Perkembangan budaya Aceh di era globalisasi
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pada era globalisasi serta
kecanggihan teknologi yang dikembangkan oleh negara-negara maju. Seolah membuat
kita terlena dan terkagum-kagum hingga lupa akan asal-usul negara. Indonesia
adalah negara kepulauan yang memiliki pesona beribu-ribu pulau yang di mana
terdapat beraneka ragam warisan budaya dan sejarah juga ada di dalamnya.
Dan mungkin membutuhkan waktu yang tidak singkat bila harus membahasnya satu
persatu dari Sabang sampai Merauke. Untuk itu, dikarenakan Indonesia adalah
negara yang memiliki warisan leluhur budaya antara lain dalam kesenian
tradisional dan mungkin masih banyak warisan-warisan lainnya. Di sini
saya mencoba untuk mengulas lebih dalam tentang salah satu keistimewaan
dari beragam seni dan budaya yang ada di dalamnya yakni salah satu daerah
di bagian paling barat Indonesia dan ada Pulau Sumatera yakni Nangroe Aceh
Darussalam yang biasa kita kenal dengan nama Aceh.
Aceh adalah salah satu dan merupakan
bagian keanekaragaman Indonesia , betapa tidak? Aceh memiliki warisan
kebudayaan tradisional yang beraneka ragam dari setiap suku-suku yang menghuni.
Salah satu budaya Aceh yang terus berkembang adalah tari saman. Tari Saman,
merupakan salah satu tari tradisional yang berasal dari NAD atau yang biasa kita
kenal Aceh. Warisan leluhur yang masih di jaga sampai saat ini, bahkan mampu
berevolusi sesuai dengan perkembangan zaman saat ini. Namun, masih banyak
budaya Aceh sendiri yang tidak sedikit orang yang belum mengetahuinya secara
pasti, dikarenakan telah masuknya begitu banyak kecanggihan-kecanggihan
teknologi yang begitu memanjakan mereka.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah
pengertian globalisasi?
2. Bagaimana
penduduk Aceh?
3. Bagaimana
sejarah Aceh?
4. Bagaimana
perkembangan budaya Aceh di era globalisasi?
5. Bagaimana
tari saman di era globalisasi?
C. TUJUAN
1. Untuk
mengetahui pengertian globalisasi
2. Untuk
mengetahui penduduk Aceh
3. Untuk
mengetahui sejarah Aceh
4. Untuk
mengetahui perkembangan budaya Aceh di era globalisasi
5. Untuk
mengetahui tari saman di era globalisasi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
GLOBALISASI
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki
hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan
antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan,
budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas
suatu negara menjadi semakin sempit. Scholte melihat bahwa ada beberapa
definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
1. Internasionalisasi:
Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal
ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun
menjadi semakin tergantung satu sama lain.
2. Liberalisasi:
Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara,
misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
3. Universalisasi:
Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun
imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi
pengalaman seluruh dunia.
4. Westernisasi:
Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin
menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
5. Hubungan
transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat
definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih
mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global
memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
Munculnya era globalisasi tidak terlepas dari upaya
manusia untuk melakukan pembaruan di berbagai bidang kehidupan guna
meningkatkan kesejahteraan bersama. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
munculnya globalisasi. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi faktor
ekstern dan intern.
1. Faktor
Ekstern
Faktor
Ekstern munculnya globalisasi berasal dari luar negeri dan perkembangan dunia.
Faktor tersebut sebagai berikut.
·
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknology (Iptek).
·
Penemuan sarana komunikasi yang semakin
canggih.
·
Adnya kesepakatan internasional tentang
pasar bebas.
·
Modersisasi atau pembaruan di berbagai
bidang yang dilakukan negara-negara di dunia mempengaruhi negara lain untuk
mengadupsi atau meniru hal yang sama.
·
Keberhasilan perjuangan prodemokrasi di
beberapa negara di dunia sedikit banyak memberi inspiransi bagi munculnya
tuntutan tranparansi dan globalisasi di sebuah negara.
·
Meningkatnya peran dan fungsi
lembaga-lembaga internasional.
·
Perkembangan HAM.
2. Faktor
Intern
Faktor intern
munculnya globalisasi berasal dalam negeri. Berikut faktor-faktor intern
tersebut.
·
Ketergantungan sebuah negara terhadap
negara-negara lain di dunia.
·
Kebebasan pers.
·
Berkembangnya transparansi dan demokrasi
pemerintahan.
·
Munculnya berbagai lembaga politik dan lembaga
awadaya masyarakat.
·
Berkembangnya cara berpikir dan semakin majunya
pendidikan masyarakat
B. PENDUDUK
ACEH
Aceh
merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya yang
menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan. Di Provinsi Aceh
terdapat empat suku utama yaitu: Suku Aceh, Suku Gayo, Suku Alas dan
Tamiang Suku Aceh merupakan kelompok
mayoritas yang mendiami kawasan pesisir Aceh. Orang Aceh yang mendiami kawasan
Aceh Barat dan Aceh Selatan terdapat sedikit perbedaan kultural yang nampak nya
banyak dipengaruhi oleh gaya kebudayaan Minangkabau. Hal ini mungkin karena
nenek moyang mereka yang pernah bertugas diwilayah itu ketika berada di bawah
protektorat kerajaan Aceh tempo dulu dan mereka berasimilasi dengan penduduk
disana.
Suku
Gayo dan Alas merupakan suku minoritas yang mendiami dataran tinggi di kawasan
Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Kedua suku ini juga bersifat patriakhat dan
pemeluk agama Islam yang kuat. Setiap suku tersebut memiliki kekhasan
tersendiri seperti bahasa, sastra, nyanyian, arian, musik dan adat istiadat.
Kebudayaan Aceh sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Tarian, kerajinan,
ragam hias, adat istiadat, dan lain-lain semuanya berakar pada nilai-nilai
keislaman. Contoh ragam hias Aceh misalnya, banyak mengambil bentuk tumbuhan
seperti batang, daun, dan bunga atau bentuk obyek alam seperti awan, bulan,
bintang, ombak, dan lain sebagainya. Hal ini karena menurut ajaran Islam tidak
dibenarkan menampilkan bentuk manusia atau binatang sebagai ragam hias. Aceh
sangat lama terlibat perang dan memberikan dampak amat buruk bagi keberadaan
kebudayaannya. Banyak bagian kebudayaan yang telah dilupakan dan benda-benda
kerajinan yang bermutu tinggi jadi berkurang atau hilang.
Suku Aceh adalah nama sebuah suku yang
mendiami ujung utara Sumatra. Mereka beragama Islam. Bahasa yang dipertuturkan oleh
mereka adalah bahasa Aceh yang masih berkerabat dengan bahasa
Mon Khmer (wilayah Champa). Bahasa Aceh merupakan bagian dari bahasa
Melayu-Polynesia barat, cabang dari keluarga bahasa Austronesia. Suku Aceh
memiliki sejarah panjang tentang kegemilangan sebuah kerajaan Islam hingga
perjuangan atas penaklukan kolonial Hindia Belanda. Banyak dari budaya Aceh yang menyerap budaya Hindu India,
dimana kosakata bahasa Aceh banyak yang berbahasa Sanskerta. Suku Aceh merupakan suku di Indonesia yang pertama memeluk
agama Islam dan mendirikan kerajaan Islam. Masyarakat Aceh mayoritas bekerja
sebagai petani, pekerja tambang, dan nelayan.
C. SEJARAH ACEH
Penduduk
Aceh merupakan keturunan berbagai suku, kaum, dan bangsa. Leluhur orang Aceh
berasal dari Semenanjung Malaysia, Cham, Cochin, Kamboja. Di samping itu banyak pula keturunan bangsa asing di tanah
Aceh, bangsa Arab dan India dikenal erat hubungannya pasca
penyebaran agama Islam di tanah Aceh. Bangsa Arab yang datang ke Aceh
banyak yang berasal dari provinsi Hadramaut (Negeri Yaman), dibuktikan dengan marga-marga mereka al-Aydrus,
al-Habsyi, al-Attas, al-Kathiri, Badjubier, Sungkar, Bawazier dan lain lain,
yang semuanya merupakan marga marga bangsa Arab asal Yaman. Mereka
datang sebagai ulama dan berdagang. Saat ini banyak dari mereka yang sudah kawin
campur dengan penduduk asli Aceh, dan menghilangkan nama marganya.
Sedangkan
bangsa India kebanyakan dari Gujarat dan Tamil. Dapat dibuktikan dengan penampilan wajah bangsa Aceh,
serta variasi makanan (kari), dan juga warisan kebudayaan Hindu Tua (nama-nama
desa yang diambil dari bahasa Hindi, contoh: Indra Puri). Keturunan India dapat ditemukan tersebar di seluruh Aceh.
Karena letak geografis yang berdekatan maka keturunan India cukup dominan di
Aceh.
Pedagang
pedagang Tiongkok juga pernah memiliki hubungan yang erat dengan bangsa Aceh,
dibuktikan dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho, yang pernah singgah dan menghadiahi Aceh dengan sebuah lonceng
besar, yang sekarang dikenal dengan nama Lonceng Cakra Donya, tersimpan di Banda Aceh. Semenjak saat itu hubungan dagang antara Aceh dan
Tiongkok cukup mesra, dan pelaut-pelaut
Tiongkok pun menjadikan Aceh sebagai pelabuhan transit utama sebelum melanjutkan
pelayarannya ke Eropa. Selain itu juga banyak keturunan bangsa Persia (Iran/Afghan) dan Turki, mereka pernah datang atas undangan
Kerajaan Aceh untuk menjadi ulama, pedagang senjata, pelatih prajurit dan serdadu perang kerajaan Aceh,
dan saat ini keturunan keturunan mereka kebanyakan tersebar di wilayah Aceh Besar. Hingga saat ini bangsa Aceh sangat menyukai nama-nama
warisan Persia dan Turki. Bahkan sebutan Banda, dalam nama kota Banda
Aceh pun adalah warisan bangsa Persia (Bandar arti:
pelabuhan).
Di samping
itu ada pula keturunan bangsa Portugis, di wilayah Kuala Daya, Lam No (pesisir barat Aceh). Mereka
adalah keturunan dari pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan nakhoda Kapten Pinto,
yang berlayar hendak menuju Malaka (Malaysia), dan sempat singgah dan berdagang di wilayah Lam No, dan
sebagian besar di antara mereka tetap tinggal dan menetap di Lam No. Sejarah
mencatat peristiwa ini terjadi antara tahun 1492-1511, pada saat itu Lam No di
bawah kekuasaan kerajaan kecil Lam No, pimpinan Raja Meureuhom Daya. Hingga
saat ini masih dapat dilihat keturunan mereka yang masih memiliki profil wajah
Eropa yang masih kental.
D.
PERKEMBANGAN
BUDAYA ACEH DI ERA GLOBALISAI
Kebudayaan
Aceh dari zaman dahulu sangat erat kaitannya dengan adat dan kebudayaan Islam.
Seperti kita ketahui pada zaman kerajaan Aceh dulu dimana terdapat banyak
upacara-upacara agama di kerajaan, seperti:
a.
Perayaan hari raya puasa; Pemerian arak-arakan raja
dari istana sampai dari istana sampai masjid Bait ur-Rahman. Pedang raja diarak
di hadapan sultan, begitu pula pingan sirih (puan) dan kantong sirih. Setelah
bersembahyang di belakang tirai (kelambu) di tempat yang dinamakan rajapaksi,
sultan pulang naik gajah upacara
b.
Adat majelis hadirat Syah Alam berangkat sembahyang
hari raya haji ke masjid Bait ur-Rahman; arak-arakan sultan pergi ke mesjid
untuk bersembahyang pada hari ke-10 bulan Zulhijjah.
c.
Majelis Syah Alam berangkat sembahyang ke masjid
jum’at, iring-iringan pada saat sultan pergi ke masjid setiap hari jum’at.
Budaya
Aceh Indonesia yang menjadi salah satu wilayah propinsi di Indonesia ini
memiliki aneka ragam seni budaya yang menarik seperti tarian, kerajinan serta
perayaan. Propinsi daerah Aceh memiliki beberapa kebudayaan daerah yang sudah
terkenal di indonesia dan sudah menjadi ciri khas dari kebudayaan daerah Aceh.
Seni tarian saman dan rapai geleng adalah contohnya. Seni tarian saman dan
rapai geleng tersebut sangat terkenal dan jadi kekayaan kebudayaan indonesia
yang patut di lestarikan sehingga tidak di lupakan oleh generasi muda
mendatang. Yang sangat unik adalah karena ada gerakan yang sangat unik dan
sudah menjadi ciri khas dari tarian saman dan rapai geleng. Beberapa tari
tradisional Aceh lainnya yang berasal dari propinsi Adaerah Istimewa Aceh
adalah tari Seudati dan tari Tambo. Ada salah satu yang menjadi ciri yang
sangat menarik dari tarian tradisional yang berasal dari Aceh yaitu dilakukan
secara berkelompok.
Dalam
hal makanan khas Aceh mempunyai aneka jenis makanan antara lain gulai itik,
kari kambing yang lezat, meuseukat yang langka. Emping melinjo yang berasal
dari kabupaten Pidie juga terkenal gurih, lalu ada dodol Sabang yang dibuat
dengan aneka rasa, ketan durian (boh drien ngon bu leukat), serta bolu manis
asal Peukan Bada, Aceh Besar juga bisa jadi andalan bagi Aceh.
Adat
Aceh sebagai aspek budaya, tidak identik dalam pemahaman “budaya “ pada
umumnya, karena segmen-segmen integritas bangunan adat juga bersumber dari
nilai-nilai agama (syariat) yang menjiwai kreasi budayanya. Adat ngon agama
lagei zat ngon sifeut. Roh Islami ini telah menjiwai dan menghidupkan budaya
Aceh, sehingga melahirkan nilai-nilai filosofis, yang akhirnya menjadi patron
landasan Budaya Ideal, dalam bentuk Narit Maja :
“Adat Bak Poe
Teumeureuhom, Hukom Bak Syiah Kuala”
“Qanun Bak Putroe
Phang, Reusan Bak Lakseumana”
Pou
Teumeureuhom; Simbol pemegang kekuasaan. Syiah Kuala; Simbol hukum syariat/agama
dari ulama. Qanun; Perundang-undangan yang benilai agama dan adat dari
badan legeslasi yang terus berkembang. Reusam; Tatanan protokuler/seremonial
adat istiadat dari ahli-ahli adat yang terus berjalan. Pengembangan nilai-nilai
tatanan ini, mengacu kepada sumber asas, yaitu Agama (hukum) ngon Adat, lagei
zat ngon Sifeut. Mengacu kepada asas narit maja ini maka budaya adat mengandung
dua sumber nilai, yaitu :
·
Pertama: nilai adat istiadat, yaitu format
seremonial, prilaku ritualitasi, keindahan, seni apresiasi dalam berbagai
format upacara dan kreasi
·
Kedua: nilai normatif/ prilaku tatanan ( hukum
adat ), yaitu format materi aturan dan bentuk sanksi-sanksi terhadap pelanggar-pelanggara.
Analisis
membuktikan, karena istiqamah dan komit dengan nilai-nilai filosofis narit maja
ini, maka implimentasi budaya Aceh, telah melambungkan harkat dan martabat
Aceh, diperhitungkan oleh dunia internasional (fakta sejarah), dimana titik sentral
pengembangannya adalah Meunasah dan Mesjid (simbol sumber nilai). Sebaliknya
marjinalisasi acuan filosofi ini, sejarah telah mengantar Aceh dalam era
kekinian.
Mengacu
kepada budaya adat Aceh yang sarat dengan nilai-nilai Islami, maka pada
dasarnya, dalam pengembangan budaya adat berpegang kepada beberapa asas, antara
lain:
a. Setia
kepada aqidah Islami (hablum minallah)
b. Bersifat
universal (tidak ada gap antar agama, antar bangsa dan antar suku)
c. Persatuan
dan kesatuan (hablum minan nas)
d. Rambateirata
(kegotong royongan, tolong menolong)
e. Panut
kepada imam (pemimpin)
f. Cerdas
dengan ilmu membaca dan menulis (iqradan kalam/menulis )
Pertumbuhan
budaya adat Aceh, andainya menjadi bagian kesetiaan dalam konteks harkat dan
martabat identitas keacehan, menghadapi tantangan sebaran budaya global, maka
wujud budaya idealis, akan mudah adaptatis, akselirasasi dan berakumulasi secara
kompetitif dan terprogram.
Nilai
itu merupakan conception of desirable. Pada nilai ada beberapa tingkatan, yaitu
nilai primer dan nilai sekunder. Nilai primer merupakan pegangan hidup bagi
suatu masyarakat (abstrak), misalnya: kejujuran, keadilan, keluhuran budi dan
lain-lain, sedangkan nilai skunder adalah nilai-nilai yang berhubungan dengan
kegunaan, misalnya dasar-dasar menerima keluarga berencana atau untuk
memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Nilai skunder muncul sesudah
penyaringan nilai primer. Kemajuan yang dicapai oleh Jepang, disebabkan karena
orang Jepang mempertahankan nilai-nilai primernya, tetapi mengubah nilai-nilai
skundernya.
E.
TARI SAMAN
DI ERA GLOBALISASI
Tari
Saman merupakan salah satu dari beraneka ragam tarian yang berasal dari pelosok
Indonesia, karena Tari Saman ini sendiri bisa
di kategorikan kedalam seni tari yang sangat menarik perhatian dan
merupakan bagian dari warisan adat seni tradisional yang sangat unik. Hal ini
bisa dikatakan karena Tari Saman sendiri adalah tari dimana para penari begitu
kompaknya bergerak sama antara satu dengan yang lain dan berimbang dengan tanpa
iringan musik yang seperti biasa dilakukan oleh tarian lain sehingga bisa
terlihat dalam satu tubuh saja atau bahkan banyak yang bilang tari saman
ini adalah tari seribu tangan. Meskipun sebenarnya dimainkan oleh banyak orang
yang seakan berkaitan satu sama lainnya secara beraturan.
Tari
ini terus berkembang sesuai kebutuhannya. Sampai sekarang tari ini lebih sering
di tampilkan dalam perayaan-perayaan keagamaan dan kenegaraan. Tarian ini pada
awalnya kurang mendapat perhatian karena keterbatasan komunikasi dan informasi
dari dunia luar. Tari ini mulai mengguncang panggung saat penampilannya pada
Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) II dan peresmian pembukaan Taman Mini Indonesia
Indah (TMII). Gemuruh Saman di TMII menggemparkan tidak hanya nusantara namun
sampai ke manca negara. Dan saat ini tepatnya pada tanggal 24 November 2011,
Tari Saman telah ditetapkan sebagai Daftar Representatif Budaya Tak benda
Warisan Manusia oleh UNESCO pada Sidang ke-6 Komite Antar-Pemerintah untuk
Pelindungan Warisan Budaya Tak benda. Pertunjukkan tari Saman tidak hanya
populer di negeri kita sendiri, namun juga populer di mancanegara seperti di
Australia dan Eropa. Dan baru-baru ini tari saman di pertunjukkan di Australia
untuk memperingati bencana besar tsunami pada 26 Desember 2006 silam.
Perkembangan
teknologi dalam era pembangunan negara dalam era globalisasi negra dan
bangsa ini tidak terlepas dari dampak negatif yang akan ditimbulkan. Oleh
karena itu jika kita tidak menyadari sejak dini, bahwasanya ada banyak warisan
budaya yang harus dijaga kelestariannya khusunya seni tari tradisional yang
telah memberikan maknanya tersendiri, maka besar kemungkinan dapat
menjerumuskan kita sendiri kepada kepunahan bahkan kehilangan atau diklaim oleh
negara-negara lain terutama.
Tari
saman merupakan salah satu cara dalam menyampaikan suatu gagasan yang
mengandung nilai-nilai pendidikan secara utuh atau keseluruhan , baik dalam hal
pendidikan moral ataupun dalam bidang keagamaan. Hal ini akan menimbulkan
dampak positif tyersendiri bagi provinsi Nangroe Aceh Darussalam khususnya dan
Indonesia pada uumnya dalam perannya di kehidupan sosial budaya terutama dalam
kehidupan kesenian, bahasa daerah dan adat istiadat daerah Aceh. Dan untuk
dalam bidang moral dan agamanya dapat dilihat dari Tari Saman lewat syair lagu
yang dilantunkan dimana selalu menanamkan sifat-sifat baik yang terkandug
didalamnya, baik itu menurut moral atau agamanya sekalipun.
Sehingga
melalui tari saman, diharapkan Indonesia mampu menunjukkan dan mempromosikan
daerah-daerah yang berpotensi guna menarik para wisatawan asing datang
mengunjungi Indonesia, bahkan warisan leluhur budaya Indonesia ini mampu
memperlihatkan kepada dunia bahwa kesenian tradisional merupakan kemajuan
signifikan untuk bersaing pada era modern.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Budaya
Aceh Indonesia yang menjadi salah satu wilayah propinsi di Indonesia ini
memiliki aneka ragam seni budaya yang menarik seperti tarian, kerajinan serta
perayaan. Propinsi daerah Aceh memiliki beberapa kebudayaan daerah yang sudah
terkenal di indonesia dan sudah menjadi ciri khas dari kebudayaan daerah Aceh.
Seni tarian saman dan rapai geleng adalah contohnya. Seni tarian saman dan
rapai geleng tersebut sangat terkenal dan jadi kekayaan kebudayaan indonesia
yang patut di lestarikan sehingga tidak di lupakan oleh generasi muda
mendatang.
Perkembangan
teknologi dalam era pembangunan negara dalam era globalisasi negra dan
bangsa ini tidak terlepas dari dampak negatif yang akan ditimbulkan. Oleh
karena itu jika kita tidak menyadari sejak dini, bahwasanya ada banyak warisan
budaya yang harus dijaga kelestariannya khusunya seni tari tradisional yang
telah memberikan maknanya tersendiri, maka besar kemungkinan dapat
menjerumuskan kita sendiri kepada kepunahan bahkan kehilangan atau diklaim oleh
negara-negara lain terutama.
Tari
saman merupakan salah satu cara dalam menyampaikan suatu gagasan yang
mengandung nilai-nilai pendidikan secara utuh atau keseluruhan , baik dalam hal
pendidikan moral ataupun dalam bidang keagamaan. Hal ini akan menimbulkan
dampak positif tyersendiri bagi provinsi Nangroe Aceh Darussalam khususnya dan
Indonesia pada uumnya dalam perannya di kehidupan sosial budaya terutama dalam
kehidupan kesenian, bahasa daerah dan adat istiadat daerah Aceh. Dan untuk
dalam bidang moral dan agamanya dapat dilihat dari Tari Saman lewat syair lagu
yang dilantunkan dimana selalu menanamkan sifat-sifat baik yang terkandug
didalamnya, baik itu menurut moral atau agamanya sekalipun. Sehingga melalui
tari saman, diharapkan Indonesia mampu menunjukkan dan mempromosikan daerah-daerah
yang berpotensi guna menarik para wisatawan asing datang mengunjungi Indonesia,
bahkan warisan leluhur budaya Indonesia ini mampu memperlihatkan kepada dunia
bahwa kesenian tradisional merupakan kemajuan signifikan untuk bersaing pada
era modern.
B.
SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 2004. Manusia
dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:Djambatan
M.Syamsuddin,
dkk, Hukum Adat dan Modernisasi Hukum,
Fak.Hukum UII, Yogyakarta, 1998.
Post a Comment for "Perkembangan budaya Aceh di era globalisasi"