Peranan Wanita Karir
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Merupakan
hal lumrah, ketika Anda memilih untuk bekerja menjadi seorang wanita karir.
Namun terkadang, respon yang diberikan oleh lingkungan sekitar Anda tak semulus
yang dibayangkan.
Demikian
pula dengan pilihan Anda untuk menjadi seorang wanita karir. Sebelum Anda
mantap untuk menjalani profesi tersebut, tentunya dipenuhi pula dengan
pertimbangan-pertimbangan terkait, baik internal maupun eksternal. Atau istilah
familiarnya yakni, sisi positif dan negatifnya.
Perkembangan
dunia dan pengalaman menyajikan hal yang lain untuk perempuan. Jaminan untuk
sukses secara finansial, diakui eksistensi dan menyandang predikat mandiri
mengharuskan perempuan menjemput impian dengan belajar ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi, mendapatkan pekerjaan yang prestise dan mendapat posisi yang
tinggi dalam dunia pekerjaan. Hal ini selanjutnya memberikan predikat kepada
perempuan yang memiliki pekerjaan dengan gelar “wanita karier”[1].
Segala jenis
pekerjaan bisa ditempati oleh para kaum hawa dari pekerjaan yang mengerahkan
pemikiran sampai pekerjaan yang mendahulukan otot. Disisi lain ada perempuan
yang ingin menjadi ibu rumah tangga tapi ketika masalah finansial menghadang
keberlangsungan hidup berumah tangga dan mengharuskan perempuan ikut mengais
rezeki dengan segala upaya menjadikan perempuan keluar rumah dan bekerja.
Permasalahan
muncul ketika ibu rumah tangga tersebut memiliki waktu yang lebih banyak untuk
pekerjaan atau anak tidak dapat diperhatikan atau memiliki penghasilan yang
lebih tinggi yang akhirnya berdampak pada perceraian yang dibenci oleh Allah.
Melalui makalah ini saya ingin memberikan sedikit gambaran mengenai wanita
karier dalam pandangan Islam yang disertai berbagai pendapat serta solusi
terhadap wanita karier agar ketika wanita
tersebut memiliki keputusan akhir untuk tetap menjadi wanita karier maka
akan tetap memperdulikan keluarga.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah
1. Apakah
definisi wanita karir?
2. Bagaimana
dampak positif dan dampak negatif wanita berkarir?
3. Bagaimana
wanita karir dalam perspektif Islam?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui dampak negatif wanita berkarir
2. Untuk
mengetahui dampak positif dan dampak negatif wanita berkarir
3. Untuk
mengetahui wanita karir dalam perspektif Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Wanita Karir
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1988) karis berasal dari karier
(Belanda) yang berarti pertama, perkembangan dan kemajuan dalam
kehidupan, pekerjaan dan jabatan. Kedua, pekerjaan yang memberikan
harapan untuk maju. Selain itu kata karir selalu dihubungkan dengan tingkat
atau jenis pekerjaan seseorang. Wanita karir berarti wanita yang berkecimpung
dalam kegiatan profesi (usaha dan perusahaan).
Pengertian
wanita karir sebagaimana dirumuskan diatas, nampaknya tidak identik dengan
“wanita pekerja”. Menurut Omas Ihromi, wanita pekerja adalah mereka yang hasil
karyannya akan mendapat imbalan uang. Meskipun imbalan tersebut tidak langsung
diterimanya. Ciri-ciri dari wanita pekerja inilah ditekankan pada hasil berupa
imbalan keuangan, pekerjaannya tidak harus ikut dengan orang lain ia bisa
bekerja sendiri yang terpenting dari hasil pekerjaannya menghasilkan uang dan
kedudukannya bisa lebih tinggi dan lebih rendah dari wanita karir, seperti
wanita yang terlibat dalam perdagangan.
Dengan
demikian dapat dirumuskan bahwa “wanita karir” adalah wanita yang menekuni
sesuatu atau beberapa pekerjaan yang dilandasi oleh keahlian tertentu yang
dimilikinya untuk mencapai suatu kemajuan dalam hidup, pekerjaan, atau jabatan[2].
B.
Dampak
positif dan negatif wanita karir:
Terjunya
wanita dalam dunia perekonomian/karir, banyak membawa pengaruh terhadap segala
aspek kehidupan, baik kehidupan pribadi dan keluarga, maupun kehidupan
masyarakat sekitarnya. Hal ini dapat menimbulkan dampak positif dan negatif.
a.
Adapun dampak positif antara lain:
§
Dengan berkarir, wanita dapat
membantu meringankan beban keluarga yang tadinya hanya dipikul suami yang
mungkin kurang memenuhi kebutuhan, tetapi dengan adanya wanita ikut berkiprah
dan mencari nafkah, maka krisis ekonomi dapat diatasi.
§
Dengan berkarir, wanita dapat
memberikan pengertian dan penjelasan kepada keluarganya, utamanya kepada
putra-putrinya tentang kegiatan-kegiatan yang diikutunya, sehingga jika sukses
dan berhasil dalam karirnya putra-putrinya akan bangga dan gembira, bahkan
menjadikan ibunya sebagai panutan dan suri teladan bagi masa depanya.
§
Dalam memajukan dan mensejahterakan
masyarakat dan bangasa di perlukan partisipasi serata keikutsertaan kaum
wanita, karena dengan segala potensinya wanita mampu dalam hal ini, bahkan ada
pekerjaan yang tidak bisa dilaksanakan oleh pria dapat berhasil ditangani oleh
wanita, baik karena keahlianya maupun karena bakatnya.
§
Dengan berkarir, wanita dalam
mendidik anaknya pada umumnya lebih bijaksana, demokratis dan tidak otoriter,
sebab dengan karirnya itu bisa memiliki pola pikir yang moderat.
§
Dengan berkarir, wanita yang
menghadapi kemelut dalam rumah tanggganya atau sedang mendapat gangguan jiwa,
akan terhibur dan jiwanya akan menjadi sehat. Dengan berkarir, sorang wanita
akan disibukkan dengan aktivitas yang membuatnya lupa pada masalah-maslah yang
dihadapinya[3].
b.
Dampak negatifnya adalah:
§
Terhadap anak, wanita yang hanya
menggutamakan karirnya akan berpengaruh pada pembinaan dan pendidikan anak-anak
maka tidak aneh kalau banyak terjadi hal-hal yang tidak di harapkan. Hal ini
harus diakui sekalipun tidak bersifat menyeluruh bagi setiap individu yang berkarir.
§
Terhadap suami, di balik kebanggan
suami yang mempunyai isteri wanita karir yang maju, aktif dan kreatif, pandai
dan dibutuhakn masyarakat tidak mustahil menemui persoalan-persoalan dengan
isterinya.
§
Terhadap rumah tangga, kadang-kadang
rumah tangga berantakan di sebabkan oleh kesibukan ibu rumah tangga sebagai
wanita karir yang waktunya banyak tersedia oleh pekerjaanya di luar rumah.
§
Terhadap kaum laki-laki, laki-laki
banyak menggangur adanya wanita karir, kaum laki-laki tidak memperoleh kesempatan
untuk bekerja, karena jatahnya telah direnggut atau di rampas kaum wanita.
§
Terhadap masyarakat. Wanita karir
yang kurang memperdulikan segi-segi normative dalam pergaulan dengan lain jenis
dalam lingkungan pekerjaan atau dalam kehidupan sehari-hari akan mnimbulkan
dampak negatif terhadapkehidupan suatu masyarakat.
§
Wanita lajang yang mementingkan
karirnya kadang bisa menimbulkan budaya “nyeleneh” nyaris meninggalkan
kodratnya sebagai kaum hawa, yang pada akhirnya mencuat pada budaya “lesbi atau
kumpul kebo”.
C. Karir Wanita
dalam Perspektif Islam
Sebenarnya,
usaha (kiprah) kaum wanita cukup
luas meliputi berbagai bidang,
terutama yang berhubungan dengan dirinya sendiri, yang diselaraskan dengan
Islam, dalam segi akidah, akhlak dan masalah yang tidak menyimpang dari apa
yang sudah digariskan atau ditetapkan oleh Islam.
Allah Ta’ala
menciptakan laki-laki dan wanita dengan karakteristik yang berbeda. Secara
alami (sunnatullah), laki-laki memiliki otot-otot yang kekar, kemampuan untuk
melakukan pekerjaan yang berat, pantang menyerah, sabar dan lain-lain. Cocok
dengan pekerjaan yang melelahkan dan sesuai dengan tugasnya yaitu menghidupi
keluarga secara layak.
Sedangkan
bentuk kesulitan yang dialami wanita yaitu: Mengandung, melahirkan, menyusui,
mengasuh dan mendidik anak, serta menstruasi yang mengakibatkan kondisinya
labil, selera makan berkurang, pusing-pusing, rasa sakit di perut serta
melemahnya daya pikir, sebagaimana disitir di dalam Al-Qur’an , “Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapanya; Ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya
dalam dua tahun”[4].
Ketika dia
melahirkan bayinya, dia harus beristirahat, menunggu hingga 40 hari atau 60
hari dalam kondisi sakit dan merasakan keluhan yang demikian banyak, tetapi
harus dia tanggung juga. Ditambah lagi masa menyusui dan mengasuh yang
menghabiskan waktu selama dua tahun. Selama masa tersebut, si bayi menikmati
makanan dan gizi yang dimakan oleh sang ibu, sehingga mengurangi staminanya.
Oleh karena itu, Dienul Islam menghendaki agar wanita melakukan pekerjaan/karir
yang tidak bertentangan dengan kodrat kewanitaannya dan tidak mengungkung
haknya di dalam bekerja, kecuali pada aspek-aspek yang dapat menjaga kehormatan
dirinya, kemuliaannya dan ketenangannya serta menjaganya dari pelecehan dan
pencampakan.
Dienul Islam
telah menjamin kehidupan yang bahagia dan damai bagi wanita dan tidak membuatnya
perlu untuk bekerja di luar rumah dalam kondisi normal. Islam membebankan ke
atas pundak laki-laki untuk bekerja dengan giat dan bersusah payah demi
menghidupi keluarganya.
Maka, selagi
si wanita tidak atau belum bersuami dan tidak di dalam masa menunggu (‘iddah)
karena diceraikan oleh suami atau ditinggal mati, maka nafkahnya dibebankan ke
atas pundak orangtuanya atau anak-anaknya yang lain, berdasarkan perincian yang
disebutkan oleh para ulama fiqih kita.
Bila si
wanita ini menikah, maka sang suamilah yang mengambil alih beban dan tanggung
jawab terhadap semua urusannya. Dan bila dia diceraikan, maka selama masa
‘iddah (menunggu) sang suami masih berkewajiban memberikan nafkah, membayar
mahar yang tertunda, memberikan nafkah anak-anaknya serta membayar biaya
pengasuhan dan penyusuan mereka, sedangkan si wanita tadi tidak sedikit pun
dituntut dari hal tersebut. Selain itu, bila si wanita tidak memiliki orang
yang bertanggung jawab terhadap kebutuhannya, maka negara Islam yang
berkewajiban atas nafkahnya dari Baitul Mal kaum Muslimin.
Sebenarnya
Islam tidak pernah mensyariatkan untuk mengurung wanita di dalam rumah. Tidak
seperti yang banyak dipahami orang.
Lihatlah
bagaimana Rasulullah SAW melarang orang yang melarang wanita mau datang ke
masjid.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda: “Janganlah kamu mencegah perempuan-perempuan untuk pergi ke
Masjid, sedangkan rumah mereka itu lebih baik bagi mereka”[5].
Dari Abdullah Bin Umar dia berkata, Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Apabila salah seorang perempuan di
antara kamu minta izin (untuk berjama’ah di masjid) maka janganlah
mencegahnya”.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dia berkata,
sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kamu
mencegah kaum wanita untuk pergi ke
masjid, tetapi hendaklah mereka keluar tanpa wangi-wangian.”[6].
Padahal di
masjid sudah bisa dipastikan banyak orang laki-laki. Dan perjalanan dari rumah
ke masjid serta begitu juga kembalinya, pasti akan bertemu dengan lawan jenis
yang bukan mahram.
Bahkan
masjid Nabawi di masa Rasulullah SAW tidak ada hijabnya. Tidak seperti masjid
kita di zaman sekarang ini yang ada tabir penghalangnya. Di masa kenabian,
posisi jamaah laki-laki dan jamaah wanita hanya dipisahkan tempatnya saja. Shaf
laki-laki di bagian depan dan shaf wanita di bagian belakang. Anak kecil yang
laki di belakang shaf laki dan anak kecil perempuan berada di shaf terdepan
dari shaf perempuan. Dan tidak ada kain, tembok, tanaman atau penghalang apapun
di antara barisan laki dan perempuan.
Jadi kalau
dikatakan bahwa wanita itu haram keluar rumah, harus lebih banyak dikurung di
dalamnya, rasanya tidak sesuai dengan apa yang terjadi di masa Rasulullah SAW
dan salafus-shalih. Boleh dibilang mengurung wanita di dalam rumah adalah
sebuah perkara bid’ah yang sesat.
Dalam hal
kepemimpinan dan politik, wanita tidak dibenarkan menjadi pemimpin laki-laki.
Para pendukung emansipasi wanita menuduh ketentuan ini sebagai diskriminasi
berdasarkan gender, dan oleh demokrasi barat dianggap sebagai hal yang
melanggar hak asasi manusia. Hal ini disandarkan pada firman Allah yang
artinya: “Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka
(laki-laki)atas bagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian harta mereka.”
Kaum
laki-laki adalah qauwamuna ‘alan nisa’,
pemimpin, pemelihara dan pendidik bagi kaum wanita. Bukan sebaliknya laki-laki
dipimpin, dikuasai dan disantuni olah wanita yang mempunyai kekurangan akal dan
ibadah. Sudah selayaknya yang memiliki kelebihan dan kesempurnaan menyantuni
dan menyayangi yang lemah dan kekurangan. Demikian pula yang kaya harus
menolong si miskin dan orang yang mampu membantu yang tidak mampu. Dengan
kelebihan ini tepatlah jika laki-laki sebagai pemimpin.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan,
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dampak negatif dan dampak posirif dari
wanita berkarir yaitu:
1. Wanita
karir adalah wanita yang menekuni sesuatu atau beberapa pekerjaan yang
dilandasi oleh keahlian tertentu yang dimilikinya untuk mencapai suatu kemajuan
dalam hidup, pekerjaan, atau jabatan.
2.
Dampak positif antara lain:
§
Dengan berkarir, wanita dapat
membantu meringankan beban keluarga yang tadinya hanya dipikul suami yang
mungkin kurang memenuhi kebutuhan, tetapi dengan adanya wanita ikut berkiprah
dan mencari nafkah, maka krisis ekonomi dapat diatasi.
§
Dengan berkarir, wanita dapat
memberikan pengertian dan penjelasan kepada keluarganya, utamanya kepada
putra-putrinya tentang kegiatan-kegiatan yang diikutunya, sehingga jika sukses
dan berhasil dalam karirnya putra-putrinya akan bangga dan gembira, bahkan
menjadikan ibunya sebagai panutan dan suri teladan bagi masa depanya.
c.
Dampak negatifnya adalah:
§
Terhadap anak, wanita yang hanya
menggutamakan karirnya akan berpengaruh pada pembinaan dan pendidikan anak-anak
maka tidak aneh kalau banyak terjadi hal-hal yang tidak di harapkan. Hal ini
harus diakui sekalipun tidak bersifat menyeluruh bagi setiap individu yang
berkarir.
§
Terhadap suami, di balik kebanggan
suami yang mempunyai isteri wanita karir yang maju, aktif dan kreatif, pandai
dan dibutuhakn masyarakat tidak mustahil menemui persoalan-persoalan dengan
isterinya.
B.
Saran
Semoga makalah yang menyajikan mengenai
penjelasan peran ganda wanita dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca dan
pada pembaca untuk memahami dan menulusuri lebih jauh bahwa peran seorang
wanita di era modern sekarang ini telah berkembang, tidak hanya peran sebagai
ibu rumah tangga namun telah berkembang menjadi peran sebagai wanita karir
(bekerja).
DAFTAR PUSTAKA
Amini, Ibrahim. 1988. Bimbingan
Islam untuk Kehidupan Suami Istri. Bandung: Anggota
IKAPI.
Abdurrahman, Abu Muhammad Jibril. 1999. Karakteristik Lelaki Shalih. Yogyakarta:
Wihdah Press
Asraf, Abu Muhammad. 2009. Curhat Pernikahan. Bandung: Pustaka Rahmat
Hasan, M. Ali. 1998. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum
Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Harun, Fatmawati. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi
perempuan bekerja dan kesejahteraan keluarga. Studi kasus
perempuan karir di Makassar. [skripsi]. Bogor [ID]: Departemen IKK, FEMA, IPB.
Ihromi, T-O.(ed). 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Weiner, Myron. 1980. Modernisasi Dinamika Pertumbuhan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
[1] Weiner,
Myron, Modernisasi Dinamika Pertumbuhan,
Yogyakarta,1980,hlm.41.
[2] Ibrahim Amini, Bimbingan Islam untuk Kehidupan Suami Istri (Bandung:
Anggota IKAPI, 1988), hlm. 114
[3] Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta,1999.hlm.25.
[4] M. Hasan Ali, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah pada Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 193
[5] HR
Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah dan lafadz ini dari Abu Dawud.
[6] HR Abu
Dawud
Post a Comment for "Peranan Wanita Karir"