendak menuju Malaka (Malaysia), dan sempat singgah dan berdagang di wilayah Lam No, dan sebagian besar di antara mereka tetap tinggal dan menetap di Lam No. Sejarah mencatat peristiwa ini terjadi antara tahun 1492-1511, pada saat itu Lam No di bawah kekuasaan kerajaan kecil Lam No, pimpinan Raja Meureuhom Daya. Hingga saat ini masih dapat dilihat keturunan mereka yang masih memiliki profil wajah Eropa yang masih kental.

D.    PERKEMBANGAN BUDAYA ACEH DI ERA GLOBALISAI
Kebudayaan Aceh dari zaman dahulu sangat erat kaitannya dengan adat dan kebudayaan Islam. Seperti kita ketahui pada zaman kerajaan Aceh dulu dimana terdapat banyak upacara-upacara agama di kerajaan, seperti:
a.      Perayaan hari raya puasa; Pemerian arak-arakan raja dari istana sampai dari istana sampai masjid Bait ur-Rahman. Pedang raja diarak di hadapan sultan, begitu pula pingan sirih (puan) dan kantong sirih. Setelah bersembahyang di belakang tirai (kelambu) di tempat yang dinamakan rajapaksi, sultan pulang naik gajah upacara
b.      Adat majelis hadirat Syah Alam berangkat sembahyang hari raya haji ke masjid Bait ur-Rahman; arak-arakan sultan pergi ke mesjid untuk bersembahyang pada hari ke-10 bulan Zulhijjah.
c.       Majelis Syah Alam berangkat sembahyang ke masjid jum’at, iring-iringan pada saat sultan pergi ke masjid setiap hari jum’at.

Budaya Aceh Indonesia yang menjadi salah satu wilayah propinsi di Indonesia ini memiliki aneka ragam seni budaya yang menarik seperti tarian, kerajinan serta perayaan. Propinsi daerah Aceh memiliki beberapa kebudayaan daerah yang sudah terkenal di indonesia dan sudah menjadi ciri khas dari kebudayaan daerah Aceh. Seni tarian saman dan rapai geleng adalah contohnya. Seni tarian saman dan rapai geleng tersebut sangat terkenal dan jadi kekayaan kebudayaan indonesia yang patut di lestarikan sehingga tidak di lupakan oleh generasi muda mendatang. Yang sangat unik adalah karena ada gerakan yang sangat unik dan sudah menjadi ciri khas dari tarian saman dan rapai geleng. Beberapa tari tradisional Aceh lainnya yang berasal dari propinsi Adaerah Istimewa Aceh adalah tari Seudati dan tari Tambo. Ada salah satu yang menjadi ciri yang sangat menarik dari tarian tradisional yang berasal dari Aceh yaitu dilakukan secara berkelompok.
Dalam hal makanan khas Aceh mempunyai aneka jenis makanan antara lain gulai itik, kari kambing yang lezat, meuseukat yang langka. Emping melinjo yang berasal dari kabupaten Pidie juga terkenal gurih, lalu ada dodol Sabang yang dibuat dengan aneka rasa, ketan durian (boh drien ngon bu leukat), serta bolu manis asal Peukan Bada, Aceh Besar juga bisa jadi andalan bagi Aceh.
Adat Aceh sebagai aspek budaya, tidak identik dalam pemahaman “budaya “ pada umumnya, karena segmen-segmen integritas bangunan adat juga bersumber dari nilai-nilai agama (syariat) yang menjiwai kreasi budayanya. Adat ngon agama lagei zat ngon sifeut. Roh Islami ini telah menjiwai dan menghidupkan budaya Aceh, sehingga melahirkan nilai-nilai filosofis, yang akhirnya menjadi patron landasan Budaya Ideal, dalam bentuk Narit Maja :
“Adat Bak Poe Teumeureuhom, Hukom Bak Syiah Kuala”
“Qanun Bak Putroe Phang, Reusan Bak Lakseumana”

Pou Teumeureuhom; Simbol pemegang kekuasaan. Syiah Kuala; Simbol hukum syariat/agama dari ulama. Qanun; Perundang-undangan yang benilai agama dan adat dari badan legeslasi yang terus berkembang. Reusam; Tatanan protokuler/seremonial adat istiadat dari ahli-ahli adat yang terus berjalan. Pengembangan nilai-nilai tatanan ini, mengacu kepada sumber asas, yaitu Agama (hukum) ngon Adat, lagei zat ngon Sifeut. Mengacu kepada asas narit maja ini maka budaya adat mengandung dua sumber nilai, yaitu :
·         Pertama: nilai adat istiadat, yaitu format seremonial, prilaku ritualitasi, keindahan, seni apresiasi dalam berbagai format upacara dan kreasi
·         Kedua: nilai normatif/ prilaku tatanan ( hukum adat ), yaitu format materi aturan dan bentuk sanksi-sanksi terhadap pelanggar-pelanggara.
Analisis membuktikan, karena istiqamah dan komit dengan nilai-nilai filosofis narit maja ini, maka implimentasi budaya Aceh, telah melambungkan harkat dan martabat Aceh, diperhitungkan oleh dunia internasional (fakta sejarah), dimana titik sentral pengembangannya adalah Meunasah dan Mesjid (simbol sumber nilai). Sebaliknya marjinalisasi acuan filosofi ini, sejarah telah mengantar Aceh dalam era kekinian.
Mengacu kepada budaya adat Aceh yang sarat dengan nilai-nilai Islami, maka pada dasarnya, dalam pengembangan budaya adat berpegang kepada beberapa asas, antara lain:
a.       Setia kepada aqidah Islami (hablum minallah)
b.      Bersifat universal (tidak ada gap antar agama, antar bangsa dan antar suku)
c.       Persatuan dan kesatuan (hablum minan nas)
d.      Rambateirata (kegotong royongan, tolong menolong)
e.       Panut kepada imam (pemimpin)
f.       Cerdas dengan ilmu membaca dan menulis (iqradan kalam/menulis )

Pertumbuhan budaya adat Aceh, andainya menjadi bagian kesetiaan dalam konteks harkat dan martabat identitas keacehan, menghadapi tantangan sebaran budaya global, maka wujud budaya idealis, akan mudah adaptatis, akselirasasi dan berakumulasi secara kompetitif dan terprogram.
Nilai itu merupakan conception of desirable. Pada nilai ada beberapa tingkatan, yaitu nilai primer dan nilai sekunder. Nilai primer merupakan pegangan hidup bagi suatu masyarakat (abstrak), misalnya: kejujuran, keadilan, keluhuran budi dan lain-lain, sedangkan nilai skunder adalah nilai-nilai yang berhubungan dengan kegunaan, misalnya dasar-dasar menerima keluarga berencana atau untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Nilai skunder muncul sesudah penyaringan nilai primer. Kemajuan yang dicapai oleh Jepang, disebabkan karena orang Jepang mempertahankan nilai-nilai primernya, tetapi mengubah nilai-nilai skundernya.

E.     TARI SAMAN DI ERA GLOBALISASI
Tari Saman merupakan salah satu dari beraneka ragam tarian yang berasal dari pelosok Indonesia, karena Tari Saman ini sendiri bisa di kategorikan kedalam seni tari  yang sangat menarik perhatian dan merupakan bagian dari warisan adat seni tradisional yang sangat unik. Hal ini bisa dikatakan karena Tari Saman sendiri adalah tari dimana para penari begitu kompaknya bergerak sama antara satu dengan yang lain dan berimbang dengan tanpa iringan musik yang seperti biasa dilakukan oleh tarian lain sehingga bisa terlihat dalam satu tubuh saja atau  bahkan banyak yang bilang tari saman ini adalah tari seribu tangan. Meskipun sebenarnya dimainkan oleh banyak orang yang seakan berkaitan satu sama lainnya secara beraturan.
Tari ini terus berkembang sesuai kebutuhannya. Sampai sekarang tari ini lebih sering di tampilkan dalam perayaan-perayaan keagamaan dan kenegaraan. Tarian ini pada awalnya kurang mendapat perhatian karena keterbatasan komunikasi dan informasi dari dunia luar. Tari ini mulai mengguncang panggung saat penampilannya pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) II dan peresmian pembukaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Gemuruh Saman di TMII menggemparkan tidak hanya nusantara namun sampai ke manca negara. Dan saat ini tepatnya pada tanggal 24 November 2011, Tari Saman telah ditetapkan sebagai Daftar Representatif Budaya Tak benda Warisan Manusia oleh UNESCO pada Sidang ke-6 Komite Antar-Pemerintah untuk Pelindungan Warisan Budaya Tak benda. Pertunjukkan tari Saman tidak hanya populer di negeri kita sendiri, namun juga populer di mancanegara seperti di Australia dan Eropa. Dan baru-baru ini tari saman di pertunjukkan di Australia untuk memperingati bencana besar tsunami pada 26 Desember 2006 silam.
Perkembangan teknologi dalam era pembangunan negara dalam era globalisasi negra dan bangsa ini tidak terlepas dari dampak negatif yang akan ditimbulkan. Oleh karena itu jika kita tidak menyadari sejak dini, bahwasanya ada banyak warisan budaya yang harus dijaga kelestariannya khusunya seni tari tradisional yang telah memberikan maknanya tersendiri, maka besar kemungkinan dapat menjerumuskan kita sendiri kepada kepunahan bahkan kehilangan atau diklaim oleh negara-negara lain terutama.
Tari saman merupakan salah satu cara dalam menyampaikan suatu gagasan yang mengandung nilai-nilai pendidikan secara utuh atau keseluruhan , baik dalam hal pendidikan moral ataupun dalam bidang keagamaan. Hal ini akan menimbulkan dampak positif tyersendiri bagi provinsi Nangroe Aceh Darussalam khususnya dan Indonesia pada uumnya dalam perannya di kehidupan sosial budaya terutama dalam kehidupan kesenian, bahasa daerah dan adat istiadat daerah Aceh. Dan untuk dalam bidang moral dan agamanya dapat dilihat dari Tari Saman lewat syair lagu yang dilantunkan dimana selalu menanamkan sifat-sifat baik yang terkandug didalamnya, baik itu menurut moral atau agamanya sekalipun.
Sehingga melalui tari saman, diharapkan Indonesia mampu menunjukkan dan mempromosikan daerah-daerah yang berpotensi guna menarik para wisatawan asing datang mengunjungi Indonesia, bahkan warisan leluhur budaya Indonesia ini mampu memperlihatkan kepada dunia bahwa kesenian tradisional merupakan kemajuan signifikan untuk bersaing pada era modern.


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Budaya Aceh Indonesia yang menjadi salah satu wilayah propinsi di Indonesia ini memiliki aneka ragam seni budaya yang menarik seperti tarian, kerajinan serta perayaan. Propinsi daerah Aceh memiliki beberapa kebudayaan daerah yang sudah terkenal di indonesia dan sudah menjadi ciri khas dari kebudayaan daerah Aceh. Seni tarian saman dan rapai geleng adalah contohnya. Seni tarian saman dan rapai geleng tersebut sangat terkenal dan jadi kekayaan kebudayaan indonesia yang patut di lestarikan sehingga tidak di lupakan oleh generasi muda mendatang.
Perkembangan teknologi dalam era pembangunan negara dalam era globalisasi negra dan bangsa ini tidak terlepas dari dampak negatif yang akan ditimbulkan. Oleh karena itu jika kita tidak menyadari sejak dini, bahwasanya ada banyak warisan budaya yang harus dijaga kelestariannya khusunya seni tari tradisional yang telah memberikan maknanya tersendiri, maka besar kemungkinan dapat menjerumuskan kita sendiri kepada kepunahan bahkan kehilangan atau diklaim oleh negara-negara lain terutama.
Tari saman merupakan salah satu cara dalam menyampaikan suatu gagasan yang mengandung nilai-nilai pendidikan secara utuh atau keseluruhan , baik dalam hal pendidikan moral ataupun dalam bidang keagamaan. Hal ini akan menimbulkan dampak positif tyersendiri bagi provinsi Nangroe Aceh Darussalam khususnya dan Indonesia pada uumnya dalam perannya di kehidupan sosial budaya terutama dalam kehidupan kesenian, bahasa daerah dan adat istiadat daerah Aceh. Dan untuk dalam bidang moral dan agamanya dapat dilihat dari Tari Saman lewat syair lagu yang dilantunkan dimana selalu menanamkan sifat-sifat baik yang terkandug didalamnya, baik itu menurut moral atau agamanya sekalipun. Sehingga melalui tari saman, diharapkan Indonesia mampu menunjukkan dan mempromosikan daerah-daerah yang berpotensi guna menarik para wisatawan asing datang mengunjungi Indonesia, bahkan warisan leluhur budaya Indonesia ini mampu memperlihatkan kepada dunia bahwa kesenian tradisional merupakan kemajuan signifikan untuk bersaing pada era modern.

B.     SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:Djambatan
M.Syamsuddin, dkk, Hukum Adat dan Modernisasi Hukum, Fak.Hukum UII, Yogyakarta, 1998.


Post a Comment for "Perkembangan budaya Aceh di era globalisasi"