Riba
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Riba
merupakan pendapatan yang di peroleh secara tidak adil. Riba telah berkembang
sejak zaman jahiliyah hingga sekarang ini. Sejak itu banyaknya masalah-masalah
ekonomi yang terjadi di masyarakat dan telah menjadi tradisi bangsa arab
terhadap jual beli maupun pinjam-meminjam barang dan jasa. Sehingga sudah
mendarah daging, bangsa arab memberikan pinjaman kepada seseorang dan memungut
biaya jauh di atas dari pinjaman awal yang di berikan kepada peminjam akibatnya
banyaknya orang lupa akan larangan riba.
Sejak
datangnya Islam di masa Rasullullah saw. Islam telah melarang adanya riba.
Karena sudah mendarah daging, Allah SWT melarang riba secara bertahap. Allah
SWT melaknat hamba-hambanya bagi yang melakukan perbuatan riba. Perlu adanya
pemahaman yang luas, agar tidak terjerumus dalam Riba. Karena Riba
menyebabkan tidak terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Riba
Riba berarti
menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat
pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang
dibebankan kepada peminjam[1].
Riba secara
bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga
berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.
Ada beberapa
pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang
menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi
jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam[2].
Dalam Islam,
memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram.
Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 :“...padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... .”
B.
Hukum Riba
Riba, hukumnya berdasar Kitabullah, sunnah Rasul-Nya dan ijma’ umat
Islam:
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
permaklumkanlah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kami tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS Al-Baqarah: 278-279).
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila.” (QS Al-Baqarah: 275).
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah.” (QS Al-Baqarah:
276).
Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda, “Jauhilah tujuh hal yang
membinasakan.” Para sahabat bertanya, “Apa itu, ya Rasulullah?” Jawab Beliau,
“(Pertama) melakukan kemusyrikan kepada Allah, (kedua) sihir, (ketiga) membunuh
jiwa yang telah haramkan kecuali dengan cara yang haq, (keempat) makan riba,
(kelima) makan harta anak yatim, (keenam) melarikan diri pada hari pertemuan
dua pasukan, dan (ketujuh) menuduh berzina perempuan baik-baik yang tidak tahu
menahu tentang urusan ini dan beriman kepada Allah.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul
Bari V: 393 no: 2766, Muslim I: 92 no: 89, ‘Aunul Ma’bud VIII: 77 no: 2857 dan
Nasa’i VI: 257).
Dari Jabir ra, ia berkata. “Rasulullah saw melaknat pemakan riba,
pemberi makan riba, dua saksinya dan penulisnya.” Dan Beliau bersabda, “Mereka
semua sama.” (Shahih: Mukhtasar Muslim no: 955, Shahihul Jami’us Shaghir no:
5090 dan Muslim III: 1219 no: 1598).
Dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Nabi saw bersabda, “Riba itu mempunyai tujuh
puluh tiga pintu, yang paling ringan (dosanya) seperti seorang anak menyetubuhi
ibunya.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3539 dan Mustadrak Hakim II:
37).
Dari Abdullah bin Hanzhalah ra dari Nabi saw bersabda, “Satu Dirham
yang riba dimakan seseorang padahal ia tahu, adalah lebih berat daripada tiga
puluh enam pelacur.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3375 dan al-Fathur
Rabbani XV: 69 no: 230).
Dari Ibnu Mas’ud ra dari Nabi saw, Beliau bersabda, “Tak seorang pun
memperbanyak (harta kekayaannya) dari hasil riba, melainkan pasti akibat
akhirnya ia jatuh miskin.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 5518 dan Ibnu
Majah II: 765 no: 2279).
C. Macam-Macam
Riba
Menurut para
fiqih, riba dapat dibagi menjadi 4 macam bagian, yaitu sebagai berikut :
1.
Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang
sama jenisnya dengan kwalitas berbeda yang disyaratkan oleh orang
yang menukarkan. contohnya tukar menukar emas dengan emas,perak dengan perak,
beras dengan beras dan sebagainya.
2.
Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum
ditimbang dan diterima, maksudnya : orang yang membeli suatu barang, kemudian
sebelum ia menerima barang tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada
orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab jual beli masih dalam
ikatan dengan pihak pertama.
3.
Riba Nasi’ah yaitu
riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang disebabkan memperhitungkan
waktu yang ditangguhkan. Contoh : Aminah meminjam cincin 10 Gram pada
Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas
sebesar 12 gram, dan apa bila terlambat 1 tahun, maka tambah 2 gram lagi, menjadi
14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.
4.
Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan
syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang yang meminjami/mempiutangi.
Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada
Adi. Adi mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya
kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
D.
Dampak dan Hikmah Pelarangan Riba
Riba dapat berdampak buruk terhadap:
·
Pribadi seseorang
·
Kehidupan masyarakat
·
Ekonomi
Akibat-akibat buruk yang di jelaskan para ekonom muslin dan non-muslim, di
antaraya:
Ø Riba merusak
sumber daya manusia
Ø Riba
merupakan penyebab utama terjadinya Inflasi
Ø Riba
menghambat lajunya pertumbuhan ekonomi
Ø Riba
menciptakan kesenjangan social
Ø Riba Faktor
utama terjadinya krisis Ekonomi Global
Dampak Riba Pada Ekonomi
Riba (bunga)
menahan pertumbuhan ekonomi dan membahayakan kemakmuran nasional serta
kesejahteraan individual dengan cara menyebabkan banyak terjadinya distrosi di
dalam perekonomian nasional seperti inflasi, pengangguran, distribusi kekayaan
yang tidak merata, dan resersi.·
Bunga
menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi. Ia mendorong orang melakukan
penimbunan (hoarding) uang, sehingga memengaruhi peredaranya diantara sebagian
besar anggota masyarakat[3].
Ia juga menyebabkan timbulnya monopoli, kertel serta konsentrasi kekayaan di
tangan sedikit orang. Dengan demikian, distribusi kekayaan di dalam masyarakat
menjadi tidak merata dan celah antara si miskin dengan si kaya pun melebar.
Masyarakat pun dengan tajam terbagi menjadi dua kelompok kaya dan miskin yang
pertentangankepentingan mereka memengaruhi kedamaian dan harmoni di dalam
masyarakat. Lebih lagi karna bunga pula maka distorsi ekonomi seperti resesi,
depresi, inflasi dan pengangguran terjadi.
Investasi
modal terhalang dari perusahaan-perusahaan yang tidak mampu menghasilkan laba
yang sama atau lebih tinggi dari suku bunga yang sedang berjalan, sekalipun
proyek yang ditangani oleh perusahaan itu amat penting bagi negara dan bangsa.
Semua aliran sumber-sumber finansial di dalam negara berbelok ke arah
perusahaan-perusahaan yang memiliki prospek laba yang sama atau lebih tinggi
dari suku bunga yang sedang berjalan, sekaliun perusahaan tersebut tidak atau
sedikit saja memiliki nilai sosial.·
Riba (bunga)
yang dipungut pada utang internasional akan menjadi lebih buruk lagi karena
memperparah DSR (debt-service ratio) negara-negara debitur. Riba (bunga) itu
tidak hanya menghalangi pembangunan ekonomi negara-negara miskin, melainkan
juga menimbulkan transfer sumber daya dari negara miskin ke negara kaya. Lebih
dari itu, ia juga memengaruhi hubungan antara negara miskin dan kaya sehingga
membahayakan keamanan dan perdamaian internasional.
Lima alasan diharamkannya riba
Pertama;
pemakan riba akan dihinakan dihadapan seluruh makhluk, yaitu ketika ia
dibangkitkan dari kuburnya, ia dibangkitkan bagaikan orang kesurupan lagi gila.
Kedua;
pemegasan bahwa riba diharamkan olh allah ta’ala, sehingga tidak termasuk
kedalamperniagaan yang nyata-nyata dihalalkan.
Ketiga;
ancaman bagi orang yang tetap menjalankan praktik riba setelah datang kepadanya
penjelasan dan setelah ia mengetahui bahwa riba diharamkan dalam syari’at
islam, akan dimasukkan keneraka.
Ke
empat; Allah ta’ala mensipati pemakan riba adalah sebagai’’ orang yang
senantiasa berbuat kekafiran atau ingkar, dan selalu berbuat dosa.
Kelima;
Allah menjadikan perbuatan meninggalkan riba sebagai bukti akan keimanan
seseorang, dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang tatap memekan riba
berarti iman nya cacat dan tidak sempurna[4].
E.
Bunga Bank
Bunga bank sendiri dapat diartikan berupa ketetapan nilai mata uang
oleh bank yang memiliki tempo/tenggang waktu, untuk kemudian pihak bank
memberikan kepada pemiliknya atau menarik dari si peminjam sejumlah bunga
(tambahan) tetap sebesar beberapa persen, seperti lima atau sepuluh persen.
Dengan kata lain bunga bank adalah sebuah system yang diterapkan oleh
bank-bank konvensional (non Islam) sebagai suatu lembaga keuangan
yangmana fungsi utamanya menghimpun dana untuk kemudian disalurkan kepada yang
memerlukan dana (pendanaan), baik perorangan maupun badan usaha, yang berguna
untuk investasi produktif dan lain-lain.
Bunga bank ini termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam
ajaran Islam. Bedanya riba dengan bunga/rente (bank) yakni riba adalah untuk
pinjaman yang bersifat konsumtif, sedangkan bunga/rente (bank) adalah untuk
pinjaman yang bersifat produktif. Namun demikian, pada hakikatnya baik riba,
bunga/rente atau semacamnya sama saja prakteknya, dan juga memberatkan bagi
peminjam.
Maka dari itu solusinya adalah dengan mendirikan bank Islam. Yaitu
sebuah lembaga keuangan yang dalam menjalankan operasionalnya menurut atau
berdasarkan syari’at dan hukum Islam. Sudah barang tentu bank Islam tidak memakai
system bunga, sebagaimana yang digunakan bank konvensional. Sebab system
atau cara seperti itu dilarang oleh Islam.
Sebagai pengganti system bunga tersebut, maka bank Islam menggunakan
berbagai macam cara yang tentunya bersih dan terhindar dari hal-hal yang
mengandung unsur riba. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Wadiah
(titipan uang, barang, dan surat berharga atau deposito). Bisa diterapkan oleh
bank Islam dalam operasionalnya menghimpun dana dari masyarakat, dengan cara
menerima deposito berupa uang, barang dan surat-surat berharga sebagai amanah
yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank Islam. Bank berhak menggunakan dana
yang didepositokan itu tanpa harus membayar imbalannya tetapi bank harus
menjamin bisa mengembalikan dana itu kepada waktu pemiliknya membutuhkan
2.
Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar
perjanjian profit and loss sharing).dengan cara ini, bank Islam dapat
memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya baik besar
maupun kecil dengan perjanjian bagi hasil dan rugi yang perbandingannya sama
sesuai dengan perjanjian, misalnya fifty-fifty. Dalam mudharabah ini,
bank tidak mencapuri manajeman perusahaan.
3.
Musyarakah/ syirkah (persekutuhan). Di bawah kerja sama cara ini, pihak bank dan pihak
perngusaha mempunyai peranan (saham) pada usaha patungan (joint venture.)
karena itu, kedua belah pihak berpartisipasi mengelola usaha patungan ini dan
menanggung untung ruginya bersama atas dasar perjanjian tersebut.
4.
Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atas dasar
harga pembelian yang pertama secara jujur). Dengan cara ini, orang pada
hakikatnya ingin merubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam meminjam menjadi
transaksi jual beli (lending activity menjadi sale and purchase transaction).
Dengan system ini, bank bias membelikan/menyediakan barang-barang yang
diperlukan oleh pengusaha untuk dijual lagi, dan bank minta tambahan harga (cost
plus) atas harga pembelinya. Syarat bisnis dengan murabahah ini
ialah si pemilik barang dalam hal ini bank harus memberi informasi yang
sebenarnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersihnya (profit
margin) daripada cost plus-nya itu.
5.
Qargh Hasan (pinjaman yang baik atau bernevolent loan). Bank Islam dapat
memberikan pinjaman tanpa bunga (benevolent loan) kepada para nasabah
yang baik, terutama nasabah yang punya deposito di bank Islam itu sebagai salah
satu service dan penghargaan bank kepada para deposan, karena deposan
tidak menerima bunga atas depositonya dari bank Islam.
6.
Bank Islam juga dapat menggunakan
modalnya dan dana yang terkumpul untuk investasi langsung dalam berbagai bidang
usaha yang profitable. Dalam hal ini, bank sendiri yang melakukan manajemennya
secara langsung, berbeda dengan investasi patungan, maka manajemennya dilakukan
oleh bank bersama partner usahanya dengan perjanjian profit and loss sharing.
7.
Bank Islam boleh pula mengelola
zakat di Negara yang pemerintahnya tidak mengelola zakat secara langsung. Dan
bank juga dapat menggunakan sebagian zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek
yang produktif, yang hasilnya untuk kepentingan agama dan umum.
8.
Bank Islam juga boleh memungut dan
menerima pembayaran untuk :
a.
Mengganti biaya-biaya yang
langsung dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan pekerjaan untuk kepetingan
nasabah, misalnya biaya telegram, telpon, telex dalam memindahkan atau
memberitahukan rekening nasabah dan sebagainya.
b.
Membayar gaji para karyawan bank
yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, dan untuk sarana dan
prasarana yang disediakan oleh bank, dan biaya administrasi pada umumnya.
Kedudukan
atau Dasar Hukum Riba Dalam Al-Qur’an
Q.S. Al-Baqarah: 275
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا
كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى
فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ
النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (٢٧٥
Artinya : “Orang-orang
yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. Yang demikian itu karena mereka
berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapatkan peringatan dari
Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi
miliknya, dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa yang mengulangi
(mengambil riba), maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
(Q.S. Al-Baqarah: 275)
Q.S. Al-Baqarah: 278
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
(٢٧٨
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman.” (Q.S.
Al-Baqarah: 278)
Q.S. Ali Imran : 130
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا
تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ (١٣٠
Artinya : “Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Q.S. Ali Imran : 130 )
Kedudukan
atau Dasar Hukum Riba Dalam Hadis
Di dalam Sunnah, Nabi Muhammad saw
دِرْهَمُ رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ
وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ زِنْيَةً
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu
adalah riba), maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).
الرِبَا ثَلاثَةٌ
وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ, وَإِنَّ
أَرْبَى الرِّبَا عَرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمَ
“Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang yang paling ringan seperti seorang
laki-laki yang menzinai ibunya, dan sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu
kehormatan seorang muslim”. (HR Ibn Majah).
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ,
وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba,
penulisnya, dan dua orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim)
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Riba merupakan pendapatan yang di
peroleh secara tidak adil. Riba telah berkembang sejak zaman jahiliyah hingga
sekarang ini. Sejak itu banyaknya masalah-masalah ekonomi yang terjadi di
masyarakat dan telah menjadi tradisi bangsa arab terhadap jual beli maupun pinjam-meminjam
barang dan jasa. Sehingga sudah mendarah daging, bangsa arab memberikan
pinjaman kepada seseorang dan memungut biaya jauh di atas dari pinjaman awal
yang di berikan kepada peminjam akibatnya banyaknya orang lupa akan larangan
riba.
B.
Saran
Demikianlah yang
dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam makalah ini,
tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan
kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah
ini Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik
saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada penulis. Aamiin
DAFTAR
PUSTAKA
Yusuf Al Qaradhawi. Haruskah
Hidup dengan Riba. Mesir: Darul Ma'arif, 1991, hml.60.
Prof. DR Muhammad Abu
Zahrah. Beberapa Pembahasan Mengenai Riba. Teluk Betung: Zaid Suhaili.
Sudarsono, Heri, Bank
Dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia. 2003
Rifa’i. Moh, Ilmu fiqih
islam lengkap. Semarang : PT. Karya Toha Putra, 1978
Capra, Umar, Al-Qur’an
menuju system moneter yang adil, Yogyakarta : Dana Bhakti Prima yasa, 1997
Ridwan, Mohammad,
Manajemen Baitul maal Wa Tamwil, Yogyakarta : UII Press, 2004
Zuhri, Muh, Riba dalam
Al-qur’an dan masalah perbankan (sebuah tilikan antisipatif), Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada, 1996.hal.199
Muhammad Ghafur W,
Memahami bunga dan Riba Ala Muslim Indonesia, Biruni Press, 2008.
[2] Prof. DR Muhammad Abu
Zahrah. Beberapa Pembahasan Mengenai Riba. Teluk Betung: Zaid Suhaili,
hal.41
[4] Zuhri, Muh, Riba dalam
Al-qur’an dan masalah perbankan (sebuah tilikan antisipatif), Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada, 1996.hal.199
Post a Comment for "Riba"