Persalinan dan penyulit kala III dan IV
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Persalinan merupakan salah satu
kejadian besar bagi seorang ibu. Diperlukan segenap kemampuan baik tenaga
maupun pikiran guna melalui tahapan prosesnya. Banyak ibu hamil dapat melalui
proses persalinan dengan lancar dan selamat. Namun banyak pula, persalinan
menyebabkan terjadinya komplikasi yang disebabkan oleh berbagai hal.
Perdarahan pascapersalinan merupakan
penyebab penting kematian ibu:1/4 dari kematian ibu disebabkan oleh perdarahan
pascapersalinan tidak menyebabkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi
morbiditasnifas karena anemia akan menurunkan daya tekan tubuh sehingga sangat
penting untuk mencegah perdarahan yang banyak.
Perdarahan
pasca persapersalinan sekarang dapat di bagi menjadi:
1. Perdarahan
pascapersalinan dini adalah perdarahan 7,500 cc pada 24 jam pertama setelah
persalinan
2. Perdarahan
pascapersalinan lambat ialah perdarahan 7,500 cc setelah 24 jam persalinan
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan
masalah tentang Penyulit kala III dan IV
persalinan ( Atonia
Uteri, Retensio Plasenta Emboli air ketuban, Robekan jalan lahir, Inversio uteri,
perdarahan kala IV dan syok obstetrik)
C. TUJUAN
Mahasiswa
dapat mengetahui tentang Penyulit kala III dan IV persalinan ( Atonia Uteri, Retensio
Plasenta Emboli air ketuban,
Robekan jalan lahir, Inversio uteri, perdarahan kala IV dan syok obstetrik)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyulit
Persalinan Kala III
1.
Atonia Uteri
Atonia uteri
merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan
alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.
Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi
serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila
serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.
Etiologi
Atonia uteri
dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi
(penunjang ) seperti :
1) Overdistention
uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, Paritas tinggi
2) Umur yang
terlalu muda atau terlalu tua.
3) Multipara
dengan jarak kelahiran pendek
4) Partus lama
/ partus terlantar
5) Malnutrisi.
6) Penanganan
salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya placenta Belum terlepas dari
dinding uterus.
Penatalaksanaan
1) Bersihkan
semua gumpalan darah atau membran yang mungkin berada di dalam mulut uterus
atau di dalam uterus
2) Segera mulai
melakukan kompresi bimanual interna
3) Jika uterus
sudam mulai berkontraksi secara perlahan di tarik tangan penolong. Jika
uterus sudah berkontraksi, lanjutkan memantau ibu secara ketat.
4) Jika uterus
tidak berkontraksi setelah 5 menit, minta anggota keluarga melakukan bimanual
interna sementara penolong memeberikan metergin 0,2 mg IM dan mulai memberikan
IV (RL dengan 20 UI oksitosin/500 cc dengan tetesan cepat).
5) Jika uterus
masih juga belum berkontraksi mulai lagi kompresi bimanual interna setelah anda
memberikan injeksi metergin dan sudah mulai IV
6) Jika uterus
masih juga belum berkontraksi dalam 5-7 menit, bersiaplah untuk melakukan
rujukan dengan IV terpasang pada 500 cc/jam hingga tiba di tempat r ujukan atau
sebanyak 1,5 L seluruhnya diinfuskan kemudian teruskan dengan laju infus 125
cc/jam.
2.
Retensio Placenta
Retensio
Plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam
setelah kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan
bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadiplasenta
inkarserata dapat terjadi polip plasenta, dan terjadi degenerasiganas korio
karsinoma
Etiologi
1) Plasenta
belum lepas dari didinding uterus.
2) Plasenta
sudah lepas tetapi belum dilahirkan (disebabkan karena tidak adanya usaha untuk
melahirkan atau karena salah penanganan kala III)
3) Kontraksi
uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
4) Plasenta
melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korealis menembus
desidua sampai miometrium-sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Penatalaksaan
1) Jika
plasenta terliahat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengejan. Jika anda dapat
merasakan adanya plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.
2) Pastikan
kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan, lakukan katerisasi kandung kemih
3) Jika
plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 Unit IM, jika belum dilakukan dalam
penanganan aktif kala III
4) Jika
plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus
terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali.
5) Jika traksi
tali pusat terkendali belum berhasil, cobalan untukmengeluarkan plasenta secara
manual. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah
sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan
lunak yang dapat pecah dengan mudam menunjukan koagulapati
6) Jika
terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau), berikan
antibiotik untuk metritis.
Jenis – Jenis Retensio Placenta
1) Plasenta
Adhesiva
Placenta
Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2) Placenta
Akreta
Placenta
Akreta adalah implantasi jonjot korion plasetita hingga memasuki sebagian
lapisan miornetrium.
3) Placenta
Inkreta
Placenta
inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki
miornetrium.
4) Placenta
Perkreta
Placenta
perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5) Placenta
Inkaserata
Placenta
inkaserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh
kontriksi osteuni uteri.
3.
Emboli Air Ketuban
Emboli air
ketuban menimbulkan syok yang sangat mendadak dan biasanya berakhir dengan
kematian. Salah satu syok dalam obstetric yang bukan disebabkan karena
perdarahan.
Etiologi
Penyebabnya adalah masuknya air
ketuban melalui vena endoserviks atau sinus vena yang terbuka didaerah tempat
perlekatan placenta. Masuknya air ketuban yang juga lanugo, verniks kaseosa dan
juga mekonium kedalam peredaran darah ibu akan menyumbat pembuluh-pembuluh
kapiler dalam paru-paru ibu, selain itu zat-zat itu juga menimbulkan reaksi
anafilaksis yang besar dan gangguan pembekuan darah
Gejala Klinis
Gejala awal yaitu penderita tampak
gelisah, mual-mual, disertai tachicardi dan takhipnoe. Selanjutnya timbul
dispnea dan sianosis, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah, kesadaran
menurun, komplikasi yang lain adalah gangguan pembekuan darah.
Penatalaksanaan
Pemberian zat asam dengan tekanan
positif untuk mengatasi odema paru-paru digitalis diberikan bila ada indikasi
payah jantung. Dapat diberi morfin 0,01 – 0,02 sub cutan atau atropine 0,001 –
0,003 iu pelahan-lahan dan pavaperin 0,004 i.u. Masuknya bahan trombhoplastin
dari plasenta kedalam sirkulasi ibu dapat menyebabkan kerusakan fibronogen yang
ada atau yang diberikan, sehingga darah tidak dapat berkoagulasi walaupun
diberikan fibrinogen.
4.
ROBEKAN JALAN LAHIR
Pengertian Robekan Jalan Lahir
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi
rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan
jalan lahir.
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan
postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan
postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh
robelan servik atau vagina.
Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan
robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum
pernah melahirkan pervaginam.
Robekan servik yang luas
menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila
terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap
dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan
lahir, khususnya robekan servik uteri.
RobekanVagina
Perlukaan vagina yang tidak
berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan
setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi
dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat
pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi
pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi
luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang
lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika.
Laserasi pada traktus genitalia
sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai
kontraksi uterus yang kuat.
Pemeriksaan
Penunjang
1) Golongan
darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
2) Jumlah darah
lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih
(SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak
hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3.
saat hamil 5.000-15.000)
3) Kultur
uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
4) Urinalisis :
memastikan kerusakan kandung kemih
5) Profil koagulasi
: peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP),
penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa
tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID Sonografi :
menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
Terapi
Dengan adanya perdarahan yang keluar
pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut :
1) Pijat dengan
lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah untuk
menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan
pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia
uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang
signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.
2) Dorongan
pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila
perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.
3) Pantau tipe
dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama
berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan
uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang
tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus,
mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
4) Berikan
kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko
mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk
setelah 12 jam.
5) Pertahankan
pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum 18, untuk
pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan
golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang
persalinan.
6) Pemberian 20
unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti efektif
bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus
secara efektif
7) Bila cara
diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat
merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk
mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
8) Pantau
asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter foley untuk
memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
9) Berikan
oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila
terdapat tanda kegawatan pernafasan.
5.
INVERSIO UTERI
Pengertian Inversio Uteri
Adalah pembalikan bagian dalam luar pada rahim dalam tahap persalinan
ketiga. Ini amat jarang terjadi hanya pada sekitar satu dari 20.000 kehamilan. Segera
setelah tahap kedua,rahim agal bersifat atonik,serviks terbuka,dan plasenta
melekat. Penanganan tak semestinya pada tahap ketiga dapat menyebabakan
inversio uteri iatrogenik (hacker/moore 2001)
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk kedalam kavum uteri,
dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian ini biasanya disebabkan pada saat
melakukan persalinan plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum
berkontraksi dengan baik. Inversio uteri memberikan rasa sakit yang dapat
menimbulkan keadaan syok adapun menyebutkan bahwa inversio uteri adalah keadaan
dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya kedalam kavum uteri.
Pada inversio uteri, uterus terputar balik, sehingga fundus uteri terdapat
dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebut
inversio inversio uteri completa.
Kalau hanya fundus menekuk ke dalam dan tidak keluar ostuim uteri, disebut
inversio uteri incomplete. Kalau uterus yang berputar balik itu keluar dari
vuva, disebut inversio prolaps. Inversio uteri jarang terjadi,
tetapi jika terjadi dapat menimbulkan shock yang berat. ( obstetri
patologi,1984)
Pada inversio uteri, uterus terputar balik, sehingga fundus uteri terdapat
dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebut
inversio inversio uteri completa. Kalau hanya
fundus menekukke dalam dan tidak keluar ostuim uteri, disebut inversio uteri incomplete. Kalau uterus yang berputar balik itu keluar dari vuva, disebut inversio
prolaps. Inversio uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi dapat menimbulkan shock
yang berat. ( obstetri patologi,1984)
Pada inversio uteri, uterus terputar baik sehingga fundus uteri terdapat
dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebabkan
inversio uteri komplek. Jika hanya fundus menekuk ke
dalam dan tidak keluar astium uteri, disebut inversio uteri inkomplet. Jika
uterus yang berputar balik itu keluar dari vulva, disebut insersio prolaps.
Inversio uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi, dapat menimbulkan syok yang
hebat.
Penyebab Inversio Uteri
1) Tonus otot rahim yang lemah
2) Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan dengan tangan, dan tarikan pada tali pusat)
3) Kanalis servikalis yang longgar. Oleh karena
itu, inversio uteri dapat terjadi saat batuk, bersin atau
mengejan, juga karena perasat crede.
Gejala-gejala
1) Syok
2) Fundus uteri sama sekali tidak teraba tekukan pada fundus
3) Kadang-kadang tampak sebuah tumor yang merah di luar vulva ialah fundus uteri yang terbaik atau teraba tumor dalam vagina.
4) Perdarahan.
Pragnosis
Makin lambat keadaan ini diketahui dan diobati makin buruk pragnosisnya. Tetapi jika pasien dapat mengatasi 48 jam dengan inversio uteri, pragnosis akan baik.
Makin lambat keadaan ini diketahui dan diobati makin buruk pragnosisnya. Tetapi jika pasien dapat mengatasi 48 jam dengan inversio uteri, pragnosis akan baik.
Terapi
1) Atasi syok dengan pemberian infus ringer taktat dan bila perlu transfusi
darah
2) Reposisi manual dalam anestesi umur sesudah syok teratasi (secara Johnson).
Jika plasenta belum lepas, baiknya plasenta jangan dilepaskan dulu sebelum
uteri di reposisi berhasil, diberi drip oksitosin dan dapat juga dilakukan
kompresi bimanual. Pemasangan tampon rahim dilakukan supaya tidak terjadi lagi
insersio.
3) Jika reposisi manual tidak berhasil, dilakukan reposisi operatif. Uterus dikatakan inversi jika uterus terbalik selama pelahiran plasenta.
Reposisi uterus harus dilakukan segera. Semakin lama cincin konstriksi di
sekitar uterus yang inversi semakin kaku dan uterus lebih membengkak karena
terisi darah.
-
Jika ibu mengalami nyeri hebat,
berikan petidin 1mg/kg berat badan (tetapi tidak lebih dari 100mg)
melalui IM atau IV secara perlahan atau berikan morfin 0,1mg/kg
berat badan melalui IM.
-
Jika perdarahan berlanjut,
kaji status pembekuan darah dengan menggunakan uji pembekuan darah di sisi tempat tidur. Kegagalan darah untuk membeku setelah
tujuh menit atau terbentuk bekuan darah lunak yang mudah pecah menunjukan
koagulopati.
-
Berikan dosis tunggal
antibiotik profilaksi setelah memperbaiki inversi uterus.
-
Ampisilin 2g melalui IV
DITAMBAH metronidazol 500mg melalui IV
-
Atau sefazolin 1g
melalui IV DITAMBAH metrinidazol 500mg melalui IV. Jika terdapat tanda tanda infeksi (demam,rabas vagina berbau busuk), berikan antibiotik sebagaimana untuk mengobati metritis. Jika dicurigai terjadi nekrosis, lakukan histerektomi per vagina.
Histerektomi per vagina dapat memerlukan rujukan ke pusat perawatan tersier.
(buku saku manajemen komplikasi kehamilan dan persalinan, 2006)
B. Perdarahan Kala IV
Perdarahan post partum adalah perdarahan
lebih 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena
retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih
500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir.
Pembagian
perdarahan post partum :
1) Perdarahan
post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi selama 24 jam
setelah anak lahir.
2) Perdarahan
post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam
anak lahir. Biasanya hari ke 5-15 post partum.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam
menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
1) Menghentikan
perdarahan.
2) Mencegah
timbulnya syok.
3) Mengganti
darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15
% dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :
1)
Atoni uteri (50-60%).
2)
Retensio plasenta
(16-17%).
3)
Sisa plasenta (23-24%).
4)
Laserasi jalan lahir
(4-5%).
5)
Kelainan darah
(0,5-0,8%).
Etiologi
perdarahan post partum :
1)
Atoni uteri.
2)
Sisa plasenta dan
selaput ketuban.
3)
Jalan lahir : robekan
perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim.
4)
Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya
afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia yang sering dijumpai :
-
Perdarahan yang banyak.
-
Solusio plasenta.
-
Kematian janin yang
lama dalam kandungan.
-
Pre eklampsia dan
eklampsia.
-
Infeksi, hepatitis dan
syok septik.
Faktor predisposisi terjadinya atonia
uteri :
-
Umur
-
Paritas
-
Partus lama dan partus
terlantar.
-
Obstetri operatif dan
narkosa.
-
Uterus terlalu regang
dan besar misalnyaa pada gemelli, hidramnion atau janin besar.
-
Kelainan pada uterus
seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta.
-
Faktor sosio ekonomi yaitu
malnutrisi.
Cara membuat diagnosis perdarahan post
partum :
1)
Palpasi uterus :
bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus.
2)
Memeriksa plasenta dan
ketuban : apakah lengkap atau tidak.
3)
Melakukan eksplorasi
kavum uteri untuk mencari :
-
Sisa plasenta dan
ketuban.
-
Robekan rahim.
-
Plasenta suksenturiata.
4)
Inspekulo : untuk
melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah.
5)
Pemeriksaan
laboratorium : periksa darah, hemoglobin, clot observation test (COT), dan
lain-lain.
Perdarahan post partum adakalanya
merupakan perdarahan yang hebat maupun perdarahan perlahan-lahan tetapi
terus-menerus. Keduanya dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan dapat
menjadi syok. Oleh karena itu penting sekali pada setiap ibu bersalin dilakukan
pengukuran kadar darah secara rutin; serta pengawasan tekanan darah, nadi dan
pernapasan ibu, kontraksi uterus dan perdarahan selama 1 jam.
Beberapa menit setelah
janin lahir, biasanya mulai terjadi proses pelepasan plasenta disertai sedikit
perdarahan. Bila plasenta sudah lepas dan turun ke bagian bawah rahim maka
uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta (his pengeluaran
plasenta).
Penanganan perdarahan
post partum berupa mencegah perdarahan post partum, mengobati perdarahan kala
uri dan mengobati perdarahan post partum pada atoni uteri.
Cara mencegah
perdarahan post partum yaitu memeriksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar
hemoglobin, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil
mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan
penguat rahim (uterotonika). Setelah ketuban pecah, kepala janin mulai membuka
vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan 1 ampul methergin atau
kombinasi dengan 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena). Hasilnya biasanya
memuaskan.
C.
SYOK
OBSTETRIK
Meskipun angka mortalitas maternal telah
mengalami penurunan yang dramatis dengan adanya perawatan rumah sakit untuk ibu
dan tersedianya darah bagi keperluan transfusi, kematian akibat perdarahan
masih merupakan peristiwa yang menonjol diantara mayoritas laporan tentang
mortalitas maternal. Perdarahan obstetnk sangat cenderung untuk menjadi
peristiwa yang fatal bagi ibu bila tidak tersedia darah lengkap atau komponen
darah untuk transfusi dengan segera.
Syok dan saluran reproduksi maternal, termasuk
kasus-kasus perdarahan yang penyebabnya tidak jelas, juga berbahaya bagi
keselamatan jiwa janin. Untuk kehamilan yang dipersulit dengan perdarahan
selama trimester ke-2 dan ke-3, angka persalinan premature dan mortalitas
perinatal paling tidak empat kali lipat lebih besar. Perdarahan yang terjadi
selama masa kehamilan sampai berakhirnya proses persalinan seningkali
menyebabkan syok hipovolemik bagi ibu, yaitu suatu keadaan kekurangan volume
darah yang beredar akibat perdarahan atau dehidrasi
Perdarahan pada kehamilan muda disebut
keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan
antepartum. Batas teoritis antar kehamilan muda dan kehamilan tua ialah
kehamilan 22 minggu mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus. Perdarahan
post partum juga merupakan suatu perdarahan obstetrik yang sering membahayakan
nyawa itu dan seringkali menyebabkan syok bagi ibu
1)
Perdarahan Pada
Kehamilan Muda
-
Abortus adalah istilah
yang diberikan untuk semua kehamilan yang berakhir sebelum periode viabilitas
janin, yaitu yang berakhir sebelum berat janin 500 gram atau perkiraan lama
kehamilan kurang dan 20 minggu dihitung dan hari pertama haid terakhir normal
yang dipakai.
-
Kehamilan Ektopik
terganggu, yaitu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan
tumbuh di luar endometrium kavum uterus, serta mengalami gangguan berupa nyeri
perut bagian bawah dan tenesmus, dapat disertai perdarahan pervaginam. Yang
menonjol penderita tampak kesakitan, pucat, dan pada perneriksaan ditemukan
tanda-tanda syok serta perdarahan dalam rongga perut.
-
Mola hidatidosa adalah
suatu keadaan patologik dan konon yang ditandai dengan : degenerasi kistik dan
villi, disertai pembengkakan hidropik, avaskularitas atau tidak adanya pembuluh
darah janin; proliferasi jaringan trofoblastik. Perdarahan uterus abnormal yang
bervariasi dan spotting sampai perdarahan hebat merupakan gejala yang paling
khas dan kehamilan mola dan pertama kali terlihat antara minggu keenam dan
kedelapan setelah amenorhe.
2)
Perdarahan Pada Kehamilan
Tua (Perdarahan Antepartum)
Perdarahan
antepartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan-lahir setelah kehamilan 22
minggu. Perdarahan setelah kehamilan 22 minggu biasanya lebih banyak berbahaya
daripada kehamilan dibawah 22 rninggu oleh karena itu, memerlukan penanganan
yang berbeda. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada
kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan
plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada
setiap perdarahan antepartum pertama - tama harus selalu dipikirkan bahwa hal
itu bersumber pada kelainan plasenta.
Perdarahan
antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta, yang secara klinis biasanya
tidak terlampau sulit dalam menentukannya ialah plasenta previa, dan solusio
plasenta. Oleh karena itu, kiasifikasi perdarahan antepartum dibagi sebagai
berikut:
1.
Placenta previa ialah
plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
Etiologi:
Tidak diketahui, namun plasenta previa lebih sering dijumpai pada multipara dan
kalau plasentanya lebar serta tipis. Diperkirakan kalau terdapat defisiensi
endomitrium dan decidua pada segmen atas uterus, maka plasenta akan terus
meluas dalam upayanya untuk rnendapatkan suplai darah yang lebih memadai.
2.
Solutio Placenta
Keadaan
ini yang juga dikenal sebagai pelepasan placenta sebelum waktunya atau
premature separation of placenta meliputi pelepasan placenta dan dinding rahim.
Etiologi:
penyebab solutio tidak diketahui. Setiap
perdarahan pada kehamilan lebih dan 22 minggu yang lebih banyak dan perdarahan
yang biasanya terjadi pada permulaan persalinan biasa, harus dianggap sebagai
perdarahan antepartum. Apa pun penyebabnya, penderita harus dibawa ke rumah
sakit yang merniliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Jangan sekali
- sekali melakukan pemeniksaan dalam di rurnah penderita atau di tempat yang
tidak mernungkinkan tindakan operatif segera karena pemeriksaan itu dapat
menambah banyaknya perdarahan. Pemasangan tampon dalam vagina tidak berguna
sama sekali untuk menghentikan perdarahan, malahan akan menambah perdarahan
karena sentuhan pada serviks pada waktu pemasangannya.
Selagi
penderita belum jatuh ke dalam syok, invus cairan intravena harus segera
dipasang, dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang jarum
infuse ke dalam pembuluh darah sebelum terjadi syok akan jauh lebih memudahkan
transfusi darah, apabila sewaktu-waktu diperlukan.
Segera
setelah tiba di rumah sakit, usaha pengadaan darah harus segera dilakukan,
walaupun perdarahannya tidak seberapa banyak. Pengambilan contoh darah
penderita untuk pemeriksaan golongan darahnya, dan pemeriksaan kecocokan dengan
darah donornya harus segera dilakukan. Dalam keadaan darurat pemeriksaan
seperti itu mungkin terpaksa ditunda, tidak sempat dilakukan sehingga terpaksa
langsung mentransfusikan darah yang golongannya sama dengan golongan darah
penderita, atau mentransfusikan darah golongan 0 reshus positif, dengan penuh kesadaran
akan segala bahayanya.
Pertolongan
selanjutnya di rumah sakit tergantung dari paritas, tuanya kehamilan, banyaknya
perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum mulainya persalinan,
dan diagnosis yang ditegakkan”
3.
Perdarahan Post Partum
Perdarahan
postpartum adalah perdarahan 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (
setelah plasenta lahir ). Pengukuran darah yang keluar sukar untuk dilakukan
secara tepat.
Perdarahan
postpartum dibagi dalam:
a)
Perdarahan postpartum
dini bila perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama.
b)
Perdarahan postpartum
lambat bila perdarahan terjadi setelah 24 jam pertama.
Diagnosis
a)
Untuk membuat diagnosis
perdarahan. postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan
hipotensi dan anemia. Apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan
jatuh dalam keadaan syok. Perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka
yang mempunyai predisposisi, tapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk
terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
b)
Perdarahan yang terjadi
di sini dapat deras atau merembes saja. Perdarahan yang deras biasanya akan
segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani, sedangkan perdarahan yang
merembes karena kurang nampak seringkali tidak mendapat perhatian yang
seharusnya. Perdarahan yang bersifat merembes ini bila berlangsung lama akan
menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan,
maka darah yang keluar setelah janin lahir harus ditampung dan dicatat.
c)
Kadang-kadang
perdarahan terjadi tidak keluar dan vagina, tapi menumpuk di vagina dan didalam
uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan dan tingginya
fundus uteri setelah janin keluar.
d)
Untuk menentukan
etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeniksaan yang lengkap yang
meliputi pemeriksaan darah umum, pemeniksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
e)
Pada atonia uteri
terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus
didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus
berkontraksi dengan baik, sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras.
Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan
inspekulo. Dengan cara mi dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina,
dan adanya sisa-sisa plasenta
Cara yang terbaik untuk
mencegah terjadinya perdarahan postpartum adalah memimpin kala 11 dan kala III
persalinan secara lege artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter
spesialis obstetrik - ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan
suntikan + ergometrin secara intravena setelah anak lahir, dengan tujuan untuk
mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
Tindakan pada perdarahan postpartum
mempunyai dua tujuan, yaitu:
a)
Mengganti darah yang
hilang.
b)
Menghentikan
perdarahan. Pada umumnya kedua tindakan dilakukan secara bersama-sama, tetapi
apabila keadaan tidak mengijinkan maka penggantian darah yang hilang yang
diutamakan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada umumnya perdarahan
merupakan penyebab kematian nomor satu (40% - 60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia.
Insidens perdarahan pasca persalinan biasa di akibatkan oleh atonia uteri dan
retensio plasenta.Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan
oleh gangguan kontraksi uterus. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak
terjadi perdarahan tapi jika lepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang
merupakan indikai untuk mengeluarkannya.
Atonia uteri merupakan
penyebab terbanyak perdarahan post partum dini (50%), dan merupakan alasan
paling sering untuk melakukan histerektomi post partum. Kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.
Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
B.
Saran
Persalinan adalah bagian yang
membahagiaan bagi manusia namun terkadang persalinan juga merupakan bagian dari
kehidupan manusia yang mencemaskan manusia. Persalinan dapat mencemaskan
kehidupan manusia jika terjadi penyulit atau komplikasi saat bersalin sehingga
perlu dilakukan pencegahan oleh masyarakat untuk mengendalikan kondisi
kesehatan masyarakat agar lebih baik. Sehingga kerjasama seluruh institusi
harus saling terjalin agar kondisi kesehatan masyarakat yang baik dapat
terlaksana.
DAFTAR
PUSTAKA
Danorth David N. Obstetrics Gynecology,
Thirth Edition, Harper & Row, 719-721.
F. Gary Cunningham, M.D. williams
Obstetrics, Eighteenth Edition, Appleton & Lange, California, 1989.
Melfiawati, S. Kapita Selekta
Kedaruratan Obstretik dan Ginekologi, Edisi Pertama, EGC, 1994.
Prabowo R.P. Ilmu Kebidanan, Edisi
Ketiga, yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo, Jakarta, 1999, 675-688
Saifuddin A. B. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Edisi Pertama, Yayasan Bina Putaka
Sarwono Prawiroraharjo, Jakarta, 2002.
Rachimhadi Trijatmo. Ilmu Kebidanan,
Edisi Ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1999,
362-385.
Wiknojosastro Hanifa. Ilmu Bedah
Kebidanan, Edisi Pertama, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, 2000, 188-197.
Post a Comment for "Persalinan dan penyulit kala III dan IV"