Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sistem hukum dan peradilan internasional


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Arus globalisasi yang tak terbendung kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan dunia yang tidak lagi mengenal batas-batas wilayah teritorial Negara-negara di seluruh belahan dunia sangat membutuhkan aturan yang tegas dan jelas agar tercipta iklim yang kondusif dalam suasana perdamaian dan kerjasama saling menguntungkan.
Sistem peradilan internasional adalah salah satu proses yang menjelaskan tentang hubungan peradilan yang bekerja sama secara luas dengan bangsa lain. Karena sisrtem peradilan internasional bersikap luas, maka masyarakat pun juga mengambil andil di dalam pelaksanaannya.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan yang menjadi pembahasan pada makalah ini, yaitu :
1.      Apa yang dimaksud dengan sistem hukum internasional? Apa saja sumber-sumber hukum internasional? Dan apa saja yang menjadi subjek hukum internasional?
2.      Apa yang dimaksud dengan sistem peradilan internasional? Dan apa saja yang terkandung di dalamnya?

C.    TUJUAN PENULISAN
          Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang sistem hukum dan peradilan internasional
2.      Agar dapat menjadi salah satu referensi dalam penulisan makalah atau karya tulis lainnya yang bertemakan sama dengan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN HUKUM  INTERNASIONAL
Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.
Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata.
Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda. (Kusumaatmadja, 1999; 1).
Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari hukum internasional, antara lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (Perihal Perang dan Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya ”.
Sedang menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari hubungan antara negara-negara”
Definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu, termasuk Grotius atau Akehurst, terbatas pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek-subjek hukum lainnya.
Salah satu definisi yang lebih lengkap yang dikemukakan oleh para sarjana mengenai hukum internasional adalah definisi yang dibuat oleh Charles Cheny Hyde :
“ hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup
a.       organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau negara-negara ; dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu atau individu-individu ;
b.      peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional”. (Phartiana, 2003; 4).

Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja mengartikan ’’hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain’’. (Kusumaatmadja, 1999; 2).
Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.
Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya.

B.     SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
Pada azasnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari pembuatan hukum itu sendiri.
Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak dan berlaku. Dalam bentuk atau wujud inilah dapat ditemukan hukum yang mengatur suatu masalah tertentu.
Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai :
1.        Dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional
2.        Metode penciptaan hukum internasional
3.          Tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14).
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah :
1.      Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun khusus;
2.      Kebiasaan internasional (international custom);
3.      Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;
4.      Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan. (Phartiana, 2003; 197).

C.    SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
Subjek hukum internasional adalah pihak-pihak yang membawa hak dan kewajiban hukum dalam pergaulan internasional.  Menurut Starke, subyek internasional termasuk Negara, tahta suci, Palang merah Internasional, Organisasi internasional, Orang perseorangan (individu), Pemberontak dan pihak-pihak yang bersengketa.
1.      Negara, negara sudah diakui sebagi subyek hukum internasional sejak adanya hukum international, bahkan hukum international itu disebut sebagai hukum antarnegara.
2.      Tahta Suci (Vatikan) Roma Italia, Paus bukan saja kepoala gereja tetapi memiliki kekuasaan duniawi, Tahta Suci menjadi subyek hukum Internasional dalam arti penuh karena itu satusnya setara dengan Negara dan memiliki perwakilan diplomatic diberbagai Negara termasuk di Indonesia.
3.      Palang Merah Internasional, berkedudukan di jenewa dan menjadi subyek hukum internasional dalam arti terbatas, karena misi kemanusiaan yang diembannya.
4.      Organisasi Internasional, PBB, ILO memiliki hak dan kewajiban  yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional, sehingga menjadi subyek hukum internasional.
5.      Orang persorangan (Individu), dapat menjadi subyek internasional dalam arti terbatas, sebab telah diatur dalam perdamaian Persailes 1919 yang memungkinkan orang perseorangan dapat mengajukan perkara ke hadapat Mahkamah Arbitrase Internasional.
6.      Pemberontak dan pihak yang bersengketa, dalam keadaan tertentu pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa dan mendapat pengakuan sedbagai gerakan pembebasan dalam memuntut hak kemerdekaannya.  Contoh PLO (Palestine Liberalism Organization) atau Gerakan Pembebasan Palestina.

D.    SISTEM PERADILAN INTERNASIONAL
1.      Mahkamah Internasional (The International Court of Justice)
Mahkamah internasional adalah lembaga kehakiman PBB berkedudukan di Den Haag, Belanda. Didirikan pada tahun 1945 berdasarkan piagam PBB, berfungsi sejak tahun 1946 sebagai pengganti dari Mahkamah Internasional Permanen.
Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim, dua merangkap ketua dan wakil ketua, masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut dari warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. Lima berasal dari Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia, Amerika serikat, Inggris dan Prancis.
Fungsi Mahkamah Internasional adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subyeknya adalah Negara. Ada 3 kategori Negara, yaitu :
1)      Negara anggota PBB, otomatis dapat mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional.
2)      Negara bukan anggota PBB yang menjadi wilayah kerja Mahkamah intyernasional. Dan yang bukan wilayah kerja Mahkamah Internasional boleh mengajukan kasusnya ke Mahkamah internasional dengan syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB.
3)      Negara bukan wilayah kerja (statute) Mahkamah internasional, harus membuat deklarasi untuk tunduk pada ketentuan Mahjkamah internasional dan Piagam PBB.
Yuridiksi Mahkamah Internasional adalah kewenangan yang dimilki oleh Mahkamah Internasional yang bersumber pada hukum internasional untuk menentukan dan menegakkan sebuah aturan hukum. Kewenangan atau Yuridiksi ini meliputi :
1)        Memutuskan perkara-perkara pertikaian (Contentious Case).
2)        Memberikan opini-opini yang bersifat nasehat (Advisory Opinion).

Yuridiksi menjadi dasar Mahkamah internasional dalam menyelesaikan sengketa Internasional. Beberapa kemungkinan cara penerimaan Yuridikasi sebagai berikut :
1)        Perjanjian khusus, dalam mhal ini para pihak yang bersengketa perjanjian khusus yang berisi subyek sengketa dan pihak yang bersengketa. Contoh kasus Indonesia degan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan.
2)        Penundukan diri dalam perjanjian internasional. Para pihak yang sengketa menundukkan diri pada perjanjian internasional diantara mereka, bila terjadi sengketa diantara para peserta perjanjian.
3)        Pernyataan penundukan diri Negara peserta statute Mahkamah internasional, mereka tunduk pada Mahkamah internasional, tanpa perlu membuat perjanjian khusus.
4)        Keputusan Mahkamah internasional Mengenai yuriduksinya, bila terjadi sengketa mengenai yuridikasi Mahkamah Internasional maka sengketa tersebut diselesaikan dengan keputusan Mahkamah Internasional sendiri.
5)        Penafsiran Putusan, dilakukan jika dimainta oleh salah satu atau pihak yang bersengketa. Penapsiran dilakukan dalambentuk perjanjian pihak bersengketa.
6)        Perbaikan putusan, adanya permintaan dari pihak yang bersengketa karena adanya fakta baru (novum) yang belum duiketahui oleh Mahkamah Internasional.
2.      Mahkamah Pidana Internasional (The International Criminal Court)
Bertujuan untuk mewujudkan supremasi hukum internasional dan memastikan pelaku kejahatan internasional. Terdiri dari 18 hakim dengan masa jabatan 9 tahun dan ahli dibidang hukum pidana internasional. Yuridiksi atau kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Pidana Internasional adalah memutus perkara terhadap pelaku kejahatan berat oleh warga negara dari negara yang telah meratifikasi statuta Mahkamah.

3.      Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional (The International Criminal Tribunal and Special Courts)
Panel khusus dan special pidana internasional adalah lembaga peradilan internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen atau sementara (ad hoc) dalam arti setelah selesai mengadili maka peradilan ini dibubarkan. Yuridiksi atau kewenangan darai Panel khusus dan special pidana internasional ini, adalah menyangkut tindak kejahatan perang dan genosida (pembersihan etnis) tanpa melihat apakah Negara dari si pelaku itu telah meratifikasi atau belum terhadap statute panel khusus dan special pidana internasional ini. Contoh Special Court for East Timor dan Indonesia membentuk Peradilan HAM dengan UU No. 26 tahun 2000.

E.     SENGKETA INTERNASIONAL
1.      Sebab Sengketa Internasional
Sengketa internasional (International despute), adalah perselisihan yang terjadi antara Negara dengan Negara, Negara dengan individu-individu, atau Negara dengan lembaga internasional yang menjadi subyek hukum internasional.
Sebab-sebab sengketa internasional :
1)      Salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjian internasional.
2)      Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian internasional
3)      Perebutan sumber-sumber ekonomi
4)      Perebutan pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan regional dan internasional.
5)      Adanya intervensi terhadap kedayulatan Negara lain.
6)      Penghinaan terhadap harga diri bangsa.

2.      Cara Penyelesaian Sengketa Internasional
Ada dua cara penyelesaian segketa internasional, yaitu secara damai dan paksa, kekerasan atau perang.
Penyelesaian secara damai, meliputi :
1)        Arbitrase, yaitu penyelesaian sengketa internasional dengan cara menyerahkannya kepada orang tertentu atau Arbitrator.
2)        Penyelesaian Yudisial.
3)        Negosiasi.
4)        Jasa-jasa baik atau mediasi.
5)        Konsiliasi.
6)        Penyelidikan.
7)        Penyelesaian PBB.

Penyelesaian secara pakasa, kekerasan atau perang :
1)        Perang dan tindakan bersenjata non perang.
2)        Retorsi.
3)        Tindakan-tindakan pembalasan.
4)        Blokade secara damai.
5)        Intervensi

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara antara Negara dengan subjek hukum lain bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain.
Peradilan internasional adalah unsur-unsur atau komponen-komponen lembaga pengadilan internasional yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan dalam rangka mencapai keadilan internasional.
Sengketa internasional adalah perselisihan yang terjadi antara Negara-negara dengan Negara, Negara dengan individu, atau Negara dengan badan/lembaga yang menjadi subjek hukum internasional.

B.     SARAN
Kepentingan nasional sangat menentukan dalam hubungan antar Negara dan merupakan bahan baku bagi politik luar negeri.
Kepentingan inilah yang diadu di arena Internasional, dan yang sering menimbulkan sengketa. Oleh sebab itulah diperlukan sistem hukum dan peradilan internasional, sehingga semua sengketa dapat terselesaikan, baik dengan cara damai, maupun dengan kekerasan.




DAFTAR PUSTAKA

Ardiwisastra, Yudha Bhakti. 2003. Hukum Internasional. Bandung. Bunga Rampai. Alumni.
Brownlie, Ian. 1999. Principles of Public International Law. Oxford. Fourth Edition, Clarendon Press.
Burhantsani, Muhammad. 1990. Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta. Penerbit Liberty.
Kusamaatmadja, Mochtar. 1999. Pengantar Hukum Internasional. Cetakan ke-9. Putra Abardin
Mauna, Boer. 2003. Hukum Internasional : Pengertian, Peran dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung. Cetakan ke-4. PT. Alumni.
Phartiana, I Wayan. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung. Penerbit Mandar maju.
Situni F. A. Whisnu. 1989. Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum Internasional. Bandung. Penerbit Mandar Maju.
Kholil, M. 2010. Bab 5 Sistem Hukum dan Peradilan Internasional. Blogdetik.com, diakses online pada tanggal 21 Januari 2012.

Post a Comment for "Sistem hukum dan peradilan internasional"