Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perkembangan politik setelah 21 Maret 1998


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Jatuhnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 sebagai tanda jatuhnya pemerintahan Orde Baru menandai era baru dalam kehidupan politik di Indonesia. Setelah 32 tahun berkuasa, Presiden Soeharto harus rela menyerahkan tahtanya kepada wakilnya, B.J. Habibie, Kehidupan politik pertama yang paling menonjol pada pemerintahan B.J. Habibie adalah diselenggarakannya Pemilu pada 7 Juni 1999. Untuk pertama kalinya, bangsa Indonesia mampu menyelenggarakan pemilu secara demokratis setelah tahun 1955. Pemilu tersebut diikuti oleh 44 partai politik yang memenuhi syarat untuk ikut serta dari sekitar 1421 parpol yang mendaftar.
Pemilu tersebut dimenangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pimpinan Megawati Soekarnoputri, anak sulung mantan Presiden Soekarno, dengan jumlah suara. 33,73 persen suara atau memperoleh 153 kursi di parlemen; diikuti oleh Golongan Karya (Golkar dengan 22,43 persen suara atau 120 kursi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan 12,60 persen suara atau 51 kursi, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan 10,70 persen suara atau 58 kursi, Partai Amanat Nasional (PAN) dengan 7,11 persen suara atau 34 kursi dan partai-partai baru lainnya. Dengan demikian, untuk pertama kalinya sejak pemilu pertama Orde Baru pada 1971, Golkar mengalami kekalahan
Banyaknya partai pada masa reformasi ternyata tidak diikuti dengan terjadinya ketenteraman dalam kehidupan politik bangsa. Konflik terjadi, bukan hanya antar-partai, melainkan juga dalam tubuh partai itu sendiri. Golkar, PPP, dan PDIP pun tidak luput dari konflik dalam tubuhnya sendiri. Demikian juga partai baru yang mengklaim diri sebagai partai reformis mengalami hal yang sama seperti terjadi dalam tubuh PKB, PAN, PDIP dan lain-lain.
Kehidupan parpol yang semakin marak tersebut ditandai pula dengan masuknya para pensiunan militer ke dalam tubuh parpol. Fenomena tersebut sebenarnya sudah dimulai pada masa Orde Baru. Pada Mei 1991, misalnya, sejumlah 40 orang purnawirawan ABRI masuk menjadi anggota PDI pimpinan Suryadi. Pada masa reformasi, jumlah pensiunan ABRI yang masuk parpol semakin banyak. Fenomena seperti ini dilihat oleh pengamat Indonesia, Prof. William Liddle, dari Ohio State University, merupakan salah satu kelemahan politisi sipil Indonesia dalam menegakkan supremasi sipil. Fenomena seperti ini bisa memberi peluang kepada militer untuk tampil sebagai power behind the throne, atau “kekuatan di belakang singgasana”, yang merupakan ancaman bagi tegaknya demokrasi.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana penangkatan Habibie sebagai presiden?
2.      Bagaimana kebijakan politik pada masa presiden Habibie?
3.      Bagaimana kebijakan ekonomi pada masa presiden Habibie?


BAB II
PEMBAHASAN


A.    PENGANGKATAN HABIBIE MENJADI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Tugas Habibie menjadi Presiden menggantikan Presiden Soeharto sangatlah berat yaitu berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Habibie yang manjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan politik. Untuk menjalankan pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri dari kabinetnya.
Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.
Kabinet ini mencerminkan suatu sinergi dari semua unsur-unsur kekuatan bangsa yang terdiri dari berbagai unsur kekuatan sosial politik dalam masyarakat. Hal yang berbeda dari sebelumnya, jabatan Gubernur Bank Indonesia tidak lagi dimasukkan di dalam susunan Kabinet. Karena Bank Indonesia, kata Presiden harus mempunyai kedudukan yang khusus dalam perekonomian, bebas dari pengaruh pemerintah dan pihak manapun berdasarkan Undang-Undang.
Pada tanggal 23 Mei 1998 pagi, Presiden Habibie melantik menteri-menteri Kabinet Reformasi Pembangunan. Presiden Habibie mengatakan bahwa Kabinet Reformasi Pembangunan disusun untuk melaksanakan tugas pokok reformasi total terhadap kehidupan ekonomi, politik dan hukum. Kabinet dalam waktu yang sesingkat-singkatnya akan mengambil kebijakan dan langkah-langkah pro aktif untuk mengembalikan roda pembangunan yang dalam beberapa bidang telah mengalami hambatan yang merugikan rakyat.


B.     KEBIJAKAN EKONOMI
Dalam bidang ekonomi, pemerintahan Habibie berusaha keras untuk melakukan perbaikan. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk meperbaiki perekonomian Indonesia antaranya :
·         Merekapitulasi perbankan
·         Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
·         Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
·         Manaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp.10.000,-
·         Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.

C.    KEBIJAKAN POLITIK
Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mangupayakan pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan pelaksanaan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan pemilihan umum yang telah bersifat demokratis. Habibie juga membebaskan beberapa narapidana politik yang ditahan pada zaman pemerintahan Soeharto. Kemudian, Presiden Habibie juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independent.
Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Namun khusus demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demontrasi tersebut. Hal ini dilakukan karena pihak kepolisian mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Namun, ketika menghadapi para pengunjuk rasa, pihak kepolisian sering menggunakan pasal yang berbeda-beda. Pelaku unjuk rasa yang di tindak dengan pasal yang berbeda-beda dapat dimaklumi karena untuk menangani penunjuk rasa belum ada aturan hukum jelas. Untuk menjamin kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama (DPR) berhasil merampungkan perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk rasa atau demonstrasi. adalah UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Adanya undang – undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memulai pelaksanaan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Namun sayangnya, undang-undang itu belum memasyarakat atau belum disosialisasikan dalam kehidupan masarakat. Penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa suatu tuntutan, dan koreksi tentang suatu hal.
Menanggapi munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI menyusul turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-langkah pembaharuan dalam perannya di bidang sosial-politik. Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38 orang. Langkah lain yang di tempuh adalah ABRI semula terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

D.    REFORMASI BIDANG HUKUM
Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang ditambakan oleh masyarakat.  Ketika dilakukan pembongkaran terhadapat berbagai produksi hukum atau undang-undang yang dibuat pada masa Orde Baru, maka tampak dengan jelas adanya karakter hukum yang mengebiri hak-hak.
Selama pemerintahan Orde Baru, karakter hukum cenderung bersifat konservatif, ortodoks maupun elitis. Sedangkan hukum ortodoks lebih tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu didalam masyarakat. Pada hukum yang berkarakter tersebut, maka porsi rakyat sangatlah kecil, bahkan bias dikatakan tidak ada sama sekali. Oleh karena itu, produk hukum dari masa pemerintahan Orde Baru sangat tidak mungkin untuk dapat menjamin atau memberikan perlindungan terhadap Hak-hak Asasi Manusia (HAM), berkembangnya demokrasi serta munculnya kreativitas masyarakat.
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, telah dua kali lembaga tertinggi Negara melaksanakan Sidang Istimewa, yaitu pada tahun 1967 digelar Sidang Istimewa MPRS yang kemudian memberhentikan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto menjadi Presiden Rebuplik Indonesia. Kemudian Sidang Istimewa yang dilaksanakan antara tanggal 10 – 13 Nopember 1998 diharapkan MPR benar-benar menyurahkan aspirasi masyarakat dengan perdebatan yang lebih segar, lebih terbuka dan dapat menampung, aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. Hasil dari Sidang Istimewa MPR itu memutuskan 12 Ketetapan.

E.     PEMILIHAN UMUM TAHUN 1999
Pemilihan Umum yang dilaksanakan tahun 1999 menjadi sangat penting, karena pemilihan umum tersebut diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia yang sedang dilanda multikrisis. Pemilihan umum tahun 1999 juga merupakan ajang pesta rakyat Indonesia dalam menunjukkan kehidupan berdemokrasi. Maka sifat dari pemilihan umum itu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Presiden Habibie kemudian menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan pemiliahan umum tersebut. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang politik dicabut. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru.  Ketiga udang-undang itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga udang-udang itu antara lain undang-undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Munculnya undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik itu partai-partai politik bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah berdiri di Indonesia pada masa itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya, hanya 48 partai politik yang berhasil mengikuti pemilihan umum. Hal ini disebabkan karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan dengan cukup ketat. Pelaksanaan pemilihan umum ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Anggota KPU terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah dan wakil-wakil dari partai-partai politik peserta pemilihan umum.
Banyak pengamat menyatakan bahwa pemilihan umum tahun 1999 akan terjadi kerusuhan, namun pada kenyataannya pemilihan umum berjalan dengan lancar dan aman. Setelah penghitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di anataranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional. Hasil pemilihan umum tahun 1999 hingga saat terakhir pengumuman hasil perolehan suara dari partai-partai politik berjalan dengan aman dan dapat di terima oleh suara partai peserta pemilihan umum.


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Jatuhnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 sebagai tanda jatuhnya pemerintahan Orde Baru menandai era baru dalam kehidupan politik di Indonesia. Setelah 32 tahun berkuasa, Presiden Soeharto harus rela menyerahkan tahtanya kepada wakilnya, B.J. Habibie, Kehidupan politik pertama yang paling menonjol pada pemerintahan B.J. Habibie adalah diselenggarakannya Pemilu pada 7 Juni 1999. Untuk pertama kalinya, bangsa Indonesia mampu menyelenggarakan pemilu secara demokratis setelah tahun 1955. Pemilu tersebut diikuti oleh 44 partai politik yang memenuhi syarat untuk ikut serta dari sekitar 1421 parpol yang mendaftar.
Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Tugas Habibie menjadi Presiden menggantikan Presiden Soeharto sangatlah berat yaitu berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Habibie yang manjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan politik. Untuk menjalankan pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri dari kabinetnya.
Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.


B.     SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Ricklefs, M.C.2005. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi.
Simanjuntak.S.H. 2003.Kabinet-Kabinet Republik Indonesia. Jakatra: PT Ikrar Mandiri Abadi
Setyohadi.tuk. 2004. Perjalan Bangsa Indonesia Dari Masa ke Masa. Bogor: Rajawali Corpuration.


Post a Comment for "Perkembangan politik setelah 21 Maret 1998"