Periode kemunduran dinasti abbasyiah
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Roda kepemimpinan tidak selalu di kendalikan oleh
orang atau sekelompok orang. Oleh karena itu, sering kali terjadi
perubahan tatanan dalam suatu kepemimpinan yang menganggap bahwa perombakan
adalah salah satu jalan untuk meraih kesejatian dalam kepemimpinan tersebut.
Yang pasti adalah untuk meraih suatu kebaikan maka juga harus ditempuh melalui
jalur yang baik pula.
Agama Islam yang dalam hal ini memberikan corak
kepemimpinan yang disebut sebagai khalifah tentunya memiliki tawaran tersendiri
yang memang dianggap pas untuk menjadi penengah di dunia Islam. Salah satu
potensi yang dimiliki oleh orang-orang Islam yang menjadikan Al-Qur’an sebagai
pedoman adalah, Islam betul-betul mampu menawarkan pemecahan yang damai terhadap
segala penyakit sosial. Kedua, mampu menyediakan kesempatan dalam spectrum.
Daulat Bani Abbas yang terbentuk pada tahun 132 H
(750 M) s.d. 656 H (1258 M) juga berangkat dari dasar lalu menciptakan pola
pembangunan bangsa hingga mencapai puncak kejayaannya. Lalu pada babakan
selanjutnya mengalami kemunduran hingga mengalami keruntuhan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Masa Disintegrasi Dinasti Abbasyiah
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan
peradaban dan kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu,
provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa
Bani Abbas, dengan berbagai cara di antaranya pemberontakan yang dilakukan oleh
pemimpin lokal dan mereka berhasil memperoleh kemerdekaan penuh.
Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai
terjadi di akhir zaman Bani Umayyah.
Akan tetapi berbicara tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan
terlihat perbedaan antara pemerintahan Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani
Abbas. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa
keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Hal ini tidak seluruhnya benar untuk
diterapkan pada pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah
diakui diSpanyol dan
seluruh Afrika Utara,
kecuali Mesir yang
bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam
kenyataannya, banyak daerah tidak dikuasai khalifah. Secara riil, daerah-daerah
itu berada di bawah kekuasaan gubernur-gubernur provinsi bersangkutan.
Hubungannya dengan khilafah ditandai dengan pembayaran pajak.
Ada kemungkinan bahwa para khalifah Abbasiyah sudah cukup
puas dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan
pembayaran upeti itu. Alasannya adalah:
1.
Mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk
membuat mereka tunduk kepadanya,
2.
Penguasa Bani Abbas lebih menitik beratkan
pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi.
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan
peradaban dan kebudayaan Islam daripada persoalan politik itu,
provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa
Bani Abbas. Ini bisa terjadi dalam salah satu dari dua cara:
1.
Seorang pemimpin lokal memimpin suatu
pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulah Bani Umayyah di Spanyol dan Bani Idrisiyyah diMarokko.
2.
Seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur
oleh khalifah,
kedudukannya semakin bertambah kuat, seperti daulah Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyyah di Khurasan.
Kecuali Bani Umayyah di Spanyol dan Bani Idrisiyyah di
Marokko, provinsi-provinsi itu pada mulanya tetap patuh membayar upeti selama
mereka menyaksikan Baghdad stabil dan khalifah mampu mengatasi
pergolakan-pergolakan yang muncul. Namun pada saat wibawa khalifah sudah
memudar mereka melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad. Mereka bukan saja
menggerogoti kekuasaan khalifah, tetapi beberapa di antaranya bahkan berusaha
menguasai khalifah itu sendiri.
Menurut Ibnu Khaldun,
sebenarnya keruntuhan kekuasaan Bani Abbas mulai terlihat sejak awal abad
kesembilan. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpin-pemimpin
yang memiliki kekuatan militer di provinsi-provinsi tertentu yang membuat
mereka benar-benar independen. Kekuatan militer Abbasiyah waktu itu mulai
mengalami kemunduran. Sebagai gantinya, para penguasa Abbasiyah mempekerjakan
orang-orang profesional di bidang kemiliteran, khususnya tentara Turki dengan sistem perbudakan baru seperti
diuraikan di atas. Pengangkatan anggota militer Turki ini, dalam perkembangan
selanjutnya teryata menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan khalifah. Apalagi
pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah, sudah muncul fanatisme
kebangsaan berupa gerakan syu'u arabiyah (kebangsaan/anti
Arab).
Gerakan inilah yang banyak memberikan inspirasi terhadap
gerakan politik, di samping persoalan-persoalan keagamaan. Nampaknya, para
khalifah tidak sadar akan bahaya politik dari fanatisme kebangsaan dan aliran
keagamaan itu, sehingga meskipun dirasakan dalam hampir semua segi kehidupan,
seperti dalam kesusasteraan dan karya-karya ilmiah, mereka tidak
bersungguh-sungguh menghapuskan fanatisme tersebut, bahkan ada di antara mereka
yang justru melibatkan diri dalam konflik kebangsaan dan keagamaan itu.
Masa disintegrasi ini terjadi setelah pemerintahan
periode pertama Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya, pada masa berikutnya
pemerintahan dinasti ini mulai menurun, terutama di bidang politik. Dimana salah
satu sebabnya adalah kecenderungan penguasa untuk hidup mewah dan kelemahan
khalifah dalam memimpin roda pemerintahan.
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau
khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini,
khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu,
walaupun banyak sekali dinasti Islam berdiri. Ada di antaranya yang cukup
besar, namun yang terbanyak adalah dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah,
sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya.
Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya.
Pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad dapat
direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad
akibat serangan tentara Mongol ini awal babak baru dalam sejarah Islam, yang disebut masa pertengahan
B. Periode
Perang Salib (1095 – 1291 M)
Sebab-sebab
Terjadinya Perang Salib
Sejumlah ekspedisi militer yang
dilancarkan oleh pihak Kristen terhadap.kekuatan muslim dalam periode 1096 –
2073 M. dikenal sebagai perang salib. Hal ini disebabkan karena adanya dugaan
bahwa pihak Kristen dalam melancarkan serangan tersebut didorong oleh motivasi
keagamaan, selain itu mereka menggunakan simbol salib. Namun jika dicermati
lebih mehdalam akan terlihat adanya beberapa kepentingan individu yang turut
mewarnai perang salib ini. Berikut ini adalah beberapa penyebab yang turut
melatarbelakangi terjadinya perang salib.
Pertama, bahwa perang salib
merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri barat dan negeri timur,
jelasnya antara pihak Kristen dan pihak muslim. Perkembangan dan kemajuan ummat
muslim yang sangat pesat, pada akhir-akhir ini, menimbulkan kecemasan
tokoh-tokoh barat Kristen. Terdorong oleh kecemasan ini, maka mereka
melancarkan serangan terhadap kekuatan muslim.
Kedua, munculnya kekuatan Bani
Saljuk yang berhasil merebut Asia Kecil setelah mengalahkan pasukan Bizantium
di Manzikart tahun 1071, dan selanjutnya Saljuk merebut Baitul Maqdis dari
tangan dinasti Fatimiyah tahun 1078 M. Kekuasaan Saljuk di Asia Kecil dan
yerusalem dianggap sebagai halangan bagi pihak Kristen barat untuk melaksanakan
haji ke Bait al-Maqdis. padahal yang terjadi adalah bahwa pihak Kristen bebas
saja melaksanakan haji secara berbondong-bondong. pihak Kristen menyebarkan
desas-desus perlakuan kejam Turki Saljuk terhadap jemaah haji Kristen.
Desas-desus ini membakar amarah umat Kristen-Eropa.
Ketiga, bahwa semenjak abad ke
sepuluh pasukan muslim menjadi penguasa jalur perdagangan di lautan tengah.
Para pedagang Pisa, Vinesia, dan Cenoa merasa terganggu atas kehadiran pasukan
lslam sebagai penguasa jalur perdagangan di laut tengah ini. Satu-satunya jalan
untuk memperluas dan memperlancar perdagangan mereka adalah dengan mendesak
kekuatan muslim dari lautan ini”
Keernpat, propaganda Alexius
Comnenus kepada )aus Urbanus ll. Untuk membalas kekalahannya dalam peperangan
melawan pasukan Saljuk. Bahwa paus merupakan sumber otoritas tertinggi di barat
yang didengar dan ditaati propagandanya. Paus Urbanus II segera rnengumpulkan
tokoh-tokoh Kristen pada 26 November 1095 di Clermont, sebelah tenggara
Perancis. Dalam pidatonya di Clermont sang Paus memerintahkan kepada pengikut
kristen agar mengangkat senjata melawan pasukan musim.
Tujuan utama Paus saat itu adalah
memperluas pengaruhnya sehingga gereja-gereja Romawi akan bernaung di bawah
otoritasnya. Dalam propagandanya, sang Paus Urbanus ll menjanjikan ampunan atas
segala dosa bagi mereka yang bersedia bergabung dalam peperangan ini. Maka isu
persatuan umat Kristen segera bergema menyatukan negeri-negeri Kristen memenuhi
seruan sang Paus ini. Dalam waktu yang singkat sekitar 150.000 pasukan Kristen
berbondong-bondong memenuhi seruangsang Paus, mereka berkumpul di
Konstantinopel. Sebagian besar pasukan ini adalah bangsa Perancis dan bangsa
Normandia.
Jalannya
Peperangan
Perang salib yang berlangsung
dalam kurun waktu hampir dua abad, yakni antara tahun 1095 – 1291 M., terjadi
dalam serangkaian peperangan.
·
Periode Ke-1
Pada tahun 490 H/1096 M. sebuah
pasukan salib yang dipimpin oleh komandan Walter dapat ditundukkan oleh
kekuatan Kristen Bulgaria. Kemudian Peter yang mengkomandoi kelompok kedua pasukan
salib bergerak melalui Hungaria dan Bulgaria. Pasukan ini berhasil
menghancurkan setiap kekuatan yang menghalanginya. Seorang sultan negeri Nice
berhasil menghadapinya bahkan sebagian pimpinan salib berkenan memeluk lslam
dan sebagian pasukan mereka terbunuh dalam peperangan ini.
Setahun kemudian yakni pada tahun
491 H/1097 M. pasukan Kristen di bawah komandan Coldfrey bergerak dari
Konstantinopel menyeberangi selat Bosporus dan berhasil menaklukkan Antioch
(Antakia) setelah mengepungnya selama 9 bulan. Pada pengepungan ini pasukan
salib melakukan pembantaian secara kejam tanpa prikemanusiaan.
Setelah berhasil menundukkan
Antioch, pasukan salib bergerak ke Ma’arrat al-Nu’ man, sebuah kota termegah di
Syria. Di kota ini pasukan Salib juga melakukan pembantaian ribuan orang.
Pasukan salib selanjutnya menuju ke Yerusalem dan dapat menaklukkannya dengan
mudah. Ribuan jiwa muslirn menjadi kurban pembantaian dalam penaklukan kota
Yerusalern ini. “Tumpukan kepala, tangan dan kaki terdapat disegala penjuru jalan
dan sudur kota”. Sejarah telah menyaksikan sebuah tragedi manusia yang
memilukan. Goldfrey selanjutnya menjabat sebagai penguasa atas negeri
Yerusalem. Ia adalah penguasa yang cakap, dan komandan yang bersemangat dan
agresif.
Pada tahun 503 H/1109 M., pasukan
salib menaklukkan Tripoli. Mereka selain membantai masyarakat Tripoli juga
membakar perpustakaan, perguruan dan sarana industri hingga menjadi abu.
Selama terjadi penyerangan di
atas, kesultanan Saljuk sedang dalam kemunduran. Perselisihan antara sultan-sultan
Saljuk memudahkan pasukan salib merebut wilayah-wilayah kekuasaan islam. Dalam
kondisi seperti ini muncullah seorang sultan Damaskus yang bernama Muhammad
yang berusaha mengabaikan konflik internal dan menggalang kesatuan dan kekuatan
Saljuk untuk mengusir pasukan salib. Baldwin, penguasa Yerusalem pengganti
Goldfrey, dapat dikalahkan oleh pasukan Saljuk ketika ia sedang menyerang kota
Damaskus. Baldwin segera dapat merebut kembali wilayah-wilayah yang lepas
setelah datang bantuan pasukan dari Eropa.
Sepeninggal Sultan Mahmud,
tampillah seorang perwira muslirn yang cakap dan gagah pemberani. Ia adalah
Imaduddin Zangki, seorang anak dari pejabattinggi Sultan Malik Syah. Atas
kecakapannya, ia menerima kepercayaan berkuasa atas kota Wasit dari Sultan
Mahmud. Belakangan penguasa Mosul dan Mesopotamia juga berlindung kepadanya. la
menerima gelar Attabek dari khalifah di Bagdad. Ia telah mencurahkan
kemampuannya dalam upaya mengembalikan kekuatan pemerintahan Saljuk dan
menyusun kekuatan militer, sebelum ia mengabdikan diri di kancah peperangan
salib.
Masyarakat Aleppo dan Hammah yang
menderita di bawah kekuasaan pasukan salib berhasil diselamatkan oleh Imaduddin
Zangki setelah berhasil mengalahkan pasukan salib. Tahun berikutnya ia juga
berhasil mengusir pasukan salib dari al- Asyarib. Satu-persatu Zangki meraih
kemenangan atas pasukan salib, hingga ia merebut wilayah Edessa pada tahun 539
H/1144 M. Dalam pada itu, bangsa Romawi menjalin kekuatan gabungan dengan
pasukan Perancis menyerang Buzza. Mereka menangkap dan membunuh perernpuan dan
anak-anak yang tidak berdosa. Dari sini mereka melancarkan serangan ke
Caesarea. Penguasa negeri ini yakni Abu Asakir nneminta bantuan pasukan
Imaduddin Zangki. Zangki segera mengerahkan pasukannya dan ia berhasil mengusir
kekuatan Perancis dan Romawi secara memalukan. Wilayah perbatasan di Akra
berhasil digrebek hingga menyerah, demikian pula kota Balbek segera
ditaklukkan, untuk selanjutnya pendudukan kota Balbek ini dipercayakan kepada
komandan Najamuddin, ayah Salahuddin.
Penaklukan Edesa merupakan
keberhasilan Zangki yang terhebat. Oleh umat Kristen Edessa merupakan kota yang
termulya, karenanya kota ini dijadikan sebagai pusat kepuasan. Dalam penaklukan
Edessa, Zangki tidak berlaku kejam terhadap penduduk sebagaimana tindakan
pasukan salib. Tidak seorang pun merasakan tajamnya mata pedang Zangki, kecuali
pasukan salib yang sedang bertempur yang sebagian besar adalah pasukan
Perancis.
Dalam perjalanan penaklukan Kalat
Jabir, Zangki terbunuh oleh tentaranya sendiri. Selama ini Zangki adalah
seorang patriot sejati yang telah berjuang demi membela tanah airnya. Baginya,
“pelana kuda lebih nyaman dan lebih dicintainya dari pada kasur sutra, dan juga
suara hiruk-pikuk di medan peperangan terdengar lebih merdu dan lebih dicintainya
daripada alunan musik”.
Kepemimpinan Imaduddin Zangki
digantikan oleh putranya yang bernama Nuruddin Mahmud. Ia bukan hanya seorang
prajurit yang cakap, sekaligus juga ahli hukum, dan juga seorang ilmuan. Pada
saat itu umat Kristen Edessa dengan bantuan pasukan Perancis herhasil mengalah
pasukan muslim yang bertugas di kota ini dan sekal i gus membanta i nya. N
uruddi n segera mengerahkan pasukannya ke Edessa dan berhasil merebutnya
kembali Sejumlah pasukan Edessa dan para pengkhianat dihukum dengan mata
pedang, sedangkan bangsa Armenia yang bersekutu dengan pasukan salib diusir ke
luar negeri Edesa.
·
Periode Ke 2
Dengan jatuhnya kembali kota
Edesa oleh pasukan muslim, tokoh-tokoh Kristen Eropa dilanda rasa cemas. St
Bernard segera menyerukan kembali perang salib melawan kekuatan muslim. Seruan
tersebut membuka gerakan perang salib kedua dalam sejarah Eropa. Beberapa
penguasa Eropa menanggapi poiitif seruan perang suci ini. Kaisar jerman yang
bernama Conrad III, dan kaisar perancis yang bernama Louis VII segera
mengerahkan pasukannya keAsia. Namun kedua paiukan ini iapat dihancurkan ketika
sedang dalam perjalanan menuju Syiria. Dengan sejumlah pasukan yang tersisa
mereka berusaha mencapai Antioch, dan dari sisi mereka menuju ke Damaskus.
Pengepungan Damaskus telah
berlangsung beberapa hari, ketika Nuruddin tiba di kota ini. Karena terdesak
oleh pasukan Nuruddin, pasukan salib segera melarikan diri ke Palestina,
sementara Conrad III dan Louis VII kembali ke Eropa dengan tangan hampa. Dengan
demikian beiakhirlah babak ke dua perang salib.
Nuruddin segera rnulai memainkan
peran baru sebagai sang penakluk. Tidak lama setelah mengalahkan pasukan salib,
ia berhasil rnenduduki benteng Xareirna, merebut wilayah perbatasan Apamea pada
tahun 544 H/1149 M., dan kota Joscelin. Pendek kata, kota-kota penting pasukan
salib berhasil dikuasainya. la segera menyambut baik permohonan masyarakat
Damaskus dalam perjuangan melawan penguasa Damaskus yang menindas. Keberhasilan
Nuruddin menaklukkan koia damaskus membuat sang khalifah di Bagdad brerkenan
rnemberinya gelar kehormatan “al-Malik al- ’Adil”.
Ketika itu Mesir sedang dilanda
perselisihan intern dinasti Fatimiyah. Shawar, seorang perdana menteri
Fatimiyah., dilepaskan dari jabatannya oleh gerakan rahasia. Nuruddin mengirimkan
pasukannya di bawah pimpinan komandan Syirkuh. Namun ternyata Shawar justru
memerangi Syirkuh berkat bantuan pasukan perancis hingga berhasil rnenduduki
Mesir.
Pada tahun 563 H/1167 M. Syirkuh
berusaha datang kembali ke Mesir. Shawar pun segera rneminta bantuan raja
Yerusalem yang bernama Amauri. Gabungan pasukan Shawar dan Amauri ditaklukkan
secara mutlak oleh pasukan Syirkuh dalam peperangan di Balbain. Antara mereka
terjadi perundingan yang melahirkan beberapa kesepakatan: bahwa Syirkuh bersedia
kembali ke Damaskus dengan imbalan 50.000 keping emas, Amauri harus menarik
pasukannya dari Mesir. Namun Amauri tidak bersedia meninggalkan Kairo, sehingga
perjanjian tersebut batal secara otomatis. Bahkan mereka menindas rakyat.
Atas permintaan khalifah Mesir
Syirkuh diperintahkan oleh Nuruddin agar segera menuju ke Mesir. Masyarakat
Mesir dan sang khalifah menyambut hangat kedatangan Syirkuh dan pasukannya, dan
akhirnya Syirkuh ditunjuk sebagai perdana menteri. Dua bulan sesudah penundukan
ini, Syirkuh meninggal dunia, kedudukannya digantikan oleh kemenakannya yang
bernama Salahuddin. Ketika kondisi politik dinasti Fatimiyah semakin melemah,
Salahuddin al-Ayyubi segera memulihkan otoritas Khalifah Abbasiyah di Mesir,
dan setelah dinasti Fatimiyah hancur Salahuddin menjadi penguasa Mesir (570-590
H/1174-1193 M).
Salahuddin, putra Najamuddin
Ayyub, lahir di Takrit pada tahun 432 H/1137 M. Ayahnya adalah pejabat
kepercayaan pada masa lmaduddin Zangki dan masa Nuruddin. Salahuddin adalah
seorang letnan pada masa Nuruddin, dan telah berhasil mengkonsolidasikan
masyarakat Mesir, Nubia, Hijaz dan Yaman.
Sultan Malik Syah yang
menggantikan Nuruddin adalah raja yang masih berusia belia, sehingga
amir-amirnya saling berebut pengaruh yang menyebabkan timbulnya krisis poiitik
internal. Kondisi demikian ini memudahkan bagi pasukan salib untuk menyerang
Damaskus dan menundukkannya. Setelah beberapa lama tampillah Salahuddin
berjuang mengamankan Damaskus dari pendudukan pasukan salib.
Lantaran hasutan Gumusytag, sang
sultan belia Malik Syah menaruh kemarahan terhadap sikap Salahuddin ini
sehingga menimbulkan konflik antara keduanya. Sultan Malik Syah menghasut
masyarakat Alleppo berperang melawan Salahuddin. Kekuatan Malik Syah di Alleppo
dikalahkan oleh pasukan Salahuddin. Merasa.tidak ada pilihan lain, Sultan Malik
Syah rneminta bantuan pasukan salib. Semenjak kemenangan melawan pasukan salib
di Aleppo ini, terbukalah jalan lernpang bagi tugas dan perjuangan Salahuddin
di masa-masa mendatang hingga ia berhasil mencapai kedudukan sultan. Semenjak
tahun 575H/1182M, kesultanan Saljuk di pusat mengakui kedudukan Salahuddin
sebagai sultan atas seluruh wilayah Asia Barat.
Sementara itu Baldwin III
menggantikan kedudukan ayahnya, Amaury. Baldwin III mengkhianati perjanjian
genjatan senjata antara kekuatan muslim dengan pasukan Salib-Kristen. Bahkan
pada tahun 582H/11 86 M. Penguasa wilayah Kara yang bernama Reginald mengadakan
penyerbuan terhadap kabilah muslim yang sedang melintasi benteng pertahanannya.
Salahuddin segera mengerahkan pasukannya di bawah pimpinan Ali untuk mengepung
Kara dan selanjutnya menuju Galilee untuk menghadapi pasukan Perancis. Pada
tanggal 3 Juli 1187 M. kedua pasukan bertempur di daerah Hittin, di mana pihak
pasukan Kristen mengalami kekalahan. Ribuan pasukan mereka terbunuh, sedang
tokoh-tokoh militer mereka ditawan. Sultan Salahuddin selanjutnya merebut
benteng pertahanan Tiberia. Kota Acre, Naplus, Jericho, Ramla, Caesarea, Asrul
Jaffra, Beyrut, dan sejumlah kota-kota lainnya satu persatu jatuh dalanr kekuasaan
Sultan Salahuddin.
Selanjutnya Salahudin memusatkan
perhatiannya untuk menyerang Yerusalem, di mana ribuan rakyat muslim dibantai
oleh pasukan Salib-Kristen. Setelah mendekati kota ini, Salahuddin segera
menyampaikan perintah agar seluruh pasukan Salib-Kristen Yerusalem menyerah.
Perintah tersebut sama sekali tidak dihiraukan, sehingga Salahuddin bersumpah
untuk membalas dendam atas pembantaian ribuan warga muslim. Setelah beberapa
larna terjadi pengepungan, pasukan salib kehilangan semangat tempurnya dan
memohon kemurahan hati sang sultan. Jiwa sang sultan terlalu lembut dan
penyayang untuk melaksanakan sumpah dan dendamnya, sehingga ia pun memaafkan
mereka. Bangsa Romawi dan warga Syria-Kristen diberi hidup dan diizinkan
tinggal di Yerusalem dengan hak-hak warga negara secara penuh. Bangsa Perancis
dan bangsa-bangsa Latin diberi hak meninggalkan Palestina dengan membayar uang
tebusan 10 dinar setiap orang dewasa, dan 1 dinar untuk setiap anak-anak. Jika
tidak bersedia mereka dijadikan sebagai budak. Namun peraturan seperti ini
tidak diterapkan oleh sang sultan secara kaku. Salahuddin berkenan melepaskan
ribuan tawanan tanpa tebusan sepeser pun, bahkan ia mengeluarkan hartanya
sendiri untuk menrbantu menebus sejumlah tawanan. Salahuddin juga membagi-bagikan
sedekah kepada ribuan masyarakat Kristen yang miskin dan lemah sebagai bekal
perjalanan mereka pulang. Ia menyadari betapa pasukan Salib-Kristen telah
membantai ribuan rnasyarakat muslim yang tidak berdosa, namun suara hatinya
yang lembut tidak tega untuk melampiaskan dendam terhadap pasukan Kristen.
Pada sisi lainnya Salahuddin juga
membina ikatan persaudaraan antara warga Kristen dengan warga muslim, dengan
memberikan hak-hak warga Kristen sama persis dengan hak-hak warga muslim di
Yerusalem. Sikap Salahuddin demikian ini membuat umat Kristen di negeri-negeri
lain ingin sekali tinggal di wilayah kekuasaan sang sultan ini. “sejumlah warga
Kristen yang meninggalkan Yerusalem menuju Antioch ditolak dan bahkan dicaci
maki oleh raja Bahemond. Mereka lalu menuju ke negeri Arab di mana kedatangan
mereka disambut dengan baik”, kata Mill. Perlakuan baik pasukan muslim terhadap
umat Kristen ini sungguh tidak ada bandingannya sepanjang sejarah dunia.
Padahal sebelumnya, pasukan Salib-Kristen telah berbuat kejam, menyiksa dan
menyakiti warga muslim.
·
Periode Ke-3
Jatuhnya Yerusalem dalam
kekuasaan Salahuddin menimbulkan keprihatinan besar kalangan tokoh-tokoh
Kristen. Seluruh penguasa negeri Kristen di Eropa berusaha menggerakkan pasukan
salib lagi. Ribuan pasukan Kristen berbondong-bondong menuju Tyre untuk
berjuang mengembalikan prestis kekuatan mereka yang telah hilang. Menyambut
seruan kalangan gereja, maka kaisar Jerman yang bernama Frederick Barbarosa,
Philip August, kaisar Perancis yang bernama Richard, beberapa pembesar kristen
rnembentuk gabungan pasukan salib. Dalam hal ini seorang ahli sejarah
menyatakan bahwa Perancis mengerahkan seluruh pasukannya baik pasukan darat
maupun pasukan lar.rtnya. Bahkan wanita-wanita Kristen turut ambil bagian dalam
peperangan ini. Setelah seluruh kekuatan salib berkumpul di Tyre, mereka segera
bergerak mengepung Acre.
Salahuddin segera menyusun
strategi untuk menghadapi pasukan salib. Ia menetapkan strategi bertahan di
dalam negeri dengan mengabaikan saran para Amir untuk melakukan pertahanan di
luar wilayah Acre. ”Demikianlah Salahuddin mengambil sikap yang kurang tepat
dengan memutuskan pandangannya sendiri’” ungkap salah seorang ahli sejarah.
Jadi Salahuddin mestilah berperang untuk menyelamatkan wilayahnya setelah pasukan
Perancis tiba di Acre.
Pada tanggal 14 September 1189 M.
Salahuddin terdesak oleh pasukan salib, namun kemenakannya yang bernama
Taqiyuddin berhasil mengusir pasukan salib dari posisinya dan mengembalikan
hubungan dengan Acre. Dalam hal ini Ibn al-Athir menyatakan, “pasukan muslim
mesti melanjutkan peperangan hingga malam hari sehingga mereka berhasil
mencapai sasaran penyerangan. Namun setelah mendesak separuh kekuatan Perancis,
pasukan muslim kembali dilemahkan pada hari berikutnya.
Kota Acre kembali terkepung
selama hampir dua tahun. Sekalipun pasukan rnuslim menghadapi situasi yang
serba sulit selama pengepungan ini, namun mereka tidak patah semangat. Segala
upaya pertahanan pasukan muslim semakin tidak membawa hasil, bahkan mereka
merasa frustasi ketika Richard dan Philip August tiba dengan kekuatan pasukan
salib yang maha besar. Sultan Salahuddin merasa kepayahan menghadapi peperangan
ini, sementara itu pasukan muslim dilanda wabah penyakit dan kelaparan.
Masytub, seorang komandan Salauhuddin akhirnya mengajukan tawaran damai dengan
kesediaan atas beberapa persyaratan sebagaimana yang pernah diberikan kepada
pasukan Kristen sewaktu penaklukan Yerusalem dahulu. Namun sang raja yang tidak
mengenal balas budi ini sedikit pun tidak memberi belas kasih terhadap ummat
muslim. la membantai pasukan muslirn secara kejam.
Setelah berhasil menundukkan
Acre, pasukan salib bergerak menuju Ascalon dipimpin oleh Jenderal Richard.
Bersamaan dengan itu Salahuddin sedang mengarahkan operasi pasukannya dan tiba
d i fucalon I e6l h awil. Ketika tiba di Ascalon, Richard mendapatkan kota ini
telah dikuasai oleh pasukan Salahuddin. Merasa tidak berdaya mengepung kota
ini, Richard mengirimkan delegasi perdamaian menghadap Salahuddin. Setelah
berlangsung perdebatan yang kritis, akhirnya sang sultan bersedia menerirna
tawaran damai tersebut. ”Antar pihak Muslim dan pihak pasukan salib menyatakan
bahwa wilayah kedua belah pihak saling tidak rnenyerang dan menjamin keamanan
masing-masing, dan bahwa warga negara kedua belah pihak dapat saling keluar
masuk ke wilayah lainnya tanpa, gangguan apa pun”. Jadi perjanjian damai yang
menghasilkan kesepakatan di atas mengakhiri perang salib ke tiga.
Setelah keberangkatan Jenderal
Richard, Salahuddin masih tetap tinggal di Yerusalem dalam beberapa lama. Ia
kemudian kembali ke Damaskus untuk menghabiskan sisa hidupnya. Perjalanan
panjang yang meletihkan ini mengganggu kesehatan sultan dan akhirnya ia
meninggal enam bulan setelah tercapai perdamaian, yakni pada tahun 1193 M.
Seorang penulis berkata, “Hari kematian Salahuddin merupakan musibah bagi islam
dan ummat lslam, sungguh tidak ada duka yang melanda mereka setelah kematian
empat khalifah pertarna yang melebihi duka atas kematian Sultan Salahuddin”.
Salahuddin bukan hanya seorang
Prajurit, ia juga seorang yang mahir dalam bidang pendidikan dan pengetahuan.
Berbagai penulis berkarya di istananya” Penulis yang ternama di antara mereka
adalah Imaduddin, sedang hakim yang termasyhur adalah al-Hakkari. Sultan
Salahuddin mendirikan berbagai lembaga pendidikan seperti madrasah, perguruan,
dan juga mendirikan sejumiah rumah sakit di wilayah kekuasaannya.
·
Periode Ke-4
Dua tahun setelah kematian
Salahuddin berkobar perang salib keempat atas inisiatif Paus Celestine III.
Namun sesungguhnya peperangan antara pasukan muslim dengan pasukan Kristen
telah berakhir dengan usianya perang salib ketiga. Sehingga peperangan
berikutnya tidak banyak dikenal. Pada tahun 1195 M. pasukan salib menundukkan
Sicilia, kemudian terjadi dua kali penyerangan terhadap Syria. Pasukan kristen
ini mendarat di pantai Phoenecia dan menduduki Beirut. Anak Salahuddin yang
bernama al-Adil segera rnenghalau pasukan salib. la selanjutnya menyerang kota
perlindungan pasukan salib. Mereka kemudian mencari tempat perlindungan ke
Tibinim, lantaran semakin kuatnya tekanan dari pasukan muslim, pihak salib
akhirnya menempuh inisiatif damai. Sebuah perundingan menghasilkan kesepakatan
pada tahun 1198M, bahwa peperangan ini harus dihentikan selama tiga tahun.
·
Periode Ke-5
Belum genap mencapai tiga tahun,
Kaisar Innocent III menyatakan secara tegas berkobarnya perang salib ke lima
setelah berhasil rnenyusun kekuatan miliier. Jenderal Richard di lnggris
menolak keras untuk bergabung dalam pasukan salib ini, sedang mayoritas
penguasa Eropa lainnya menyarnbut gembira seruan perang tersebut. Pada
kesempatan ini pasukan salib yang bergerak menuju Syria tiba-tiba mereka
membelokkan geiakannya menuju Konstantinopel. Begitu tiba di kota ini, mereka
membantai ribuan bangsa romawi baik laki-laki maupun perempuan secara bengis
dan kejam. pembantai ini berlangsung dalam beberapa hari. Jadi pasukan muslim
sama sekali tidak mengalami kerugian karena tidak terlibat dalam peristiwa ini.
·
Periode Ke-6
Pada tahun 613 H/1216M, Innocent
III mengobarkan propaganda perang salib ke enam. 250.000 pasukan salib,
mayoritas Jerman, mendarat di Syria. Mereka terserang wabah penyakit di wilayah
pantai Syria hingga kekuatan pasukan tinggal tersisa sebagian. Mereka kemudian
bergerak menuju Mesir dan kemudian mengepung kota Dimyat. Dari 70.000 personil,
pasukan salib berkurang lagi hingga tinggal 3.000 pasukan yang tahan dari
serangkaian wabah penyakit. Bersamaan dengin ini, datang tambahan pasukan yang
berasal dari perancis yang bergerak menuju Kairo. Narnun akibat serangan pasukan
muslim yang terus-menerus, mereka men jadi terdesak dan terpaksa rnenempuh
jalan damai. Antara keduanya tercapai kesepakatan damai dengan syarat bahwa
pasukan salib harus segera meninggalkan kota Dimyat.
·
Periode Ke 8
Untuk mengatasi konflik politik
internal, Sultan Kamil mengadakan perundingan kerja sarna dengan seorang
jenderal Jerman yang bernarna Frederick. Frederick bersedia membantunya
rnenghadapi musuh-musuhnya dari kalangan Bani Ayyub sendiri, sehingga Frederick
nyaris menduduki dan sekaligus berkuasa di yerusalem. Yerusalem berada di bawah
kekuasaan tentara salib sampai dengan tahun 1244 M., setelah itu kekuasaan
salib direbut oleh Malik al-shalih Najamuddi al-Ayyubi atas bantuan pasukan
Turki Khawarizmi yang berhasil meiarikan diri dari kekuasaan Jenghis Khan.
·
Periode Ke-9
Dengan direbutnya kota Yerusalern
oleh Malik al- Shalih, pasukan salib kembali menyusun penyerangan terhadap
wilayah lslam. Kali ini Louis IX, kaisar perancis, yang memimpin pasukan salib
kedelapan. Mereka mendarat di Dirnyat dengan mudah tanpa perlawanan yang
beranti. Karena pada saat itu Sultan Malikal-shalih sedang menderita sakit
keras sehingga disiplin tentara muslim merosot. Ketika pasukan Louis IX
bergerak menuju ke Kairo melalui jalur sungai Nil, mereka mengalami kesulitan
lantaran arus sungai mencapai ketinggiannya, dan mereka juga terserang oleh
wabah penyakit, sehingga kekuatan salib dengan mudah dapat dihancurkan oleh
pasukan Turan Syah, putra Ayyub.
Setelah berakhir perang salib ke
delapan ini, pasukan Salib-Kristen berkali-kali berusaha mernbalas
kekalahannya, namun selalu mengalami kegagalan.
C. Dampak
Perang Salib Terhadap Peradaban Islam
Akibat adanya
perang Salib ini, walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya
daritentara Salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena
peperangan ini terjadi diwilayah Islam. Di antaranya adalah kekuatan politik
umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikianmereka bukan menjadi bersatu,
tetapi malah terpecah belah. Banyak dinasti kecil yang memerdekakandiri dari
pemerintahan pusat Abbasiyah di-Baghdad (Yatim,2003:79).Meskipun pihak Kristen
Eropa menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka telahmendapatkan
hikmah yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat berkenalan dengankebudayaan
dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya. Bahkan kebudayaan
danperadaban yang mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya
renaisans di Barat.Kebudayaan yang mereka bawa ke Barat terutama dalam bidang
militer, seni, perindustian,perdagangan, pertanian, astronomi, kesehatan, dan
kepribadian.
Dalam bidang
militer, dunia Barat menemukan persenjataan dan teknik berperang yang belum
pernahmereka temui sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan bahan-bahan
peledak untuk melontarkanpeluru, pertarungan senjata dengan menunggang kuda,
teknik melatih burung merpati untukkepentingan informasi militer, dan
penggunaan alat-alat rebana dan gendang untuk memberi semangatkepada pasukan
militer di medan perang.Dalam bidang perindustrian, mereka menemukan kain tenun
dan peralatannya di dunia Islam,kemudian mereka bawa ke negerinya, seperti kain
muslin, satin, dan damas. Mereka juga menemukanberbagai jenis parfum, kemenyan,
dan getah Arab yang dapat mengharumkan ruangan.Sistem pertanian yang sama sekali
baru di dunia Barat mereka temukan di Timur-Islam, seperti modelirigasi yang
praktis dan jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang beraneka macam,
termasukpenemuan gula.Hubungan perniagaan dengan Timur-Islam menyebabkan mereka
menggunakan mata uang sebagaialat tukar barang, yang sebelumnya mereka
menggunakan sistem barter. Ilmu astronomi berkembangpada abad ke-9 di dunia
Islam telah pula mempengaruhi lahirnya berbagai observatorium di dunia
Barat.Selain itu juga mereka meniru rumah sakit dan tempat pemandian. Yang
tidak kurang pentingnya adalahbahwa sikap dan kepribadian umat Islam di Timur
pada waktu itu telah memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai
kemanusiaan di Eropa yang sebelumnya tidak mendapat perhatian
D. Sebab-Sebab
Kehancuran Dinasti Abbasyiah
1. Faktor Internal
· Lemahnya semangat petriotisme Negara,
menyebabkan jiwa jihad yang diajarkan Islam tidak berdaya lagi menahan segala
amukan yang datang, baik dari dalam maupun dari luar.
· Hilangnya sifat dalam segala perjanjian yang
dibuat, sehingga kerusakan moral dan kerendahan budi menghancurkan sifat-sifat
baik yang mendukung Negara selama ini.
· Tidak percaya terhadap kekuatan sendiri.
Dalam mengatasi berbagai pemberontakan, Khalifah mengundang kekuatan asing.
Akibatnya, kekuatan asing tersebut memanfaatkan kelemahan Khalifah.
· Fanatik madzhab persaingan dan perebutan yang
tiada henti antara Abbasiyah dan Alawiyah menyebanbkan kekuatan umat Islam
menjadi lemah, bahkan hancur berkeping-keping.
Perang
idelogi antara syi’ah dari Fatimiah melawan Ahlu Sunnah dari Abbasiyah , bayak
menimbulkan korban. Aliran Qaramithah yang sangat ektrem dalam
tindakan-tindakanya yang dapat menimbulkan bentrokan di masyarakat. Kelompok
hashshashin yang dipimpin oleh Hasan bin Shabah yang berasal dari thus di Parsi
merupakan aliran Islamiyah, salah satu sakte Syi’ah adalah kelompok yang sangat
dikenal kekejamanya, yang sering melskukan pembunuhan terhadap penguasa Bani
Abbasiyah yang beraliran Sunni.Pada saat terakhir dari hayatnya Abbasiyah,
tentara Tartar yang datang dari luardibantu dari dalam dan dibukakan jalanya
oleh golongan Awiliyin dipimpin oleh Alqamiy.
· Kemerosotan ekonomi terjadi karena banyaknya
aggaran yang digunakan untuk tentara, benyaknya pemberontakan dan kebiasaan
penguasa utuk berfoya-foya, kehidupan para Khalifah dan keluarga serta
pejabat-pejabat Negara yang hidup mewah, jenis pengeluaran yang makin beragam,
serta pejabat korupsi, dan semakin sempitnya wilayah kekuasaan Khalifah karena
banyak Provinsi yang telah memisahkan diri.
2. Faktor Eksternal
Disentegrasi,
akibat kebijakan untuk lebih mengutamakan pembinaan dan kebudayaan Islam dari
pada politik, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai melepaskan [diri]
dari genggaman penguasa Dinasti Abbasiyah.
Mereka bukan sekedar melepaskan diri dari kekuasaan Khalifah, tetapi
memberontak dan berusaha merebut pusat kekuasaan di Baqdad. Hal ini
dimanfaatkan oleh pihak luar dan banyak mengorbangkan umat Sumber Daya Manusia
(SDM).
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Masa disintregasi adalah masa masa
kemunduran bani abbasiyyah setelah mengalami masa kejayaan.
Adapun
faktor penyebab masa ini adalah:
a. Setelah peride
pertama, kholifah sepeninggalnya sangat lemah.
b. Kecenderungan
untuk hidup mewah
c. Banyaknya
daerah yang memerdekakan diri dari dari kekuasaan pusat dan mendirikan dinasti
dinasti kecil.
d. Persaingan
antaar bangsa
e. Masuknya unsur
turki dalam pemerintahan.
2.
Dinasti yang memerdekakan diri
diantaranya adalah:
· Dinasti dari
bangsa Persia(5 dinasti)
· Dinasti dari
bangsa Turki(4 dinasti)
· Dinasti dari
bangsa Kurdi(3 dinasti)
· Dinasti dari
bangsa Arab(8 dinasti)
· Dinasti yang
mengaku sebagai khilafah
B.
Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis mencoba semaksimal mungkin dalam penyusunannya.
Namun tidak ada gading yang tak retak,begitupun dengan makalah ini, oleh sebab
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan sarandari pembaca guna memperbaiki
makalah sederhana ini.
DAFTAR PUSTAKA
[2] Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama
Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Juz 1 – Juz 30. PT. Karya
Toha Putra, Semarang, 2002. H. 274
[3] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam (sejak
zaman Nabi Adam hingga Abad kexx), Penerbit Akramedia, Jakarta Mei 2010. H.
245
Post a Comment for "Periode kemunduran dinasti abbasyiah"