Sifat dan Rahasia Bank
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagaimana
telah diketahui bahwa bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan. Umumnya didirikan dengan kewenangan
untuk menerima simpananuang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang
dikenal sebagai banknote. Peranan
bank dewasa ini sangat dominant dalam
perekonomian masyarakat di Indonesia pada umumnya. Hampir setiap
kegiatan perekonomian masyarakattidak
terlepas dari peran bank maupun lembaga keuangan lainya diluar bank.
Dalam
menjalankan aktifitasnya, bank menawarkan berbagai produk yang berisi
kegiatan pendukung perekonomian masyarakat, mulai dari jasa menabungkan uang
masyarakat pengiriman uang atau jasa-jasa yang lainnya intinya mempermudah
masyarakat melakukan aktifitas bisnis dan perekonomian sehari-hari. Sebagian masyarakat sendiri secara tidak
sadar telah merasa tergantungdengan kegiatan bank tersebut untuk
melakukan aktifitas perekonomiannya, mulaidari
berbelanja sehari-hari sampai sekedar untuk pengisian pulsa bagi teleponselularnya.
Hal ini bukan hanya sekedar trend dalam
masyarakat, tetapi memang perkembangan jaman dan teknologi serta
perkembangan kebutuhan masyarakat sehingga menuntun peran besar perbankan dalam
sendi-sendi kehidupan perekonomian pada saat ini.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apakah pengertian rahasia bank?
2. Bagaimana sifat rahasia bank?
3. Apakah kelemahan rahasia bank?
4. Bagaimana pelanggaran rahasia bank?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
RAHASIA BANK
Rahasia
bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya (Pasal 1 angka 28 UU No.10
Tahun 1998 tentang Perbankan). Yang dimaksud dengan segala sesuatu yang
berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya
meliputi segala keterangan tentang orang dan badan yang memperoleh pemberian
layanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri,
meliputi :
1. Jumlah
kredit;
2. Jumlah
dan jenis rekening nasabah (Simpanan Giro, Deposito, Tabanas, Sertifikat, dan
surat berharga lainnya);
3. Pemindahan
(transfer) uang;
4. Pemberian
garansi bank;
5. Pendiskontoan
surat-surat berharga; dan
6. Pemberian
kredit.
Rahasia
bank diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Menurut ketentuan
pasal tersebut :
Ayat (1)
Bank wajib
merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali
dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43,
Pasal 44, dan Pasal
44A.
Ayat (2)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi.
Berdasarkan ketentuan diatas, jelas bahwa yang wajib dirahasiakan oleh
pihak Bank/Pihak terafiliasi hanya keterangan mengenai nasabah Penyimpan dan
simpanannya. Apabila Nasabah Bank adalah Nasabah Penyimpan yang sekaligus juga
sebagai Nasabah debitur, bank tetap wajib merahasiakan keterangan tentang
nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Artinya jika nasabah itu
hanya berkedudukan sebagai nasabah debitur maka keterangan tentang nasabah debitur
dan hutangnya tidak wajid dirahasiakan oleh bank/pihak terafiliasi. Dengan
demikian, lingkup rahasia bank hanya meliputi keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya, keterangan selain itu bukan rahasia bank. Yang
dimaksud Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank
dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian Bank dengan nasabah yang
bersangkutan (Pasal 1 angka (17) UU No.10
Tahun 1998). Sedangkan yang dimaksud dengan Simpanan adalah dana yang
dipercayakan oleh masyarakat kepada Bank berdasarkan perjanjian penyimpanan
dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan dan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu (Pasal 1 angka (5) UU No.10 Tahun 1998).
B.
SIFAT
RAHASIA BANK
Mengenai sifat
Rahasia Bank, ada dua teori yang dapat dikemukakan, yaitu:
1. Teori
Mutlak (Absolute Theory)
Menurut
teori ini, Rahasia Bank bersifat mutlak. Semua keterangan mengenai nasabah dan
keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan tanpa pengecualian dan
pembatasan. Dengan alasan apapun dan oleh siapapun kerahasiaan mengenai nasabah
dan keuangannya tidak boleh dibuka (diungkapkan). Apabila terjadi pelanggaran
terhadap kerahasiaan tersebut, Bank yang bersangkutan harus bertanggung jawab
atas segala akibat yang ditimbulkannya.
Keberatan
terhadap teori mutlak ini adalah terlalu individualis, artinya hanya
mementingkan hak individu (perseorangan). Disamping itu, teori ini juga
bertentangan dengan kepentingan umum, artinya kepentingan Negara atau
masyarakat banyak dikesampingkan oleh kepentingan individu yang merugikan
Negara atau masyarakat banyak. Dengan kata lain menurut teori ini,sifat mutlak
rahasia bank sangat sukar untuk ditterobos dengan alasan apapun dan oleh hukum
dan undang-undang sekalipun. Teori mutlak ini banyak dianut oleh bank-bank yang
ada di Negara Swiss.
2. Teori
Relatif (Relative Theory)
Menurut
teori ini, Rahasia Bank bersifat relative (terbatas). Semua keterangan mengenai
nasabahdan keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan. Namun bila ada
alasan yang dapat dibenarkan oleh undang-undang, Rahasia Bank mengenai keuangan
nasabah yang bersangkutan boleh dibuka (diungkapkan) kepada pejabat yang
berwenang. Keberatan terhadap teori ini adalah rahasia bank masih dapat
dijadikan perlindungan bagi pemilik dana yang tidak halal, yang kebetulan tidak
terjangkau oleh aparat penegak hukum karena tidak terkena penyidikan. Dengan
demikian dananya tetap aman.
Namun
teori relative ini sesuai dengan rasa keadilan (sense of justice), artinya
kepentingan Negara atau kepentingan masyarakat banyak tidak dikesampingkan
begitu saja. Apabila ada alasan yang sesuai dengan prosedur hukum maka rahasia
keuangan nasabah boleh dibuka (diungkapkan). Dengan demikian teori relative ini
melindungi kepentingan semua pihak, baik individu, masyarakat maupun Negara.
Teori ini di anut oleh bank-bank yang ada di Negara Amerika Serikat, Belanda,
Malaysia, Singapura dan Indonesia. Di Indonesia teori relative ini diatur dalam
Pasal 40 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan.
C.
PENGECUALIAN
RAHASIA BANK
Dalam
Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
ditentukan bahwa : “Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A”. Kata “kecuali” diartikan sebagai
pembatasan terhadap berlakunya Rahasia Bank. Mengenai keterangan yang disebut
dalam pasal-pasal tadi Bank tidak boleh merahasiakannya (boleh
mengungkapkannya) dalam hal sebagai berikut :
1. Untuk
Kepentingan Perpajakan
Dalam Pasal 41 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ditentukan : “Untuk
kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai
keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak”.
Untuk
pembukaan (pengungkapan Rahasia Bank, Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan menetapkan unsur-unsur yang wajib dipenuhi sebagai
berikut :
a. Pembukaan
Rahasia Bank itu untuk kepentingan perpajakan.
b. Pembukaan
Rahasia Bank itu atas permintaan tertulis Menteri keuangan.
c. Pembukaan
Rahasia Bank itu atas perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia.
d. Pembukaan
Rahasia Bank ittu dilakukan oleh Bank dengan memberikan keterangan dan memperlihatkan
bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah
Penyimpan yang namanya disebutkan dalam permintaan Menteri Keuangan.
e. Keterangan
dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan
tersebut diberikan kepada pejabat pajak yang namanya disebutkan dalam perintah
tertulis Pimpinaan Bank Indonesia.
2. Untuk
Kepentingan Penyelesaian Piutang Bank
Penyelesaian
piutang Bank diatur dalam Dalam Pasal 41A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
a. Untuk
penyelesaian piutang Bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang
Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia
memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang
Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari Bank
mengenai simpanan Nasabah Debitur.
b. Izin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan
tertulis dari Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan
Piutang Negara.
c. Permintaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan Badan
Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama
Nasabah Debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan.
3. Untuk
kepentingan Peradilan Pidana
Kepentingan
peradilan Dalam Pasal 41A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
a. Untuk
kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan bank Indonesia dapat
memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan
dari Bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada Bank.
b. Izin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan
tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua
Mahkamah agung.
c. Permintaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi,
jaksan atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya
keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang
diperlukan.
4. Untuk
kepentingan peradilan Perdata
Menurut
ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 : “Dalam perkara perdata
antara Bank dengan nasabahnya, direksi Bank bersangkutan dapat menginformasikan
kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan
memnerikan keterangan lainnya yang relevan dengan perkara tersebut”. Dalam
penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa informasi mengenai keadaan keuangan
nasabah yang bersangkutan dapat diberikan oleh Bank kepada pengadilan tanpa
izin Menteri. Karena pasal ini tidak diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun
1998, maka penjelasannya perlu disesuiakan, yang memberi izin adalah Pimpinan
Bank Indonesia.
5. Untuk
keperluan Tukar-Menukar Informasi antar Bank
Tukar-menukar
informasi antar Bank diatur Dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut: Ayat (1) “Dalam
rangka tukar-menukar informasi antar Bank, direksi Bank dapat memberitahkan
keadaan keuangan nasabahnya kepada Bank lain”.
Dalam Penjelasannya
dinyatakan :
“Tukar-menukar
informasi antarbank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan
usaha Bank antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan
dan status dari bank yang lain. Dengan demikian, Bank dapat menilai tingkat
risiko yang dihadapi sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau
dengan Bank lain”.
Ketentuan
mengenai tukar-menukar informasi antarbank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia ayat (2). Dalam penjelasannya
dinyatakan bahwa dalam ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank
Indonesia antara lain diatur mengenai tata cara penyampaian dan permintaan
infprmasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan,
seperti indicator secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan
dan masuk tidaknya debitur yang bersangkutan dalam daftar kredit macet.
6. Pemberian
keterangan atas persetujuan nasabah,
Pemberian
keterangan atas persetujuan nasabah penyimpan diatur dalam Pasal 44A
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut
ditentukan sebagai berikut:
a. Atas
permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara
tertulis, Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah Penyimpan
pada Bank yang bersangkutan kepada pihak yang tunjuk oleh Nasabah Penyimpan
tersebut.
b. Dalam
hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari nasabah
penyimpan yag bersangkutan yang berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan
nasabah penyimpan tersebut.
Berdasarkan ketentuan Pasal 44A ayat (1), Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan kepada pihak yang ditunjuknya, asal ada permintaan, atau persetujuan atau kuasa tertulis dari nasabah penyimpan yang bersangkutan, misalnya kepada penasehat hukum yang menangani perkara nasabah penyimpan. Sedangkan dalam ayat (2) ahli waris yang sah berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan bila nasabah penyimpan yang bersangkutan telah meninggal dunia. Untuk memperoleh keterangan, ahli waris harus membuktikan sebagai ahli waris yang sah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 44A ayat (1), Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan kepada pihak yang ditunjuknya, asal ada permintaan, atau persetujuan atau kuasa tertulis dari nasabah penyimpan yang bersangkutan, misalnya kepada penasehat hukum yang menangani perkara nasabah penyimpan. Sedangkan dalam ayat (2) ahli waris yang sah berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan bila nasabah penyimpan yang bersangkutan telah meninggal dunia. Untuk memperoleh keterangan, ahli waris harus membuktikan sebagai ahli waris yang sah.
D.
PELANGGARAN
RAHASIA BANK
Pelanggaran
Rahasia Bank adalah perbuatan memberikan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan
dan simpanannya, secara melawan hukum (bertentangan dengan Undang-Undang
Perbankan) atau tanpa persetujuan Nasabah Penyimpan yang bersangkutan.
Pelanggaran Rahasia Bank dapat dilakukan karena paksaan pihak ketiga atau
karena kesengajaan anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank, atau Pihak
terafiliasi lainnya.
1. Paksaan
Pihak Ketiga
Paksaan Pihak ketiga
diatur dalam Pasal 44A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut: “Barang siapa tanpa membawa
perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa Bank atau Pihak
Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,
diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama
4 (empat) tahun serta dendan sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar
rupiah)’.
Ancaman
hukuman tersebut mulai dari yang paling rendah sampai kepada yang paling
tinggi. Dengan demikian, apabila terbukti bahwa pihak ketiga itu secara melawan
hukum telah melakukan pemaksaan agar nasabah penyimpan dan simpanannya, dia
tidak akan luput dari hukuman, setidak-tidaknya hukuman pidana dan denda
minimum, yang lama dan jumlahnya sudah ditetapkan oleh undang-undang.
2. Kesengajaan
Pihak Bank atau Pihak Terafiliasi
Kesengajaan
pihak Bank dilakukan oleh Anggota Dewan Komisaris, direksi, Pegawai Bank, atau
Pihak Terafiliasi diatur dalam Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998. Dalam Pasal tersebut ditentukan bahwa :
“Anggota Dewan Komisaris, direksi, Pegawai Bank, atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)”.
“Anggota Dewan Komisaris, direksi, Pegawai Bank, atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)”.
Dalam
penjelasan pasal diatas dinyatakan bahwa yangh dimkasud dengan Pegawai Bank adalah
semua pejabat dan karyawan Bank. Pihak Terafiliasi sebagaimana disebutkan dalam
pasal diatas, diatas, menurut Pasal 1 angka (22) Undang-Undang Nomor 10 tahun
1998 adalah:
a. Anggota
Dewan Komisaris, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan Bank;
b. Anggota
pengurus, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan Bank. Khusus
bagi Bank berbentuk hukum Koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
c. Pihak
yang memberikan jasanya kepada Bank, antara lain akunta public, penilai,
konsultan hukum, dan konsultan lainnya;
d. Pihak
yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan
Bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga
pengawas, keluarga direksi, dan keluarga pengurus.
E.
KELEMAHAN
RAHASIA BANK
Simpanan
Nasabah Penyimpan adalah sumber dana bagi Bank. Oleh karena itu, wajar jika
undang-undang mengatur agar Bank melindungi nasabahnya, tetapi disis lain tentu
ada juga Nasabah Penyimpan yang berstatus debitur beritikad jahat (bad faith),
dengan berlindung di balik Rahasia Bank melakukan perbuatan tercela terhadap
mitra bisnisnya, misalnya membayar dengan cek atau bilyet giro kosong. Mitra
bisnis yang menerima cek atau bilyet giro kosong tersebut sudah tentu tidak
mungkin mengetahui saldo simpanan Nasabah Penyimpan yang berstatus debitur itu
karena dilindungi oleh Rahasia Bank. Hal semacam ini tentu akan mempengaruhi
citra kepercayaan masyarakat terhadap Bank. Oleh karena itu menghadapi Nasabah
Penyimpan yang beritikad jahad, Bank tidak perlu ragu melakukan tindakan black
list dan kepada Bank Indonesia selaku pengawas dan Pembina perbankan. Penegakan
hukum yang tegas justru meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Bank.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Rahasia
bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya (Pasal 1 angka 28 UU No.10
Tahun 1998 tentang Perbankan). Yang dimaksud dengan segala sesuatu yang
berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya
meliputi segala keterangan tentang orang dan badan yang memperoleh pemberian
layanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri,
meliputi :
7. Jumlah
kredit;
8. Jumlah
dan jenis rekening nasabah (Simpanan Giro, Deposito, Tabanas, Sertifikat, dan
surat berharga lainnya);
9. Pemindahan
(transfer) uang;
10. Pemberian
garansi bank;
11. Pendiskontoan
surat-surat berharga; dan
12. Pemberian
kredit.
B. SARAN
Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik
dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Parmudi,
Muchammad. 2005. Sejarah dan Doktrin Bank
Islam. Yogyakarta: KUTUB
Kasmir.
2010. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.
Jakarta: Rajawali Pers
Triandaru,
Sigit dan budisantoso, Totok. 2007. Bank
dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat
Muhammad.
2007. Lembaga Ekonomi Syariah.
Yogyakarta: Graha Ilmu - See more at:
Post a Comment for "Sifat dan Rahasia Bank"