pertempuran surabaya, ambarawa dan magelang
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peristiwa 10 November merupakan sejarah perang antara Indonesia dan
Belanda. Pada 1 Maret 1942 tentara Jepang mendarat di pulau Jawa dan tujuh hari
kemudian tepatnya 8 Maret, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat
kepada Jepang sejak itu Indonesia di duduki oleh Jepang. Di Surabaya, di
kibarkannya bendera Belanda merah-putih-biru di hotel Yamato, telah melahirkan
insiden tunjangan yang menyulut berkobarnya bentrokan-bentrokan bersenjata
antara pasukan Inggris dengan badan-badan perjuangan yang dibentuk oleh rakyat.
Bentrokan-bentrokan bersenjata dengan tentara Inggris di Surabaya, memuncak
dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby (pimpinan tentara Inggris untuk
Jawa Timur), pada 30 Oktober.
Peristiwa
berdarah di Surabaya ketika itu juga telah menggerakan perlawanan rakyat di
seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.
Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itulah
kemudian di kenang sebagai HARI PAHLAWAN.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pertempuran Surabaya
Pada tanggal
25 oktober 1945 Brigade 49 dibawah pimpinan Brigadir Jenderal A W.S Mallaby
mendarat dipelabuhan tanjung perak Surabaya. Brigade ini merupakan bagian dari
devisi India ke-2, dibawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat
tugas melucuti tentara jepang dan menyelamatkan tawanan sekutu. Pasukan ini
berkekuatan 6000 personil dimana perwira-perwiranya kebanyakan orang-orang
inggrisdan prajuritnya orang-orang Gurkha dari Nepal yang telah berpengalaman
perang. Rakyat dan pemerintahan Jawa Timur di bawah pimpinan gubernur R.M.T.A
Suryo semula enggan menerima kedatangan Sekutu. Kemudian antara
wakil-wakil pemerintahan RI dan Brigjen AW.S Mallaby mengadakan pertemuan yang
menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.
1.
Inggris berjanji mengikut sertakan
Angkatan Perang Belanda
2.
Disetujui kerjasama kedua belah
pihak untuk menjamin keamanan dan ketentraman
3.
Akan dibentuk kontak biro agar kerja
sama berjalan lancar
4.
Inggris hanya akan melucuti senjata
jepang
Pada tanggal 26 oktober 1945 pasukan sekutu melanggar
kesepakatan terbukti melakukan penyergapan ke penjara Kalisosok. Mereka akan
membebaskan para tawanan Belanda diantaranya adalah Kolonel Huiyer. Tindakan
ini dilanjutkan dengan penyebaran pamphlet-pamflet yang berisi perintah agar
rakyat Surabaya menyerahkan senjata-senjata mereka. Rakyat Surabaya dan TKR
bertekad akan mengusir Sekutu dari bumi Indonesia dan tidak akan
menyerahkansenjata mereka.
Kontak senjata antara rakyat Surabaya melawan Inggris
terjadi pada tanggal 27 Oktober 1945. Para pemuda dengan perjuangan yang gigih
dapat melumpuhkan tank-tank Sekutu dan berhasil menguasai objek-objek vital.
Strategi yang digunakan rakyat Surabaya dalah dengan mengepungdan menghancurkan
pemusatan-pemusatan tentara Inggris kemudian melumpuhkan hubungan logistiknya.
Serangan tersebut mencapai kemenangan yang gemilang walaupun dipihak kita
banyak jatuh korban. Pada tanggal 29 Oktober 1945 Bung Karno beserta Jenderal
D.C Hawthorn tiba di Surabaya. Dalam perundingan antara pemerintahan RI dengan
Mallaby dicapai kesepakatan untuk menghentikan kontak senjata. Kesepakatan ini
dilanggar oleh pihak sekutu. Dalam satu insiden, Jenderal Mallaby terbunuh.
Dengan terbunuhnya Mallaby, pihak Inggris menuntut
pertanggung jawaban kepada rakyat Surabaya. Pada tanggal 9 November 1945 Mayor
Jenderal E.C Mansergh sebagai pengganti Mallaby mengeluarkan ultimatum kepada
bangsa Indonesia di Surabaya. Ultimatum ini isinya agar seluruh
rakyat Surabaya beserta pemimpin-pemimpinnya menyerahkan diri dengan senjata,
mengibarkan bendera putih, dan dengan tangan diatas kepala berbaris satu
persatu, jika pada pukul 06.00 ultimatum ini tidak di indahkan maka inggris
akan akan mengerahkan seluruh kekuatan darat, kekuatan laut dan udara.
Ultimatum ini dirasa menghina terhadap bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia
sebagai bangsa yang cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Oleh karena itu
rakyat Surabaya menolak ultimatum tersebut secara resmi melalui pernyataan
Gubernur Suryo.
Karena penolakan ultimatum itu maka meletuslah
pertempuran pada tanggal 10 November 1945. Melalui siaran radio yang
dipancarkan dari Jl. Mawar No. 4 Bung Tomo membakar semangat juang arek-arek
Surabaya. Kontak senjata pertama terjadi di Perak sampai pukul 18.00. pasukan
sekutu dibawah pimpinan Jenderal Mansergh mengerahkan satu devisi infantry
sebanyak 10.000-15.000 orang dibantu tembakan dari laut oleh kapal perang
penjelajah “Sussex” serta pesawat tempur “mosquito” dan “Thunderbolt”.
Dalam pertempuran di Surabaya ini seluruh unsur
kekuatan rakyat bahu membahu, baik dari TKR, PRI, BPRI, Tentara Pelajar, Polisi
Istimewa, BBI, PTKR, maupun TKR laut dibawah komandan pertahanan Kota,
Soengkono. Pertempuran yang berlangsung sampai akhir November 1945 ini rakyat
Surabaya berhasil mempertahankan kota Surabaya dari gempuran Inggris walaupun
jatuh korban yang banyak dari pihak Indonesia. Oleh karena itu setiap
tanggal 10 November bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Hal ini
sebagai penghargaan atas jasa para pahlawan di Surabaya yang mempertahankan
tanah air Indonesia dari kekuasaan asing.
B. Pertempuran Ambarawa-Magelang
Pertempuran Ambarawa pada tanggal 20 November berakhir
tanggal 15 Desember 1945, antara pasukan TKR melawan pasukan inggris. Ambarawa
merupakan kota yang terletak antara kota Semarang dan magelang, serta Semarang
dan Salatiga. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh mendaratnya pasukan Sekutu
dari Divisi India ke-23 di Semarang pada tanggal 20 oktober 1945. Pemerintah
Indonesia memperkenankan mereka untuk mengurus tawanan perang yang berada di penjara
Ambarawa dan Magelang.
Kedatangan
pasukan Sekutu (Inggris) diikuti oleh pasukan NICA. Mereka mempersenjatai para
bekas tawanan perang Eropa, sehingga pada tanggal 26 Oktober 1945 terjadi
insiden di Magelang yang kemudian terjadi pertempuran antara pasukan TKR dengan
pasukan Sekutu. Insiden berakhir setelah Presiden Soekarno dan Brigadir
Jenderal Bethell datang ke Magelang pada tanggal 2 November 1945. Mereka
mengadakan perundingan gencatan senjata dan memperoleh kata sepakat yang
dituangkan da1am 12 pasal. Naskah persetujuan itu berisi antara lain:
1.
Pihak Sekutu akan tetap menempatkan pasukannya
di Magelang untuk melakukan kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi
pasukan Sekutu yang ditawan pasukan Jepang (RAPWI) dan Palang Merah (Red Cross)
yang menjadi bagian dari pasukan Inggris. Jumlah pasukan Sekutu dibatasi sesuai
dengan tugasnya.
2. Jalan raya
Ambarawa dan Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia dan Sekutu.
3. Sekutu tidak
akan mengakui aktivitas NICA dan badan-badan yang ada di bawahnya.
Terjadinya Pertempuran
Ambarawa
Pihak Sekutu temyata mengingkari janjinya. Pada
tanggal 20 November 1945 di pertempuran Ambarawa pecah
pertempuran antara TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto dan pihak
Sekutu. Pada tanggal 21 November 1945, pasukan Sekutu yang berada di Magelang
ditarik ke Ambarawa di bawah lindungan pesawat tempur. Namun, tanggal 22
November 1945 pertempuran berkobar di dalam kota dan pasukan Sekutu melakukan
terhadap perkampungan di sekitar Ambarawa. Pasukan TKR di Ambarawa bersama
dengan pasukan TKR dari Boyolali, Salatiga, dan Kartasura bertahan di kuburan
Belanda, sehingga membentuk garis medan di sepanjang rel kereta api yang
membelah kota Ambarawa.
Sedangkan dari arah Magelang pasukan TKR Divisi
V/Purwokerto di bawah pimpinan Imam Androngi melakukan serangan fajar pada
tanggal 21 November 1945. Serangan itu bertujuan untuk memukul mundur pasukan
Sekutu yang bertahan di desa Pingit. Pasukan yang dipimpin oleh Imam Androngi
herhasil menduduki desa Pingit dan melakukan perebutan terhadap desa-desa
sekitarnya. Batalion Imam Androngi meneruskan gerakan pengejarannya. Kemudian
Batalion Imam Androngi diperkuat tiga hatalion dari Yogyakarta, yaitu Batalion
10 di bawah pimpinan Mayor Soeharto, Batalion 8 di bawah pimpinan Mayor Sardjono,
dan batalion Sugeng.
Akhirnya musuh terkepung, walaupun demikian, pasukan
musuh mencoba untuk menerobos kepungan itu. Caranya adalah dengan melakukan
gerakan melambung dan mengancam kedudukan pasukan TKR dengan menggunakan
tank-tank dari arah belakang. Untuk mencegah jatuhnya korban, pasukan TKR
mundur ke Bedono. Dengan bantuan Resimen Dua yang dipimpin oleh M. Sarbini,
Batalion Polisi Istimewa yang dipimpin oleh Onie Sastroatmojo, dan batalion dari
Yogyakarta mengakibatkan gerakan musuh berhasil ditahan di desa Jambu. Di desa
Jambu, para komandan pasukan mengadakan rapat koordinasi yang dipimpin oleh
Kolonel Holland Iskandar.
Rapat itu menghasilkan pembentukan komando yang
disebut Markas Pimpinan Pertempuran, bertempat di Magelang. Sejak saat itu,
Ambarawa dibagi atas empat sektor, yaitu sektor utara, sektor timur, sektor
selatan, dan sektor barat. Kekuatan pasukan tempur disiagakan secara
bergantian. Pada tanggal 26 November 1945, pimpinan pasukan dari Purwokerto
Letnan Kolonel Isdiman gugur maka sejak saat itu Kolonel Sudirman Panglima
Divisi V di Purwokerto mengambil alih pimpinan pasukan. Situasi pertempuran
menguntungkan pasukan TKR.
Strategi Pertempuran
Ambarawa
Musuh terusir dari Banyubiru pada tanggal 5 Desember
1945. Setelah mempelajari situasi pertempuran, pada tanggal 11 Desember 1945
Kolonel Sudirman mengambil prakarsa untuk mengumpulkan setiap komandan sektor.
Dalam kesimpulannya dinyatakan bahwa musuh telah terjepit sehingga perlu dilaksanakan
serangan yang terakhir. Rencana serangan disusun sebagai berikut.
1. Serangan
dilakukan serentak dan mendadak dari semua sector.
2. Setiap
komandan sektor memimpin pelaksanaan serangan.
3. Pasukan
badan perjuangan (laskar) menjadi tenaga cadangan.
4. Hari serangan
adalah 12 Desember 1945, pukul 04.30.
Akhir dari Pertempuran Ambarawa terjadi pada tanggal
12 Desember 1945 dini hari, pasukan TKR bergerak menuju sasarannya
masing-masing. Dalam waktu setengah jam pasukan TKR berhasil mengepung pasukan
musuh yang ada di dalam kota. Pertahanan musuh yang terkuat diperkirakan di
Benteng Willem yang terletak di tengah-tengah kota Ambarawa. Kota Ambarawa
dikepung selama empat hari empat malam. Musuh yang merasa kedudukannya terjepit
berusaha keras untuk mundur dari medan pertempuran. Pada tanggal 15 Desember
1945, musuh meninggalkan kota Ambarawa dan mundur ke Semarang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada tanggal
25 oktober 1945 Brigade 49 dibawah pimpinan Brigadir Jenderal A W.S Mallaby
mendarat dipelabuhan tanjung perak Surabaya. Brigade ini merupakan bagian dari
devisi India ke-2, dibawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat
tugas melucuti tentara jepang dan menyelamatkan tawanan sekutu. Pasukan ini
berkekuatan 6000 personil dimana perwira-perwiranya kebanyakan orang-orang
inggrisdan prajuritnya orang-orang Gurkha dari Nepal yang telah berpengalaman
perang. Rakyat dan pemerintahan Jawa Timur di bawah pimpinan gubernur R.M.T.A
Suryo semula enggan menerima kedatangan Sekutu. Kemudian antara wakil-wakil
pemerintahan RI dan Brigjen AW.S Mallaby mengadakan pertemuan yang menghasilkan
kesepakatan sebagai berikut.
1.
Inggris berjanji mengikut sertakan
Angkatan Perang Belanda
2.
Disetujui kerjasama kedua belah
pihak untuk menjamin keamanan dan ketentraman
3.
Akan dibentuk kontak biro agar kerja
sama berjalan lancar
4.
Inggris hanya akan melucuti senjata
jepang
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan
untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.artikelsiana.com/2014/08/pertempuran-pertempuran-dalam.html
Post a Comment for "pertempuran surabaya, ambarawa dan magelang"